Buku Psikologi Perkawinan dan Keluarga yang ditulis Tina Afiatin dan beberapa sejawatnya ini menghadirkan ulasan-ulasan menarik tentang pentingnya memahami psikologi perkawinan dan keluarga serta bagaimana menghadapi masalah yang datang, khususnya di zaman digital. Menariknya, buku ini juga mengulas sejumlah penelitian tentang konsep perkawinan dalam keluarga berbagai suku di Nusantara.
Di Indonesia, perkawinan merupakan salah satu acara sakral, karena di sana terjadi perjanjian sehidup-semati serta berpindahnya tanggung jawab dari keluarga lama menuju keluarga yang baru. Pada umumnya, perkawinan diadakan di depan orangtua masing-masing calon mempelai, kemudian ada juga yang menggunakan cincin sebagai tanda janji bahwa mereka telah resmi menikah. Perkawinan diatur secara legal yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, menyebutkan bahwa: “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.” (hlm. 18).
Pasangan suami-istri penting untuk mengetahui kriteria keluarga sehat dan bahagia karena hal tersebut memengaruhi hubungan yang akan dijalani sampai akhir hayat—jika tak ada kendala yang menyebabkan hubungan perkawinan retak atau bercerai. Memahami kriteria keluarga yang sehat dan bahagia itu perlu karena, keluarga adalah unit fundamental dalam masyarakat. Sepasang suami-istri akan mengenal cara terbaik untuk mengasuh anak dalam keluarga, dan keluarga sejahtera menjadikan masyarakat yang lebih sejahtera.
Dalam sebuah perkawinan yang ideal, sepasang suami-istri akan menjalani tahap perkembangan keluarga yang memang seharusnya dilalui dan dihadapi dengan baik. Masa pengantin baru merupakan tahapan pertama berdasarkan Family Life Cycle. Tahap ini berlangsung selama kurang lebih dua tahun dimulai dari pasangan menikah dan berakhir ketika anak pertama lahir.
Tahapan selanjutnya adalah memiliki anak usia batita, balita, dan pra-sekolah. Lalu, dilanjutkan memiliki anak usia sekolah, anak tumbuh menjadi remaja, hingga masa pelepasan anak pertama menikah (launching centre) (hlm. 42).
Buku setebal 488 halaman ini tak hanya berguna bagi mahasiswa Psikologi atau pemerhati sosial, tetapi juga sangat cocok untuk dijadikan pegangan bagi calon suami-istri yang akan menjalani perkawinan yang ideal. Kalau dalam konsep Islam disebut pernikahan yang Samara (sakinah, mawadah, dan rahmah), yakni pernikahan yang mendatangkan kebahagiaan, ketenangan, dan kasih sayang. (*)