Perkembangan dunia perbukuan di Indonesia cukup menggembirakan. Banyak orang yang tertarik menerjuni aktivitas ini karena dianggap sebagai hobi yang mampu menghasilkan uang. Memang, menulis jika ditekuni akan menjadi lahan mencari rezeki. Tak sedikit penulis yang mampu mengantongi royalti hingga miliaran rupiah dari buku-buku yang diterbitkan. Sebut saja Andrea Hirata yang eksis lewat novel Laskar Pelangi, Habiburrahman el-Syirazy yang tenar lewat novel Ayat-Ayat Cinta, atau Tere Liye yang produktif menerbitkan novel laris yang dirindukan para penggemarnya.
Lalu, kira-kira apa motivasi menulis selain untuk mendapatkan uang? Dalam buku Menulis, Tradisi Intelektual Muslim, kita akan mengetahui banyak alasan atau motivasi sejumlah penulis dalam menerjuni dunia kepenulisan.
Dalam tulisan Menjadi Penulis Islami Profesional, Ifa Avianty berbagi pengalaman selama dia jadi penulis. Dia mengakui kalau sebelum menjadi penulis yang produktif menerbitkan novel, tak sedikit pun tebersit dalam pikirannya untuk menjadi penulis. Karena itu, saat dia ditakdirkan menjadi seorang redaktur di majalah Annida, dia kerap menyeleksi naskah yang masuk. Banyak cerpen yang dia baca dan seleksi dari kiriman pembaca.
Sejak itulah Ifa tertarik untuk juga menulis seperti Helvy Tiana Rosa, Asma Nadia, Afifah Afra, dan lainnya yang lebih dulu menerbitkan buku. Hobi Ifa yang memang sejak SMP menjadikan menulis sebagai hobi dan menambah uang saku, membuatnya semakin mantap untuk menerjuni dunia menulis, terutama fiksi islami.
Tekadnya untuk menerbitkan karya akhirnya kesampaian. Sejumlah karyanya banyak diterbitkan dan mendapatkan respons menarik dari para pembaca. Karena itu, dia yakin, jika dijalani dengan serius, aktivitas menulis bisa dijadikan profesi yang menjanjikan (hlm. 64).
Sementara itu, Triani Retno A, menyatakan, bahwa menulis bisa dijadikan sebagai sedekah jariyah. Maksudnya, menulis bisa dijadikan ladang atau media untuk menyebarkan kebaikan. Pembaca bisa memetik manfaat dari tulisan yang kita buat. Baik itu tulisan berupa cerpen, artikel, esai, atau tulisan lain.
Triani menegaskan, menulis itu berarti menuangkan buah pikiran kita, ide, pengalaman, dan imajinasi kita. Apa yang kita anggap tidak berguna atau sepele, bisa jadi merupakan sebuah inspirasi bagi ornag lain. Tulisan yang sekadar curhat, misalnya, bisa sangat bermanfaat jika ditulis dalam bentuk tulisan yang menyentuh hati pembaca (hlm. 61).
Pengalaman lain sejumlah penulis seperti Edo Segara, Dwi Suwiknyo, Untung Wahyudi, Radinal Mukhtar, Naqiyyah Syam, dan beberapa penulis lainnya, bisa menjadi inspirasi bagi para pembaca. Bahwa menulis bisa dijadikan sebagai tradisi atau budaya yang mampu mengabadikan sebuah momen atau pengalaman bersejarah para penulisnya. Tulisan yang inspiratif akan membuat pembaca terinspirasi dan termotivasi untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat.