Laut Bercerita: Kisah yang Begitu Menguras Emosi

Hernawan | Mutiara Nurul Azkia
Laut Bercerita: Kisah yang Begitu Menguras Emosi
Laut Bercerita (DocPribadi/mutiara)

Buku Laut Bercerita sudah saya jadikan waiting list di iPusnas. Karena terlalu lama menunggu, salah seorang teman memberikan saya buku ini untuk dibaca. Laut Bercerita menjadi buku pertama yang selesai saya baca di tahun 2022.

Dalam buku ini, ada dua sudut pandang orang yang bercerita, yaitu Biru Laut dan adiknya, Asmara Jati. Biru Laut menceritakan dengan gamblang tentang pergerakan-pergerakan ia bersama komunitasnya. Mereka yang berjiwa muda dan merupakan pemuda yang berpendidikan, tentu memiliki semangat nan menggebu-gebu dalam merealisasikan keinginan mereka. Pada masa orde baru, masyarakat dan aparat (bahkan) masih trauma dengan pemberontakan oleh PKI tahun 1965.

Biru Laut lahir di keluarga yang gemar membaca. Ayahnya merupakan wartawan Harian Solo. Sejak kecil, Biru Laut dan adiknya, Asmara Jati, sudah dicekoki buku-buku bacaan yang bahkan belum tepat untuk usia mereka. Kebiasaan membaca sejak mereka kecil membuat Laut bergantung dengan buku. Ia seakan selalu haus akan buku bacaan, termasuk bacaan klasik. Hingga pada saat usianya sudah cukup untuk masuk universitas, ia memilih program studi sastra di Yogyakarta.

Kegemarannya membaca bacaan klasik mengundang Kinan untuk berteman dengannya. Kinan-lah yang pertama kali mengenalkan Laut dengan komunitas yang berisikan para aktivis yang juga senang berdiskusi tentang karya sastra klasik. Dalam komunitas itu, Laut berteman dengan orang-orang yang sefrekuensi dengannya. Dari sana pula, ia dan teman-temannya 'hilang'.

Selama Laut kuliah di Jogja, ia menyisihkan waktu di hari Minggu terakhir setiap bulan untuk pulang dan berkumpul dengan keluarganya. Sejak ia bergabung dengan komunitas tersebut, ia jarang pulang demi keselamatan dirinya dan kawan-kawan. Kebiasaannya pulang di Minggu terakhir setiap bulan yang mulai jarang, membuat kedua orang tua dan adiknya khawatir akan keselamatan dirinya.

Sudut pandang kedua adalah menurut adik Biru Laut, yaitu Asmara Jati. Asmara Jati menceritakan kisah kakaknya yang sering menjailinya. Meskipun begitu, ia tetap menyayangi dan peduli kepada kakaknya. Sejak si kakak bergabung dengan komunitas, ia selalu mengingatkan kakaknya untuk berhati-hati dan memberitahunya saat si kakak butuh bantuan.

Ternyata benar, Asmara Jati merupakan adik yang sangat peduli pada Laut, termasuk pada pendidikannya. Laut hampir meninggalkan kuliahnya di Jogja, padahal ia hanya perlu mengumpulkan skripsi saja. Dengan bantuan adiknya, ia bisa lulus dari universitas di Jogja itu. Meskipun sidang skripsi yang dia lalui, dilaksanakan secara tertutup.

Sinopsis yang saya tulis di atas belum mencakup semuanya. Masih banyak kejadian-kejadian yang sangat mengganggu otak dan jantung saya saat membaca buku ini. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh komunitas itu sangat membahayakan mereka. Namun, mereka tak gentar meski kematian siap menjemput kapan saja.

Buku ini sangat nyata. Leila S. Chudori menulisnya dengan sastra yang apik dan sangat tersusun rapi sesuai kronologinya. Buku ini diangkat dari kisah nyata para aktivis 98 yang 'hilang' sampai reformasi diumumkan. Mereka yang 'hilang' akan selalu terkenang abadi dalam kisah sejarah para aktivis yang siap melanjutkan perjuangan mereka dalam memperjuangkan keadilan bagi negeri ini.

Saya bahkan tidak sanggup mengkritik kekurangan dari buku ini. Karena kekurangannya hampir tidak ada. Di akhir buku, Bu Leila S. Chudori menuliskan terima kasih untuk para narasumber yang berjasa dalam pembuatan naskah novel ini. Di sana, Bu Leila menceritakan sedikit tentang narasumber yang ternyata merupakan para aktivis selamat dan keluarga dari Biru Laut di dunia nyata.

Tambahkan buku Laut Bercerita ini ke daftar bacaan kamu, ya. Selamat membaca!

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak