Terdapat lima tema dalam buku Saleh Ritual Saleh Sosial karya KH. A. Mustofa Bisri atau yang kerap disapa Gus Mus ini. Kelima tema tersebut adalah Bercakap dengan Diri, Bermunajat kepada Allah, Bergaul dengan Sesama, Peran Tokoh Masyarakat dan Dinamika Umat.
Ditelisik dari segi tema, buku ini mengandung kesalihan kepada Allah dan kesalihan kepada sesama. Bagaimana ibadah kita agar dinilai baik oleh Allah? Dan bagaimana pula caranya agar di mata manusia kita juga dikenal baik? Ibadahnya salih dan bergaulnya juga salih.
Kaitannya dengan bulan Ramadan, dalam buku ini Gus Mus juga menyinggung bulan penuh rahmat ini dalam tema Bercakap dengan Diri.
Suasana yang istimewa kita rasakan saat bulan Ramadan. Kita jadi sering berjumpa dengan sesama, dengan keluarga, dan dengan diri kita sendiri. Di bulan penuh berkah ini, suasana di luar dan di dalam batin kita sangat mendukung untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah.
Selain itu, di saat-saat seperti ini, kita punya banyak peluang untuk mengoreksi lebih detail tentang diri kita. Mengadakan dialog yang sangat pribadi sehingga lebih mengenali diri lebih dalam lagi.
Dalam buku ini Gus Mus bertutur:
Pada bulan yang penuh ampunan tersebut, kesempatan terbuka begitu luas bagi kita untuk melihat lebih jeli kepada diri kita sendiri. Kita dapat melihat diri kita seutuh mungkin sebagai manusia. Hal ini dirasa penting, karena satu dan lain hal dapat kita manfaatkan untuk menguji sejauh mana kita mengenali diri kita sendiri (hlm. 13).
Sebagai puncaknya nanti, buah yang akan kita petik adalah mengenal Allah. Bagaimana kita mengenal Allah, sementara kita tidak mengenal diri sendiri?
Man 'arafa nafsahu, 'arafa Rabbahu.
Artinya: "Barangsiapa yang mengenal dirinya, akan mengenal Tuhannya."
Beliau juga mengutip ungkapan Hujjatul Islam, Imam al-Ghazali, yang mengatakan bahwa diri manusia ibarat kerajaan. Hati nurani sebagai rajanya. Akal pikiran sebagai perdana menterinya. Sementara indera dan anggota tubuh yang lain sebagai aparat pembantu yang harus patuh dan tunduk kepada raja.
Sebagai raja, hati nurani seharusnya selalu bermusayawarah dengan perdana menterinya, akal pikiran. Dan perdana menteri yang baik tidak bertindak sendiri tanpa kewenangan dari sang raja.
Oleh karena itu, di bulan Ramadan ini kita patut mengoreksi diri kita sendiri. Sudahkah hati nurani berperan sebagai raja yang sesungguhnya? Sudahkah akal pikiran mengetahui kedudukan dan batasan wewenangnya?