Masyarakat Jawa sering kali mengaitkan segala sesuatu dengan ajaran terdahulu atau nenek moyang. Banyak sekali aktivitas dan kegiatan masyarakat Jawa yang mengharuskan adanya persiapan mendetail, mereka menganggap bahwa segala sesuatu yang dilaksanakan tanpa memperhatikan hari, tanggal, waktu, dan tradisi nenek moyang akan berakhir dengan tidak baik.
Tak hanya perlu memperhatikan hari dan tanggal sebelum melaksanakan acara, namun perlu juga mencatat hari dan tanggal ketika ada keluarga yang meninggal.
Masyarakat umumnya sudah mengetahui terkait peringatan kematian seseorang yang dimulai pada hari geblag atau hari seseorang meninggal, pitong dino, patang puluh dino, nyatus, nyewu, mendag pisan dan mendag pindo.
Biasanya pecatatan tanggal ini dibarengi dengan penanggalan Jawa yang disebut dengan Pasaran yaitu Legi, Paing, Pon, Wage, serta Kliwon.
Ketika salah satu keluarga meninggal, maka keluarga lainnya diharuskan untuk mengingat tanggal tersebut dan tidak melaksanakan atau berencana melaksanakan acara pada tanggal tersebut.
Misalnya, salah satu keluarga meninggal pada Rabu, 15 Februari 2023 dengan pasaran penanggalan Jawa yaitu Paing, maka pada saat bertemu dengan hari Rabu dengan pasaran Paing di bulan Maret dan seterusnya maka tidak boleh melaksanakan acara atau berniat berpergian.
Hal ini menjadi kepercayaan turun-temurun masyarakat yang meyakini bahwa akan terjadi Bala atau sial dan kesengsaraan ketika melanggarnya.
Kepercayaan ini masih dapat ditemukan di berbagai desa dan tempat tak hanya di Pulau jawa saja. Bagi mereka yang percaya dan masih mengikuti kepercayaan ini, mereka akan merasakan perasaan takut dan tidak tenang jika melanggarnya.
Pantangan ini secara tidak langsung mengajak keluarga yang ditinggalkan untuk memberikan penghormatan kepada orang yang sudah meninggal. Namun, semakin berjalannya waktu pantangan ini menjadi salah satu mitos yang mendarah daging di masyarakat.
Dalam pemaknaan yang lebih lanjut, dino geblag hari seseorang meninggal biasanya dilakukan upacara ngesur tanah yang berarti bahwa seluruh manusia berasal dari tanah atau umumnya disebut pengajian dengan membaca surah Yasin.
Tak hanya itu, dalam upacara ini terdapat sesajian yang berupa nasi, ingkung, urap, cabai merah utuh, bawang merah, bunga kenanga, dan garam halus yang diletakkan di tempat-tempat tersembunyi di dalam rumah. Hal ini diyakini sebagai bentuk persembahan dan pesangon untuk arwah yang sudah meninggal.
Namun, seiring berjalanya waktu, sesajen ini sudah jarang ditemui dan hanya sebatas sesajen makanan yang sudah didoakan untuk dimakan bersama keluarga.