Buku antologi berjudul Dari Halliday Hingga Hanan Attaki, Generasi Milenial Membincang Generasi Z berisi kumpulan tulisan (esai) beragam tema dari para penulis yang beragam pula.
Buku ini, sebagaimana diungkap M. Zainal Anwar dalam endorsement-nya, menyajikan tema yang beragam mulai dari agama, bahasa, media sosial dan teknologi hingga soal psikologi. Yang menyatukan esai ini adalah pembacaan kritis terhadap generasi Z. Pembacaan yang kritis nan renyah ini tidaklah mengherankan karena para penulis adalah intelektual muda IAIN Surakarta yang masuk kategori generasi milenial. Ibarat vitamin, buku ini layak dikonsumsi agar menyegarkan kita dalam memahami generasi Z dari berbagai sudut pandang.
Salah satu esai yang akan saya bahas di sini berjudul “Remaja Zaman Now dan Sejumlah Tantangan” karya Ernawati. Pendapat ahli psikologi mengatakan masa remaja merupakan masa kritis karena merupakan masa di mana terjadi peralihan antara masa anak menuju masa dewasa. Mengapa kritis? Sebab remaja adalah masa tengah. Berada dalam posisi pertengahan, di mana tidak dapat dikatakan lagi sebagai anak-anak. Pun begitu apabila disebut sebagai dewasa, dirasa belum mampu menyelesaikan setiap permasalahannya sendiri layaknya seorang dewasa.
Ernawati menjelaskan, seperti banyak diberitakan akhir-akhir ini kenakalan remaja semakin merajalela. Nyaris setiap hari, sejumlah media memuat tentang kenakalan remaja. Mulai dari kenakalan remaja tingkat ringan seperti membolos sekolah, tidak mengikuti kegiatan ekstra wajib di sekolah, sampai tingkat tinggi atau berat, seperti kasus narkoba dan seks bebas.
Bagi orang tua khususnya yang memiliki anak remaja, ada baiknya memahami psikologi remaja. Sesekali perlu juga orang tua menempatkan diri sebagai teman atau sahabat bagi remaja. Berdasarkan pengalaman konseling terhadap remaja, diketahui bahwa ternyata remaja paling tidak suka dimarahi, disalahkan, dipukul, atau dihukum yang mempermalukan dirinya sekalipun sebenarnya ia sadar bahwa ia berbuat kesalahan (halaman 207).
Menurut Ernawati, perlu pendekatan yang lebih ketika ingin menasihati seorang remaja. Orang tua yang menempatkan seorang remaja sebagai pribadi yang bisa diajak berpikir, berdiskusi, memberikan alternatif pilihan padanya, ternyata mampu membuat remaja merasa dihargai dan hal tersebut lebih dapat mengajarkan tanggung jawab padanya. Alhasil, remaja menjadi dapat diajak bekerjasama dengan orang tua dan lebih mudah dikendalikan, dibandingkan orang tua yang memaksakan kehendak, menerapkan aturan yang kaku, bersikap otoriter dan tak mau mendengar pendapat remaja.
Semoga terbitnya buku ini (penerbit Sulur, 2019) dapat menjadi bahan introspeksi sekaligus pembelajaran bagi para guru, orangtua, dan siapa saja. Selamat membaca.