Rindu Tak Bersuara

Munirah | Ina Barina
Rindu Tak Bersuara
Ilustrasi Kesendirian. (Pixabay)

Lama ya,

Sudah lama alunan melodi tak menyapa hari kita,

Sudah lama cerita kita sumbang tak berarah,

Begitu lama, hingga rasanya semua hambar

Aku pikir,

Membiarkannya mampu memperbaiki apa yang tengah surut,

Melepaskannya dalam kehampaan, mampu mengembalikan kehangatannya

Tetapi, ternyata keheninganku justru membuatnya semua semakin semu

Sejuta rindu yang kupupuk, dan kubiarkan tumbuh

Nyatanya tak kunjung mendapatkan penawarnya,

Kamu semakin jauh,

Semakin tak terengkuh oleh tanganku yang penuh keputusasaan,

Mungkin memang benar,

Semua memang berawal dari kesederhaan pemikiranku,

Kupikir,

Rinduku yang tak bersuara,

Tetap akan tersambut oleh hangat manjanya dirimu,

Dan nyatanya, itu justru dijawab oleh sebuah kehampaan jarak yang tercipta.

Lalu,

Apa kini semuanya masih bisa dirangkai?

Apakah ceritaku masih bisa kembali memberi harmoni dalam melodimu?

Atau, mungkin kita memang telah menjadi dua alunan yang berbeda.

Dua alunan yang tak mungkin bisa disatukan dalam satu harmoni,

Begitu sumbang untuk didengarkan oleh dunia yang begitu indah,

Ya, begitulah

Kita telah menjadi sebuah musik yang tidak mungkin bisa untuk dinikmati kembali,

Musik lama, yang sudah seharusnya disimpan dalam tumpukan kaset berdebu

Dipendam,

Dalam ringkukan memori yang tak seharusnya disentuh.

Dan berakhirlah kita disini,

Pada persimpangan jalan yang arahnya sebenarnya sudah jelas,

Sudah tidak perlu lagi berpegang ada seribu alasan semu,

Ya, mari kita akhiri perasaan rindu tak bersuara ini

Pada sebuah alunan yang seharusnya berakhir,

Pada cerita, yang sudah seharusnya mati.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak