Dari dua puluh cerita yang terhimpun dalam buku terbitan LovRinz pada Agustus 2022 ini, yang pertama kali menarik perhatian saya ialah cerita bertajuk Membakar Surga. Sebab, biasanya cerita terbaik dalam sebuah buku kumpulan cerita dinobatkan sebagai judul utama. Lumrahnya pula, judul utama yang dipilih oleh penulis atau penerbit tersebut merupakan serangkaian kata yang diplomatis, samar, memancing rasa penasaran, dan memantik penafsiran.
Terbayang dalam benak, Membakar Surga adalah tindak brutal yang dilakukan antek iblis beserta komplotan setan yang membumihanguskan surga yang sebenarnya, lantaran dendam kesumat kepada manusia yang selamat dari tipu daya setan, sebagaimana yang pernah mereka lakukan terhadap Adam dan Hawa hingga keduanya terusir dari surga. Ternyata tidak demikian.
BACA JUGA: Cermin Dua Arah, Kumpulan Cerpen yang Cocok Isi Waktu Ngabuburit, Ada yang Lucu Sampai Thriller!
Cerita karya Yuditeha ini mengisahkan anak gelandangan seusia siswa kelas lima SD yang ke mana-mana selalu membawa korek api. Pada suatu kesempatan, ia berjumpa dengan seorang laki-laki (tokoh ‘aku’) yang sedang menunggu bus antarkota di sebuah halte. Selama menunggu kemunculan bus, si laki-laki mengobrol dengan anak gelandangan itu.
Ketika melihat anak gelandangan itu selalu memegang korek, laki-laki tersebut bertanya, apakah kamu punya masalah dengan korek? Anak itu menggeleng. Lantas ia berkata padanya, bahwa dulu ia pernah mendengar ungkapan dari temannya, jika ada orang yang suka memegang korek, katanya orang itu punya masalah perihal api di kehidupan masa lalunya. Katanya pula, orang yang seperti itu punya obsesi untuk membakar sesuatu (hlm. 26).
Sempat juga, dalam obrolan itu laki-laki tersebut menanyakan soal keluarga si anak gelandangan. Jawabannya memilukan.
“Kata orang ibuku pelacur,” ucapnya.
“Rumah bordil tempat ibu bekerja dibakar, dan ibu ikut terbakar.” (hlm. 27).
Lalu, saat ditanya bersama siapa ia tinggal sekarang? Siapa yang merawat?
“Seorang gelandangan,” jawabnya.
“Tetapi, wilayah yang kami tinggali, yang mereka sebut sebagai tempat kumuh, dan dianggap tak layak berada di kota ini, mereka bakar, dan orang yang merawatku itu ikut terbakar.” (hlm. 28).
Mendengar pengakuan yang mencengangkan sekaligus perih itu, si laki-laki mencoba pelan-pelan untuk bertanya, apa sesungguhnya yang ingin ia bakar?
“Surga,” jawabnya tenang, tapi tegas.
Dengan penuh semangat anak itu langsung menjelaskan alasannya. Dia bilang, orang-orang yang merasa hidupnya bersih selalu ingin menghilangkan yang kotor dengan cara membakar. Orang-orang itu memusnahkan segala hal yang dinilai buruk. Alasannya mereka membersihkan kehidupan dari segala yang nista. Dengan begitu hidup mereka akan menjadi suci lantas merasa pantas untuk berharap, kelak ketika mati dapat dimasukkan ke dalam surga.
“Dan aku tidak menyukai hal itu. Karenanya aku ingin melenyapkan surga!” tambahnya (hlm. 29).
Cerita ini meninggalkan pesan bagi para pembaca bahwa kepada yang dianggap kotor, bagian dari kehidupan nista, dan dinilai buruk oleh orang yang merasa dirinya suci, tidak dibenarkan untuk bertindak semena-mena yang mencoreng martabat kemanusiaan.
Senada dengan hal tersebut, penulis buku ini menjelaskan di awal Kata Pengantar bahwa meski pada mulanya sekadar salah paham, tetapi jika keadaan itu tidak segera diselesaikan bisa membuat masalah bertambah runyam, hingga dari sana peristiwa buruk akan terjadi di kehidupan ini.
Identitas Buku
Judul Buku : Membakar Surga
Penulis : Yuditeha
Penerbit : LovRinz
Cetakan : I, Agustus 2022
Tebal : iv + 130 halaman
ISBN : 978-623-446-371-2