Budaya membaca buku mestinya digalakkan sejak usia dini. Saya berpikir, seandainya setiap orangtua memiliki kebiasaan membaca buku dan menular kepada anak-anaknya, tentu hal ini sangat baik. Selain anak akan tumbuh menjadi sosok berwawasan luas, budaya membaca buku juga dapat mengurangi anak kecanduan gadget, game, menonton televisi, dan hal-hal yang kurang bagus bagi pertumbuhannya.
Buku, selain memberikan wawasan luas juga dapat menjadi sarana yang menghibur. Katakanlah, buku adalah sebuah sarana yang bagus seabagai hiburan sekaligus sarana mendidik bagi para pembacanya. Dari buku-buku yang kita baca, kepekaan sosial kita juga akan semakin bertambah.
Buku berjudul “Buatlah Ibumu Tersenyum” misalnya, menurut saya termasuk salah satu buku yang patut dibaca oleh anak-anak, remaja, bahkan para orangtua. Meskipun berisi cerita dengan tokoh utama bernama Rusdy Zaki, bocah lelaki yang baru duduk di bangku SMP, tetapi tersimpan pelajaran berharga yang bisa mengasah kepekaan sosial pembacanya.
Misalnya tentang pentingnya mengakui kesalahan kita pada orang lain. Mungkin ada sebagian orang yang pernah berbuat kesalahan pada seseorang, tapi karena merasa gengsi, malu, atau takut namanya tercoreng, mereka memilih diam, tak berani mengakui kesalahannya.
Menyimpan beban kesalahan tentu akan menjadi beban yang menyiksa jiwa. Apalagi sampai berniat untuk tidak mengakui dan meminta maaf kepada orang yang bersangkutan.
Rusdy, tokoh utama dalam buku ini, pernah melakukan suatu kesalahan yang buntutnya berujung pada pertikaian kedua temannya di sekolah. Jadi, ceritanya begini: suatu hari Rusdy sedang mengobrol dengan Yuliana, anak yang baru pindah dari Medan. Ketika dia menyebut alamat rumah dan nomor telepon, Rusdy berniat mencatatnya. Kebetulan di bangku kantin ada tumpukan buku. Rusdy lantas mengambil selembar kertas yang ada di sana.
Ternyata, kertas tersebut berisi kerangka laporan ilmiah milik Paula, temannya, untuk lomba karya ilmiah remaja. Padahal Rusdy sudah terlanjur membuang kertas tersebut setelah ia memindahkan alamat rumah dan nomor telepon Yuliana ke notes. Karena dia berpikir lembar kertas tersebut cuma berisi coretan-coretan tak berguna.
Sayangnya, Rusdy tak berani berterus terang pada Paula. Sementara Paula menuduh Lukman-lah yang telah mengambil kertas berisi catatan penting miliknya. Singkat cerita, atas saran ayah, Rusdy akhirnya memutuskan untuk mengakui kesalahan tersebut. Ternyata usai mengakui kesalahan, meski ada teman yang mencemooh, hatinya terasalebih lega. Dari situlah kita bisa memetik sebuah pelajaran berharga: bahwa menyembunyikan kesalahan itu berat dan akan menjadi beban berkepanjangan bagi kita.
Kisah lain yang bisa diambil hikmahnya dialami Rusdy ketika ia merasa gundah saat seorang anggota kelompoknya yang bernama Istiqomah, batal mengikuti lomba Patroli Keamanan Sekolah di Jogjakarta. Padahal, Istiqomah adalah anggota andalan di kelompok Rusdy. Namun, keputusan Istiqomah pada akhirnya bisa dimaklumi, karena ibunya sedang sakit cukup parah, sehingga dia memilih menunggui ibunya yang sedang sakit. Dari kisah ini kita dapat mengambil pelajaran penting, bahwa mengutamakan kepentingan seorang ibu adalah hal yang niscaya bagi kita.
Semoga terbitnya buku ini dapat menjadi salah satu pilihan bacaan bermanfaat untuk kita semua. Selamat membaca.