Review Buku Spiritualitas Waria: Jalan Waria Mencari Tuhan

Hernawan | Nurillah A.
Review Buku Spiritualitas Waria: Jalan Waria Mencari Tuhan
Buku Spiritualitas Waria karya Masthuriyah Sa'dan (Dokumentasi Pribadi/Nurillah)

Sudah baca buku Spiritualitas Waria: Perjuangan Menemukan Identitas Gender dan Makna Hidup? Berikut reviewnya!

  • Judul: Spiritualitas Waria: Perjuangan Menemukan Identitas Gender dan Makna Hidup
  • Penulis: Masthuriyah Sa’dan
  • Penerbit : SUKA Press
  • Tahun Terbit: April, 2022
  • Cetakan: 1
  • Tebal Buku: 202 halaman
  • ISBN: 978-623-7816-56-0

Keberanian dan tekad menghadirkan perspektif baru ke ruang publik adalah ikhtiar Masthuriyah Sa’dan yang patut diapresiasi. Betapa tidak, buku ketiganya yang terbit pada April 2022 ini adalah buku yang menggetarkan pembaca, terutama bagi mereka yang tabu akan kehidupan waria.

Bukan apa-apa, selama ini rekonstruksi pikiran masyarakat terhadap waria tak pernah jauh dari kata hina. Waria kerap dipandang menjijikkan, sampah masyarakat dan penghuni neraka. Beragam penolakan terhadap kegiatan spiritualitas mereka seakan tak lekang zaman. Mereka diperlakukan jauh dari kata manusiawi, dan kerap menerima cacian.

Belum lagi stigma sebagai pekerja seks sesama laki-laki. Kian lengkaplah penderitaan mereka ini. Berangkat dari keadaan inilah, Masthuriyah menyuguhkan cerita berbeda. Berbekal 10 narasumber  yang memilih mencari Tuhan di pesantren waria Al Fatah Jogjakarta, peneliti, transkriptor sekaligus alumni pesantren di Madura ini menghentakkan kita bahwa tak semua waria bisa digeneralisasi.

Dari 10 informan, misalnya, tak semuanya pernah berkecimpung di dunia nyebong atau dunia malam. Beberapa ada yang berprofesi sebagai tukang potong rambut atau desainer. Beberapa bahkan diterima orangtuanya jika sang anak memiliki gerak tubuh gemulai dengan catatan sang anak tetap shalat, tidak menjadi pekerja seks dan tetap menjadi seorang anak di mata sang ibu. 

Narasi inilah yang tak ditemukan di ruang publik, terlebih di media sosial yang tak memiliki alat penyaring, sehingga kolom komentar tak ubahnya tempat sampah yang menampung segala bentuk ucapan diskriminasi.

Saya kira, buku setebal 202 halaman ini adalah sumbangsih terbesar dalam memperkaya ruang literasi kita yang sangat minim akan dunia waria. Masthuriyah bukan lagi piawai meramu data narasumber menjadi cerita yang menggetarkan, melainkan juga mahir membaca peluang.

Peluang dalam membaca khazanah literasi yang minim adalah kekayaan Masthuriyah yang jarang dimiliki banyak orang. Didukung keberanian yang tak tertandingi, rasa-rasanya menjadi paket lengkap melahirkan buku ini.

Ah, mungkin saya yang terlalu berlebihan menyambut buku ketiga Masthuriyah. Namun, saya betul-betul bahagia sebab kehidupan kita telah lama disesaki kepandiran tak kepalang, di mana manusia betul-betul memastikan waria sebagai penghuni neraka jahanam.

Segenap insan dan sebagian penceramah begitu mudah melabeli mereka sebagai makhluk terbuang. Namun dengan buku ini, kita akan tersadar jika tak semua waria bisa disamaratakan. 10 narasumber adalah contoh kecil betapa waria juga bisa mendekati Tuhan, dan saya yakin, kasih sayang Tuhan tak pernah memandang bentuk kemaluan.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak