Di saat kita lagi sibuk dengan urusan di sini, di benua Eropa sana lagi ada drama besar yang taruhannya adalah masa depan planet kita. Uni Eropa punya target super ambisius: jadi benua yang netral iklim pada 2050.
Keren, kan? Tapi, untuk mencapai tujuan mulia itu, mereka harus melewati satu "ujian" super berat, yaitu menetapkan target iklim untuk tahun 2040.
Dan ternyata, ujian ini justru bikin mereka "pecah kongsi". Rapat yang seharusnya ketok palu pekan depan, kini ditunda. Ada yang menolak mentah-mentah, ada yang menuduh para pejabatnya "kehilangan kontak dengan realitas", dan yang paling aneh, muncul solusi "akal-akalan" yang super kontroversial.
Saat Target Ambisius Berbenturan dengan Realita
Jadi, apa sih yang bikin mereka ribut? Komisi Eropa mengusulkan target yang nggak main-main: pada 2040, emisi karbon harus dipotong sampai 90% dibandingkan level tahun 1990. Sebuah target yang sangat ambisius.
Tapi, target ini langsung ditolak oleh beberapa negara, terutama Slovakia dan Hongaria. Alasan mereka simpel: kebijakan seketat ini bisa mematikan industri mereka. Menteri Lingkungan Hidup Slovakia, Tomas Taraba, bahkan nyeletuk dengan pedas.
Ia bilang usulan ini adalah pendekatan ideologis yang menunjukkan bahwa para pejabat di Brussel (pusat Uni Eropa) "kehilangan kontak dengan realitas".
Prancis juga ikut-ikutan. Menurut mereka, keputusan sepenting ini nggak bisa cuma diputuskan oleh para menteri lingkungan. Harus para pemimpin negara langsung yang turun tangan.
Solusi 'Nakal' Muncul: 'Beli Kuota Dosa' Aja, Gimana?
Nah, karena mentok dan nggak nemu jalan keluar, muncullah sebuah ide "nakal" yang kini jadi pusat perdebatan: penggunaan kredit karbon internasional.
Gampangnya gini: kalau sebuah negara di Eropa merasa nggak sanggup memenuhi target pengurangan emisinya, mereka bisa "membeli" kuota pengurangan emisi dari negara lain di luar Eropa yang lebih berhasil. Jadi, ibaratnya mereka "membeli dosa" atau membayar negara lain untuk "bertobat" atas nama mereka.
Beberapa diplomat sih bilang, "Kami tidak menentang gagasan kredit karbon, namun kami memerlukan kejelasan lebih lanjut." Sebuah jawaban diplomatis yang intinya masih membuka pintu.
Aktivis Hijau Ngamuk: "Ini Pengkhianatan!"
Tentu saja, ide "ngeles" ini langsung bikin para aktivis lingkungan ngamuk. Lena Schilling, anggota Parlemen Eropa dari Partai Hijau, menganggap solusi ini adalah bentuk pengkhianatan.
Menurutnya, ini adalah cara para politisi untuk lari dari tanggung jawab. Ini "tidak adil bagi pembayar pajak" (karena pakai uang negara untuk "beli kuota") dan merupakan "pengkhianatan" terhadap generasi muda yang nantinya harus menanggung dampak paling parah dari krisis iklim.
Keputusan Ditunda, Nasib Bumi di Tangan Para Pemimpin
Karena perdebatan yang super sengit ini, keputusan final akhirnya ditunda sampai pertemuan puncak para kepala negara di bulan Oktober. Target iklim 2040 ini sangat krusial karena akan jadi dasar bagi semua negara Uni Eropa untuk membuat rencana iklim nasional mereka, yang nantinya akan dipamerkan di KTT Iklim dunia, COP30.
Kini, nasib salah satu kebijakan iklim paling penting di dunia ini ada di tangan para pemimpin tertinggi Eropa. Akankah mereka berani mengambil langkah yang sulit demi masa depan planet, atau mereka akan memilih "jalan pintas" yang kontroversial?
Penulis: Muhammad Rian Sabiti