Pentingnya Bersikap Tawadhu dalam Buku 'Mahfuzhat'

Candra Kartiko | Untung Wahyudi
Pentingnya Bersikap Tawadhu dalam Buku 'Mahfuzhat'
Buku Mahfuzhat (dok.pribadi/wahyudiuntung)

Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu hidup dalam kebersamaan. Antara satu sama yang lainnya akan saling membutuhkan. Tak ada seorang pun yang bisa hidup sendirian tanpa bantuan orang lain. Yang kaya butuh tenaga orang miskin. Begitu pun sebaliknya. 

Karena itu, kita harus bisa mengambil banyak hikmah atau pelajaran dari pergaulan atau kehidupan sehari-hari. Sehingga, dalam menjalani hidup kita bisa saling introspeksi. Sifat individualis akan hilang jika kita berusaha berbaur dalam kehidupan bermasyarakat.

Dalam menjalani hidup yang begitu kompleks ini, kita tentu butuh referensi atau pedoman sebagai motivasi dan inspirasi agar menjalani hidup bisa lebih bermakna dan bersemangat. Motivasi sangat dibutuhkan agar dalam bekerja atau melakukan sesuatu kita bisa mengetahui target dari apa yang kita lakukan.

Berbicara tentang kebijaksanaan hidup, kita bisa memetik pelajaran dari kitab Mahfuzhat terbitan Rene Islam (2022) ini. Dalam buku ini, pembaca bisa belajar banyak hal tentang berbagai hikmah kehidupan seperti pentingnya menuntut ilmu, menghormati guru, mengamalkan ilmu, bersikap tawadhu atau tidak sombong, dan pelajaran-pelajaran lainnya.

Dalam bab Rendah Hati, misalnya. Kita diajak untuk menyelami makna dari ketawadhuan dalam menjalani hidup. Dalam bab ini, pembaca dianjurkan untuk memiliki sikap tawadhu ketika kita dimuliakan orang lain. Karena, orang yang paling mulia adalah orang yang rendah hati.

Artinya, jangan sampai kita memiliki sikap sombong karena mendapatkan jabatan atau kedudukan di dunia. Kesombongan tidak akan berguna dan orang-orang tidak akan pernah menghargai orang-orang congkak yang senantiasa selalu membusungkan dada karena jabatan yang dimilikinya. 

Jabatan bukanlah akhir segalanya. Tak selamanya jabatan itu akan dimiliki seseorang. Suatu saat, jabatan akan dicabut dan kesombongan itu tidak akan berguna ketika sebuah jabatan atau kedudukan tinggi seseorang sudah hilang (halaman 292).

Tentang motivasi menuntut ilmu dijelaskan dalam buku ini dengan begitu gamblang. Sebagai manusia yang terlahir dengan kebodohan, kita dianjurkan untuk menuntut ilmu sejak buaian ibu hingga ke liang lahat. Artinya, belajar itu tidak kenal waktu. Dari kecil hingga dewasa, manusia tetap dianjurkan untuk belajar atau menuntut ilmu. Belajar tidak harus di sekolah atau forum formal. Belajar bisa di mana dan kapan saja. Asal ada waktu atau kesempatan, kita bisa belajar dari banyak hal. Bisa dari buku bacaan, majalah, bahkan dari kecanggihan teknologi.

Buku ini memuat banyak kata mutiara Islam yang bisa membangkitkan semangat menghadapi kehidupan. Agar kita bisa lebih bijaksana menjalani hidup. Pelajaran berharga dalam buku yang biasa diajarkan di pesantren dan madrasah ini bisa menjadi pedoman menjalani hidup yang penuh dengan ujian dan cobaan. 

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak