Kembali ke Akar, Kembali ke Sumber, Ulasan Buku Pinter Basa Jawa

Hayuning Ratri Hapsari | Thomas Utomo
Kembali ke Akar, Kembali ke Sumber, Ulasan Buku Pinter Basa Jawa
Buku Pinter Basa Jawa (Dokumentasi pribadi/Thomas Utomo)

Pepatah modern bernuansa ngenes, menyebutkan, “Wong Jawa ilang jawane.” Artinya, di zaman sekarang, makin banyak orang (bersuku) Jawa yang hilang nilai kejawaaannya. Di antaranya unggah-ungguh atau budi pekerti, tata bahasa, kesenian lokal, dan sebagainya.

Buku Pinter Basa Jawa susunan G. Setyo Nugroho dan M. Abi Tofahi ini menjawab tantangan tersebut. Kehadiran buku terbitan Kartika ini, diharapkan (sedikit-banyak) dapat menjadi tali penghubung bagi anak usia sekolah dasar kepada unsur-unsur budaya Jawa, seperti kawruh basa, paramasastra, kasusastran, aksara Jawa, juga wayang beserta wataknya.

Dengan demikian, semoga, kejawaan seorang anak bersuku Jawa tidak hilang sepenuhnya. Justru sedikit demi sedikit dapat tertambal hingga rapat kembali.

Buku setebal 176 halaman ini, bisa dikatakan memuat isi yang lengkap dalam format ringkas namun gampang dipahami.

Dalam bab kawruh basa, pembaca usia muda, diajak untuk mengerti hierarki atau tingkatan dalam bahasa Jawa, yakni basa ngoko (rendah, kadang disebut juga kasar), basa madya (tengahan), dan bahasa krama (halus, sopan).

Masing-masing tingkatan pun terperinci lebih detail. Basa ngoko terdiri dari ngoko lugu dan ngoko andhap. Basa madya terdiri dari tiga: madya ngoko, madyantara, madya karma.

Sedangkan basa krama, terperinci ke dalam: karama lugu (kramantara), mudha krama, wredha krama, krama inggil, krama desa, dan krama kedhaton.

Makin naik tingkatannya, makin sulit aturan tata bahasanya. Bagi masyarakat Jawa sendiri, penguasaan bahasa tingkat atas, dapat berati pula peningkatan harkat martabat penuturnya.

Orang dianggap terpelajar, berasal dari kalangan terhormat, apabila dapat bertutur kata krama sesuai tingkatan. Sebaliknya, orang dianggap rakyat kebanyakan alias jelata apabila hanya mampu bercakap-cakap menggunakan bahasa ngoko.

Dalam bab hanacaraka, pembaca muda, dijelaskan jenis aksara Jawa yang total berjumlah dua puluh. Kesemuanya, dapat disertai sandhangan atau penyerta berupa sandhangan swara seperti i, e, o, e, dan u. Lalu sandhangan panyigeg guna mengakhiri kata dengan huruf r, h, ng.

Dipaparkan pula pasangan untuk masing-masing aksara Jawa.  Masing-masing disertai contoh praktis dan gampang dipahami.

Rasanya, tak berlebihan jika buku ini dilabeli judul Buku Pinter Basa Jawa, sebab, kendati ringkas, isinya lengkap, padat, jelas, dan sangat memandu untuk kembali ke akar, kembali ke sumber kejawaan.

Video yang mungkin Anda suka:

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak