Bahaya Memiliki Sifat Pemarah dalam Buku Al-Hikam Al-Nabawiyyah

Hikmawan Firdaus | Sam Edy Yuswanto
Bahaya Memiliki Sifat Pemarah dalam Buku Al-Hikam Al-Nabawiyyah
Buku Al-Hikam Al-Nabawiyyah.[Dokumen pribadi/ Sam Edy]

Saya yakin tak ada seorang pun di dunia ini yang menyukai orang yang gampang marah atau mudah tersulut emosi. Tak heran bila dalam kehidupan sehari-hari, orang-orang pemarah cenderung dijauhi. Mereka enggan berurusan dengan orang-orang yang bisa jadi akan mendatangkan masalah di kemudian hari.

Orang yang pemarah biasanya gampang bermusuhan. Bayangkan, bila setiap orang yang dimarahi akhirnya menjadi musuhnya. Di mana-mana ia memiliki musuh akibat dari sifatnya yang mudah tersulut emosi itu. 

Padahal, mestinya hidup di dunia ini kita harus memperbanyak teman, sahabat, dan saudara. Agar hari-hari kita diwarnai dengan kedamaian, kebahagiaan. Kita akan mudah mendapatkan kebaikan dan pertolongan bila kita memiliki banyak teman, sahabat, dan saudara di mana-mana. 

Perihal sifat pemarah, Islam jelas-jelas melarangnya. Apalagi jika seseorang marah dan memusuhi saudaranya sampai melebihi tiga hari. Ada keterangan menarik yang saya dapatkan dalam buku Al-Hikam Al-Nabawiyyah karya Samih Abbas. Dalam sebuah hadis dijelaskan, Dari Aisyah, Nabi Muhammad bersabda, “Orang yang paling dibenci Allah adalah yang keras kepala dan suka bermusuhan (al-khashim).”

Dalam buku ini dijelaskan bahwa orang semacam ini permusuhannya bukan karena Allah atau atas nama Allah. Ia melakukan itu karena kemarahannya sendiri. Hingga akhirnya ia terjerumus dalam kemaksiatan dan dosa. Sebab ia telah melampaui batas permusuhan yang dibenarkan syariat, yakni tiga hari. Sebagaimana dijelaskan dalam hadis riwayat Abu Hurairah, Nabi Muhammad Muhammad bersabda, “Tidak dihalalkan bagi seorang muslim berpaling dari saudaranya lebih dari tiga hari. Siapa yang tidak menyapa lebih dari tiga hari maka jika mati, dia masuk neraka,” (HR Abu Daud).   

Termasuk dalam kategori al-khashim adalah orang yang keras kepala dan banyak berdebat, meskipun dia dalam posisi benar. Sebab, meninggalkan perdebatan lebih baik daripada larut di dalamnya. Sebagaimana yang Anda ketahui bahwa orang bijak adalah yang lembut dalam menyampaikan kebenaran dan segera menyambutnya. Dan, jika dia menemukan orang yang mendebatnya maka dia berpaling dan menjauh darinya (halaman 15-16).

Buku ini sebenarnya terjemahan dari al-Hikam wa al-Amtsal al-Nabawiyyah min al-Ahadits al-Shahihah karya Samih Abass. Melalui buku ini, para pembaca dapat menyelami hadis-hadis sahih berisi untaian hikmah dan perumpamaan yang Rasulullah Saw. sabdakan tentang berbagai hal (nilai-nilai spiritual dan nilai-nilai sosial). 

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak