Tenun Ikat Kedang, Mata Kehidupan Warga Kaki Gunung Uyelewun

Hernawan | Siti Nahdia Usman
Tenun Ikat Kedang, Mata Kehidupan Warga Kaki Gunung Uyelewun
Hasil tenun ikat Kedang. Lokasi tempat penjualan sarung tenun, pasar Wairiang. Diambil Kamis, 11 November 2021 (DocPribadi/usmannahdia).

Menjadi pengrajin tenun ikat adalah suatu hal yang lumrah di mata masyarakat Kedang, bahkan hampir menjadi sebuah keharusan bagi seorang anak gadis, apabila tidak memiliki pekerjaan atau belum melanjutkan pendidikan. Umumnya, yang menjadi pengrajin tenun ikat di Kedang adalah perempuan. 

Kedang sendiri adalah sebutan bagi sebuah daerah yang mencakup dua kecamatan, Buyasuri dan Omesuri. Letak kedua kecamatan ini mengelilingi kaki gunung Uyelewun. Orang-orang dapat mencapai Kedang setelah melakukan perjalanan darat hampir tiga jam dari pusat Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur.

Di wilayah ini, komoditas ekonomi utama masyarakatnya, terlebih yang berada di daerah pesisir adalah menjadi pengrajin tenun ikat. Kain di tempat ini memiliki bentuk yang indah. Dilengkapi garis-garis berwarna yang tersusun rapi dan erbagai macam motif, tenun ikat Kedang menjadi diburu oleh banyak orang, terlebih pendatang. 

Secara garis besar, kain tenun ikat Kedang dimanfaatkan oleh warga setempat sebagai pelengkap saat acara adat. Pasalnya, tenun ikat telah menjadi kostum utama apabila diselenggarakan upacara maupun acara yang berbau adat serta budaya. Contohnya, jika diadakan ritual Uma Rotang, maka semua yang hadir diharuskan mengenakan kain tenun ikat Kedang sebagai bawahan.

Menurut Sadiyah Nasban(67), penjual serta pengrajin tenun ikat Kedang, saat ditemui di kediamannya, ada empat motif kain yang sering dijual.

“Motif yang paling sering diciptakan dan sering dijual di pasaran ada empat. Ada Garuda, Nulur Weri’, Biti’, dan Mowa'," ungkapnya.

Adanya beragam motif tenun ikat Kedang inilah yang menyebabkan harga serta jangka waktu pembuatan menjadi berbeda-beda. Kemudian ia merincikan harga serta jangka waktu pembuatan dari berbagai jenis motif tenun ikat Kedang.

  • Motif Garuda, dengan harga jual pasaran Rp400.000 per potong. Memakan waktu pembuatan sekitar lima hari.
  • Motif Nulur Weri’, dengan harga jual pasaran Rp250.000 per potong. Memakan waktu pembuatan sekitar tiga hari.
  • Motif Biti’, dengan harga jual pasaran Rp250.000 per potong. Memakan waktu pembuatan sekitar tiga hari.
  • Motif Mowa’, dengan harga jual pasaran Rp350.000 per potong. Memakan waktu pembuatan sekitar empat hari. 

Proses pembuatannya dimulai dari Neke’ Nane atau membuat kerangka kain tenun. Proses ini memakan waktu sekitar beberapa jam dan harus dilakukan oleh dua orang. Selanjutnya, Tang Nane atau proses menenun. Pada proses Tang Nane hanya butuh satu orang yang bisa menghabiskan waktu beberapa hari. Langkah yang terakhir adalah proses Jahit Ulang serta Penjualan.

Tenun ikat seakan sudah mandarah daging di jiwa masyarakat Kedang. Bahkan ada banyak single parent yang berhasil menyekolahkan anaknya hingga sarjana hanya berbekal tenun ikat Kedang.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak