Menyusuri Akar Kebohongan Ekstrem, Ulasan Novel Mitomania

Hayuning Ratri Hapsari | Thomas Utomo
Menyusuri Akar Kebohongan Ekstrem, Ulasan Novel Mitomania
Mitomania: Sudut Pandang (Dokumentasi pribadi/Thomas Utomo)

Mitoman, dalam bahasa Jawa, berarti orang yang suka berbohong. Mitomania, dalam istilah ilmu kejiwaan, berarti penyakit bohong patologis paling ekstrem.

Adalah Kefiandra, gadis kelas dua belas SMA Jaya Nusantara yang mengaku mengalami perundungan bertubi, di dalam dan di luar tembok sekolah.

Pelakunya: Lisa, Morgan, Amanda. Ketiganya teman seangkatan di sekolah yang sama. Di hadapan Pak Joni, guru Bimbingan dan Konseling, serta Pak Beni, kepala sekolah, Kefiandra mengaku, dia bahkan menerima ancaman pembunuhan.

Kefiandra menuturkan, sebagai siswa berprestasi dengan seabrek penghargaan dan piala kejuaraan, dia menjadi sasaran iri dengki Lisa, Morgan, Amanda. Mula-mula, ketiganya merundung Kefiandra, lewat intimidasi verbal, disusul kekerasan fisik berulang.

Di hadapan guru dan kepala sekolah, Kefiandra mengungkap dan menunjukkan bukti-bukti perundungan itu. Semuanya lengkap, seluruhnya meyakinkan, seperti tubuh lebam, barang-barang yang rusak, alur cerita logis. Pak Joni dan Pak Beni yang semula ragu, berangsur percaya.

Namun ketika Lisa, Morgan, dan Amanda dipanggil menghadap, masing-masing punya dalih serta argumen penguat yang berbeda-beda. Herannya, semua dalih dan argumentasi masing-masing, sama-sama logis dan layak dipercaya.

Jadi, siapa yang benar? Siapa pula yang berbohong? Mana kesejatian kisah yang sesungguhnya?

Sama seperti Pak Joni dan Pak Beni, pembaca yang menelusuri novel remaja setebal 256 halaman ini, bakal dicengkam kebingungan juga rasa penasaran pekat. Kedua perasaan itu, mendorong pembaca untuk terus menelaah isi novel psikologis ini hingga khatam, lalu bergumam, “Ooo ...”

Segi menarik dari novel ini (kendati sesungguhnya bukan suatu terobosan baru), dalam tiap bab, pengarang menyilakan tiap tokoh bercerita dari sudut pandang masing-masing. Tiap tokoh dipersilakan berargumen, sekaligus menguakkan latar belakang keluarga masing-masing.

Tetapi, segi menarik ini bisa berubah pula menjadi kekurangan. Sebab, di sejumlah bagian, masing-masing tokoh bertutur terlalu detail, sehingga terkesan bertele-tele. Ini potensial menjenuhkan pembaca.

Sedangkan persoalan gangguan mitomania hanya diungkap sedikit, baik penyebab maupun bahayanya. Ini menyebabkan pembaca kurang dapat bersimpati atau berempati secara mendalam kepada pengidapnya.

Walau begitu, novel remaja ini adalah alternatif bacaan yang sangat baik untuk bahan renungan dan kewaspadaan bersama. Isu kesehatan mental, sekarang ini, semakin kencang berembus. Para ahli dan korban, kian banyak yang menyuarakan pentingnya kepedulian terhadap topik satu ini, sebab daya rusaknya memang luar biasa.

Video yang mungkin Anda suka:

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak