Ulasan Buku Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas: Novel yang Cerdik

Candra Kartiko | Rozi Rista Aga Zidna
Ulasan Buku Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas: Novel yang Cerdik
Buku Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas. (Doc.Pribadi/Fathorrozi)

Buku dengan judul Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas ini merupakan buku yang sangat menarik perhatian publik, terutama para penikmat sastra. Di samping dicetak berkali-kali, pada Desember 2021 kemarin, buku novel karya Eka Kurniawan ini juga telah difilmkan dengan judul yang sama.

Tak hanya itu, film yang diproduksi oleh Palari Films ini dan digarap oleh Edwin, salah satu sutradara terbaik Indonesia (Edwin), ternyata berhasil memenangkan penghargaan Golden Leopard.

Edwin sendiri menyampaikan bahwa dirinya begitu tertarik menggarap film ini, yang setelah selesai digarap ternyata film tersebut mampu menyedot banyak penonton dan menembus berbagai festival film internasional.

Pujian pun dihujani kepada para aktor; Reza Rahardian, Ladya Cherly, Mathono Lio, Christine Hakim, dan Djenar Maesa Ayu, terutama Edwin sang sutradara yang begitu lihai dan berpengalaman.

Buku ini mengungkap beberapa isu sensitif seperti kekerasan seksual, toksik maskulinitas, dan penyelewengan kekuasaan. Para penulis sastra di Indonesia juga banyak memberi pujian atas lahirnya novel ketiga karya Eka Kurniawan ini. Salah satunya adalah Anton Kurnia. Ia menyampaikan bahwa buku ini ditulis dengan semangat bermain-main yang cerdik dan lihai.

Sementara itu, Aris Kurniawan dari Koran Tempo juga mengomentasi, seperti dua novel Eka Kurniawan sebelumnya, novel ini memuat tokoh-tokoh yang karakter yang kurang waras. Ketidakwarasan tersebut terlihat dari motif hasrat seks dan ketidakwarasan zamannya.

Nama-nama tokoh yang dipilih juga menarik dan unik, seperti Ajo Kawir dan Si Tokek. Bahkan, di awal kisah terdapat tokoh bernama Si Burung. Seperti dalam kutipan berikut:

Si Burung berpikir dirinya seekor beruang kutub yang harus tidur lama di musim dingin yang menggigilkan. Ia memimpikan butir-butir salju yang turun perlahan, yang tak pernah dilihat oleh tuannya.

Sementara Ajo Kawir digambarkan dalam karakter seorang laki-laki yang impoten. Ajo Kawir duduk di pinggir tempat tidur, tanpa pakaian. Ia memandangi selangkangannya, memandangi kemaluannya yang seolah dalam tidur abadi, begitu malas.

Sedangkan Si Tokek, ia adalah teman Ajo Kawir. Si Tokek juga tahu kemaluan Ajo Kawir tak bisa bangun. Itulah kenapa Si Tokek tidak pernah mengajaknya untuk menggoda gadis-gadis yang lewat di depan kantor pos. Begitu juga Si Tokek tak pernah mencoba mengajaknya menonton video porno atau meminjamkan novel stensilan.

Membaca buku ini seperti bermain main-mainan yang serius atau serius dalam bermain-main. Sungguh novel yang cerdik dan lihai.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak