Sosok nama Abdul Halim memang tidak sepopuler dengan nama Mohammad Natsir maupun Hamka. Namun, Abdul Halim juga salah satu ulama di kalangan Nahdlatul Ulama (NU) yang tak boleh disepelekan. Ia termasuk tokoh yang turut andil dalam perjuangan untuk membebaskan bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan.
Abdul Halim salah satu tokoh pendiri organisasi Persyarikatan Ulama dan menjadi cikal bakal dalam melakukan fusi dengan Persatuan Umat Islam Indonesia (PUII) menjadi Persatuan Umat Islam (PUI), sebagaimana yang tertulis dalam buku, "Pahlawan-Pahlawan Bangsa yang Terlupakan" karangan Johan Prasetya.
Nama lengkap Abdul Halim adalah Otong Syatori, tapi berganti nama setelah ia menunaikan ibadah haji. Abdul Halim lahir pada 4 Syawal 1304 H atau 26 Juni 1887 M, tepat di desa Cibolerang, kecamatan Jatiwangi, kabupaten Majalengka. Ia putra dari pasangan Kiai Haji Muhammad Iskandar dan Hajjah Siti Mutmainah binti Imam Safari.
Pada usia 10 tahun, ia mendapatkan pendidikan agama dan banyak belajar membaca Al-Qur'an. Abdul Halim pun menjadi santri pada beberapa kiai di Jawa Barat dan Jawa Tengah sampai menginjak usia 22 tahun. Salah satunya guru yang pertama kali ia tempati mondok, ialah Kiai Haji Anwar di Pesantren Ranji Wetan, Majalengka. Lalu setelah itu, ia pun berpindah dari pesantren satu ke pesantren lainnya dengan masa belajar belajar tiap pesantren 1-3 tahun.
Di usianya yang 22 tahun, Abdul Halim berangkat ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji serta memperdalam ilmu agamanya selama tiga tahun di sana. Abdul Halim pun banyak mempelajari tulisan-tulisan Sayid Jamaluddin al-Afghani dan Syekh Muhammad Abduh. Bahkan ia belajar banyak kepada Syekh Ahmad Khatib dan Syekh Ahmad Khayyat.
Di samping itu, Abdul Halim juga belajar bahasa Belanda dari Van Houven dan bahasa Cina dari orang Cina yang bermukim di Makkah. Sehingga dengan pengalaman pendidikan dan tukar pikirannya kepada tokoh-tokoh besar, membuat ia semakin teguh dan kuat berprinsip.
Ketika Abdul Halim kembali ke tanah air, ia mulai mendirikan Majelis Ilmu pada tahun 1911 sebagai tempat pendidikan agama dalam bentuk yang sangat sederhana. Pada tahun 9112, Abdul Halim juga mendirikan organisasi bernama Hayatul Qulub dengan tujuan membantu persaingan pedagang Cina dan menghambat arus kapitalisme kolonial.
Pada tanggal 16 Mei 1916, Abdul Halim mendirikan Madrasah Jam'iyah I'anah al-Muta'alimin. Hingga akhirnya, Abdul Halim pun juga mendirikan Persyarikatan Ulama dan mendapat pengakuan dari pemerintah kolonial Belanda pada 21 Desember 1917. Sampai pada tahun 1924, daerah operasi organisasi ini sampai ke seluruh Jawa dan Madura, dan sampai disebarkan pada seluruh Indonesia pada tahun 1937.
Abdul Halim juga sempat menjadi pemimpin Sarekat Islam (SI) Cabang Majalengka pada tahun 1912. Pada tahun 1928, Abdul Halim menjadi pengurus Majelis Ulama dan pernah menjadi anggota pengurus MIAI (Majelis Islam A'la Indonesia).
Sosok Abdul Halim dalam bidang akidah dan ibadah amaliah, dikenal sebagai penganut paham ahlussunnah waljama'ah yang dalam fiqhnya mengikuti paham Syafi'iyah. Pada tahun 1942, Persyarikatan Ulama ia rubah menjadi Perserikatan Umat Islam dan pada 1952 melakukan fusi menjadi Persatuan Umat Islam (PUI). PUI sendiri berkedudukan di Bandung.
Sejak tahun 1951, Abdul Halim terpilih sebagai Anggota DPRD Tingkat I Jawa Barat dan diangkat menjadi anggota Konstituante pada tahun 1956. Abdul Halim juga aktif menjadi wartawan dan juga sebagai seorang penulis buku.