Ulasan Buku 'Aku Bukannya Menyerah Hanya Sedang Lelah': untuk Hati yang Lelah

Candra Kartiko | Yulia Putri
Ulasan Buku 'Aku Bukannya Menyerah Hanya Sedang Lelah': untuk Hati yang Lelah
Aku Bukannya Menyerah, Hanya Sedang Lelah. (Dok. Pribadi/ Yulia Putri Sulistya)

Ketika semua hari tidak bisa dilalui dengan mudah, tidak semua kejadian membuat kita senang dan usaha yang sudah diusahakan hasilnya terasa begitu saja. Tapi memang kadang terasa sulit rasanya, masih belum selesai satu masalahnya tapi harus tetap melangkah ke masalah selanjutnya. Masih belum sembuh emosi dan jiwanya tapi harus menghadapi cobaan lainnya.

kita pasti pernah masuk ke fase takut ketinggalan. ketika melihat teman-teman di sekitar kita ayang sudah mulai 'jalan' di kehidupan mereka sementara kita masih 'merangkak'. atau di fase ketika lelah sekali, tapi kita takut apa cerita kita benar-benar akan didengar?

Karena kita hanya terus memperhatikan yang kelihatannya baik-baik saja. Karena kita hanya terus memikirkan cara untuk bertahan hidup. Harus bertahan tetap utuh disemua masalah, tapi juga harus tetap bertumbuh disaat yang sama rasanya lelah sekali. Tapi, kita tidak bisa atau bahkan tidak boleh menyerah. Ada yang pernah mengalami hal yang sama?

Buku Aku Bukannya Menyerah, Hanya Sedang Lelah kita akan dimengerti bahwa di kehidupan ini ada yang Namanya masa-masa sulit, penuh cobaan yang harus kita lalui. Bahkan juga pernah berada di situasi, “kok apa yang aku usahakan tidak ada hasilnya? Rasanya begini-begini saja.” Akhirnya, apa yang dirasakan? Kita seperti tidak lagi memiliki harapan untuk hidup. Rasanya hanya ingin menyerah saja.

Buku ini berisikan cerita-cerita dan kalimat penyemangat yang berbeda tema setiap lembarnya. Setiap lembar yang kita baca akan membuat kita merasa dekat dengan cerita-cerita di dalamnya. Salah satu cerita yang menarik adalah Semua Cinta Memiliki Akhir. Kita akan diajak untuk belajar melepaskan dan merelakan hal-hal yang memang seharusnya pergi. Dalam buku ini, kita diajak bukan hanya mencoba memahami diri sendiri, tetapi juga memahami hubungan dengan orang lain. Selain harus memaafkan diri sendiri dan juga bersikap baik terhadap sesama, kita tidak boleh bersikap buruk terhadap orang lain hanya karena suasana hati kita sedang buruk. 

Inti dari buku ini sebenarnya adalah penerimaan dan memaafkan diri sendiri. Menerima jika memang kita sebagai manusia tidak sempurna. Memaafkan jika kita selama hidup belum merasa menjadi diri sendiri. Tidak banyak dari kita yang menyadari dan mau menerima diri kita sendiri. Kebanyakan dari kita terlalu keras terhadap diri sendiri. Sehingga kita lupa sebagai manusia, kita juga bisa merasakan lelah dan membutuhkan istirahat.

Tapi, di buku ini kita seperti direkomendasikan suatu hal, kalau mau mencoba silahkan, kalau memang berat untuk mencobanya pun tidak apa-apa. Merekomendasikan soal apa sih? Tentang saat kita merasa ingin menyerah. Mungkin Ketika itu terjadi yang kita butuhkan adalah jeda di hidup kita. Bisa jadi kita sedang lelah dengan permainan semesta ini. Kalau sedang lelah yang kita butuhkan adalah istirahat bukan? Istirahat sejenak boleh, lebih lama juga boleh. Karena setiap orang berbeda-beda begitu juga dengan durasi lamanya kita ingin beristirahat. Tapi, tunggu dulu! Istirahat yang dimaksud dalam buku ini bukan istirahat yang tidak melakukan apa-apa.

Jadi, diceritakan bahwa si penulis Geulbaewoo, memutuskan untuk istirahat selama 2 tahun, dan dia tahu konsekuensinya yang akan dia tanggung. Kegiatan dia hanya bangun pagi, jalan-jalan ke perpustakaan melihat buku yang disukai, tidur siang atau menulis. Dia juga memutuskan untuk bekerja paruh waktu.

Saat itu dirinya tidak memiliki keahlian, tidak kuliah, tidak sibuk mencari pekerjaan seperti orang pada umumnya, hanya tinggal di kamar indekos sambal berusaha menghasilkan sedikit uang. Dirinya benar-benar tidak ingin bertemu dengan siapapun. Tidak memiliki motivasi untuk berusaha keras, dan tidak ingin peduli atau berjuang untuk orang lain.

Saat membaca buku ini, kita akan diajak oleh penulis untuk menyelami dunianya yang begitu miris. Kegagalan yang tak terhitung dan bagaimana dia harus hidup dengan beban berat dan juga beragam emosi yang menyesakkan. Melalui pengalaman-pengalaman yang dilalui oleh penulis, dia mengajak kita untuk menyelami diri kita sendiri. Menawarkan kita ruang untuk berkata bahwa gagal adalah hal biasa, kita tak harus selalu berhasil, kita tak harus melakukan sesuatu yang luar biasa untuk merasa berharga.

Dari buku ini kita pun diberi keberanian untuk dapat mengatakan pada diri sendiri "TIDAK APA-APA." Kalimat singkat yang memberikan efek yang luar biasa, mengatasi rasa takut yang terkadang membuat kita tidak bisa menikmati hari. Lelah itu wajar, lelah bukan berarti menyerah. Lelah adalah bentuk dari kehidupan yang bernapas. Dari lelah, kita belajar untuk istirahat. Dari lelah, tumbuh keinginan untuk mengambil jeda dan fokus pada diri sendiri.

Tapi, apa yang dia dapatkan dari keputusannya untuk beristirahat?

Aku Bukannya Menyerah, Hanya Sedang Lelah Part 2 SOON.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak