Buku Entrok karya Okky Madasari merupakan salah satu buku yang laris di ipusnas. Ipusnas menyediakan beberapa judul lain karya Okky, seperti Maryam, Kerumunan Terakhir, 86, Pasung Jiwa, dan beberapa novel anak serial Mata. Kebetulan saat saya cek, hanya judul ini yang masih ada stok untuk dipinjam. Cover yang ditawarkan di ipusnas masih menggunakan cover lamanya. Saya tetap membacanya dan menikmati alur yang ditawarkan oleh mba Okky.
Entrok berasal dari Bahasa Jawa yang berarti bra atau bh. Buku ini menceritakan tentang seorang perempuan bernama Marni dan anaknya, Rahayu. Meskipun status mereka ibu dan anak, mereka memiliki perbedaan yang membuat hubungan mereka semakin jauh.
Marni lahir dan besar buta huruf, tidak berpendidikan. Sejak kecil, ia membantu ibunya mengupas singkong di pasar. Pada zaman dulu, perempuan hanya melakukan 'pekerjaan yang pantas bagi perempuan'. Ya, itulah salah satunya. Ia dan ibunya hanya digaji kecil. Marni melihat laki-laki yang menjadi kuli panggul malah diberikan uang lebih banyak.
Jika dibandingkan dengan saudarinya, Marni hidup lebih nelangsa. Saudarinya pernah memamerkan entrok yang baru dibeli di pasar. Setelah itu, Marni mempunyai keinginan dan tekad untuk membeli entrok dengan usaha sendiri. Marni tidak mau diberi gaji sedikit dari mengupas singkong.
Dengan bermodal nekat, Marni menjadi kuli panggul. Awalnya, hanya ada satu dua orang yang menggunakan jasa Marni. Sampai kemudian, ada seorang ibu dari kecamatan yang berlangganan menggunakan jasa panggul Marni. Marni mengumpulkan uang sampai akhirnya ia bisa membeli sebuah entrok.
Marni dan ibunya memanjatkan doa setiap malam di depan pohon besar dekat rumah. Kebiasaan ini terus ia lakukan sepanjang hidupnya. Ia meyakini bahwa Leluhurnya dapat membawa keberkahan bagi hidupnya. Sejak kecil, Marni mengenal konsep Tuhan, tetapi konsep yang ia dapat berbeda dengan anaknya, Rahayu.
Marni adalah perempuan pekerja keras, ulet dan tidak mudah menyerah. Ia melanjutkan hidupnya dengan meminjamkan uang berbunga kepada para warga. Ia mendapat keuntungan dari bunga pinjaman. Dari uang tersebut, Marni bisa merenovasi rumah, menghidupi keluarganya, dan menyekolahkan Rahayu. Marni merasa dirinya bodoh. Oleh karena itu, Marni ingin Rahayu menjadi pintar dengan menyekolahkannya.
Rahayu mengenal konsep agama dengan baik di sekolahnya. Setiap pelajaran agama, gurunya selalu menyindir perbuatan ibunya. Mereka menganggap ibu Rahayu melakukan perbuatan syirik, karena tidak menyembah Tuhan yang sama dengan mereka. Rahayu begitu sakit hati mendengarnya. Rahayu kecil menyimpan dendam dan menyalahkan perbuatan ibunya.
Meskipun mendapatkan perlakuan yang buruk dari anaknya, Marni sakit hati. Namun, hal itu tidak pernah menghentikannya berdoa pada pohon dekat rumah. Marni tidak tahu konsep agama yang dipahami oleh Rahayu. Marni selalu mengatakan pada Rahayu bahwa kebiasaannya merupakan ajaran dari leluhur dan menganggap bahwa konsep agama sama saja dengan konsep yang ia anut. Ia hanya memegang prinsipnya, ia bersikap baik kepada semua orang, meskipun mereka tidak membalas berbuat baik padanya. Sebagai ibu, ia tidak pernah dendam pada Rahayu dan terus menyekolahkannya sampai perguruan tinggi.
Konsep kepercayaan dan agama yang mereka berdua percayai sebenarnya telah membuka jendela pengetahuan kita akan sejarah bangsa ini. Sebelum mengenal agama, masyarakat telah menganut animisme dan dinamisme. Marni adalah penganut kepercayaan yang masih kokoh mempertahankan kepercayaannya. Meskipun ia selalu disalahkan oleh orang-orang beragama. Sikap Rahayu merupakan contoh kebalikan dari sikap toleransi. Perbuatannya dengan menyalahkan ibunya hingga sakit hati bertentangan dengan ajaran agama.
Okky Madasari menyajikan novel ini mengambil suasana tradisi dan agama yang baik. Cerita yang disuguhkan dapat menggambarkan masyarakat kita dengan apik dan tidak membosankan. Di akhir cerita, mba Okky mendamaikan ibu dan anak itu. Meskipun sang ibu sudah tidak berdaya seperti dulu.