Nama Chairil Anwar tentu sudah pernah kalian dengar sejak lama, barangkali sejak kalian duduk di bangku Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, atau barangkali baru kalian dengar sejak kalian duduk di bangku kuliah. Akan tetapi, sudahkah kalian tahu mengenai siapa sesungguhnya sosok Chairil Anwar yang sering diperbincangkan ini?
Kalian tentu sudah tahu bahwa Chairil Anwar adalah seorang penyair yang hidup pada masa penjajahan Jepang dan Revolusi (awal kemerdekaan) bangsa Indonesia. Sajak-sajaknya yang segar sekaligus menggelegar membuat namanya beserta sajak-sajaknya banyak dicantumkan di buku-buku pelajaran di sekolah-sekolah. Hal itu dikarenakan semasa hidupnya, Chairil Anwar banyak memberikan kontribusi bagi dunia kesusastraan Indonesia, sehingga nama dan karya-karyanya pun mendapat apresiasi yang luas hingga saat ini.
Selain itu, Chairil Anwar juga memiliki kecenderungan sifat untuk memberontak, termasuk dalam bidang seni dan menulis puisi, sehingga karya-karya puisi yang ditulisnya memiliki corak yang jauh berbeda dari para penyair sebelumnya dan jauh melampaui zamannya.
Chairil Anwar memang cinta terhadap sastra. Sejak kecil, ia telah menunjukkan kecintaannya dalam membaca buku. Semua buku dilahapnya, termasuk buku-buku tebal sekalipun. Maka tak heran bila Chairil kecil telah gemar membaca buku tebal karangan sastrawan Barat yang seringkali memuat unsur-unsur kedewasaan di dalamnya. Dan hal itu ternyata berlangsung hingga ia dewasa, ia dengan sering mencuri buku dari toko-toko buku milik orang-orang Belanda di Jakarta, sebab ia beserta ibunya dilanda kemiskinan semenjak ibu dan bapaknya itu bercerai.
Dalam pengembaraannya di Jakarta, karakteristik karya dan kepribadian Chairil Anwar mulai terbentuk. Di sana, ia banyak berteman akrab dengan para seniman dari seluruh Indonesia, juga para seniman rantau dari kota kelahirannya, yaitu Medan. Di Jakarta, ia banyak melewati proses kreatifnya yang kemudian banyak berbuah karya-karya hebat; di Jakarta pula, ia banyak melewati segala penderitaan, baik yang sifatnya personal maupun kolektif.
Chairil Anwar banyak mengenal tokoh-tokoh politik di Jakarta, seperti halnya dengan Sutan Sjahrir (yang merupakan pamannya), Bung Karno, Bung Hatta, dan Adam Malik. Dan di Jakarta pula ia banyak merasakan semangat nasionalisme pada zamannya.
Chairil Anwar lahir di Medan pada 26 Juli 1922 dan meninggal di Jakarta pada 28 April 1949 di usianya yang terbilang muda, yakni 27 tahun karena penyakit komplikasi paru dan usus. Semasa hidupnya sebagai seniman, Chairil Anwar dikenal sebagai pelopor sastra Angkatan '45 yang selalu memberontak dan selalu melawan terhadap kemapanan.
Dan tepat pada hari ini (26 Juli), kita memperingati seratus tahun kelahiran Si Binatang Jalang Chairil Anwar sebagai seorang tokoh intelektual dan seniman yang berpengaruh dalam bidang seni dan sastra. Dan semoga apa yang diperjuangkan oleh Chairil Anwar di masa lampau mampu kita pertahankan dan mampu kita perjuangkan kembali. Tabik!