Memuliakan kedua orangtua adalah sebuah kewajiban bagi setiap anak. Ayah dan ibu, mereka adalah sosok yang berjasa besar bagi kehidupan ini. Mereka telah merawat, mendidik, dan membesarkan anak-anaknya hingga akhirnya memiliki kehidupan sendiri bersama pasangan hidup masing-masing.
Mendurhakai orangtua adalah hal yang seharusnya selalu kita jauhi. Jangan sampai kehidupan kita menjadi tidak berkah dan penuh dengan penderitaan gara-gara perlakukan buruk (durhaka) kita kepada ayah dan ibu kita.
Ada sebuah kisah menarik yang saya temukan dalam buku berjudul “Smokol” terbitan Kompas, cetakan ketiga (2010). Buku ini berisi kumpulan cerpen pilihan Kompas sepanjang tahun 2008 silam.
Salah satu cerpen menarik dan menyentuh hati yang akan saya bahas di sini berjudul “Senja di Pelupuk Mata” karya Ni Komang Ariani. Berkisah tentang sepasang orangtua yang di masa tuanya ditinggalkan oleh ketiga anaknya.
Setelah ketiga anaknya dewasa dan menikah dengan pasangan masing-masing, mereka seolah lupa dengan keberadaan kedua orangtuanya. Orangtua yang semakin hari semakin renta dan masih membutuhkan dana yang cukup untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Berikut ini petikan ceritanya:
Sebenarnya aku menyukai semua menantuku, yang selalu hormat dan bersikap baik padaku. Namun, tetap saja tidak mengurangi rasa sunyi yang tiba-tiba hadir. Besok, rumah ini akan jauh lebih lengang. Kamu, aku dan suamiku, hanya akan tinggal berdua saja.
Anak-anakku telah pergi dengan langkah-langkah panjang dan pandangan mata lurus. Mereka menjauh tanpa niat pun menoleh. Tak lebih tak kurang dengan yang kulakukan dulu. Masa depan bagi mereka adalah sejuta harapan dan cita-cita. Sementara masa belakang bagi mereka hanya ketuaan dan kesia-siaan. Dan pada masa itulah kini aku berada.
Dari cerpen yang ditulis dengan sangat apik dan mengharukan oleh Ni Komang Ariani tersebut, saya dapat memetik pesan berharga tentang pentingnya bagi setiap orang untuk selalu memuliakan kedua orangtuanya.
BACA JUGA: Ulasan Novel 'Ze, Pengantin Koboi', Kisah Perempuan yang Galau Soal Jodoh
Cara memuliakan orangtua tentu beragam, misalnya dengan rajin mengunjungi mereka, menyisihkan sebagian uang kita untuk membantu kehidupan di masa tuanya, dan sebagainya.
Tentu masih banyak cerpen yang layak disimak dalam buku ini. Misalnya cerpen berjudul “Smokol” karya Nukila Amal. Cerpen ini berkisah tentang tokoh utama bernama Batara yang memiliki kebiasaan mengadakan smokol bersama teman-temannya setiap sebulan sekali atau bahkan dua kali, tergantung ilham yang didapatnya dari kunjungan sesekali Peri Smokol. Smokol adalah makan tanggung di antara sarapan pagi dan makan siang.
Pada saat smokol inilah, Batara tampil dalam kebesaran dan kemegahan kuasa kedewaannya. Tak hanya seperti dewa koki, ia juga menjelma seorang oma bawel bercelemek yang repot betul dengan berbagai-bagai masakan yang telah dipersiapkannya sedari pagi secara teliti, murah hati, dan penuh cinta kasih (Smokol, hlm. 3).
Dari cerpen Smokol tersebut setidaknya saya dapat memetik dua hikmah. Pertama, bahwa makanan dan minuman apa pun, selama itu halal dan kita tidak ada pantangan terhadapnya, boleh-boleh saja kita konsumi, yang penting tidak berlebihan. Menghindari makanan atau minuman yang sebenarnya sangat boleh kita makan dengan alasan diet, misalnya, hanyalah sebuah penyiksaan terhadap diri sendiri.
Hikmah kedua, jangan sampai kita memiliki kebiasaan hidup mewah (termasuk kebiasaan makan dan minum dengan harga mahal) sementara banyak orang di luar sana yang menderita kelaparan. Mestinya, kita memiliki kepedulian terhadap orang-orang yang kehidupannya di bawah kita, dengan cara, misalnya membantu mereka.
Menurut saya, buku yang ditulis oleh para penulis dari beragam latar belakang dan karakter ini sangat layak dijadikan sebagai salah satu bacaan bermutu bagi Anda.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS