Ketika membaca judul dari buku ini untuk pertama kalinya, saya pikir isinya adalah tulisan motivasi ala-ala. Meskipun sempat terkecoh di awal, tapi saya bersyukur telah dipertemukan dan berkesempatan membaca buku ini. Karena ternyata isinya lebih daripada sekedar motivasi semata.
Kami (Bukan) Sarjana Kertas ditulis oleh J.S Khairen dan terbit pertama kali pada tahun 2019. Buku ini merupakan bagian dari seri novel Kami (Bukan) yang dibuat oleh penulis yang sama. Buku ini berjumlah sekitar 366 halaman, dan setiap bab dilengkapi dengan quotes menarik dari penulis.
Sementara itu setiap konflik yang dialami oleh para tokoh dipaparkan dengan sangat jelas oleh penulis. Meskipun masalahnya sangat komplek, namun pembaca bisa cepat paham karena hal yang terjadi sangat relate dengan cerita kehidupan saat ini.
Selama membaca buku ini, saya disuguhkan dengan cerita perjuangan sekelompok mahasiswa dari universitas swasta bernama kampus UDEL. Kampus yang hampir tak dikenal orang dan selama ini jauh dari kata berprestasi.
Keenam mahasiswa yang menjadi tokoh utama dalam cerita ini adalah Ogi, Ranjau, Gala, Arko, Juwisa, dan Sania. Mereka berenam memiliki latar belakang kehidupan yang sangat berbeda. Namun satu hal yang membuat mereka sama, yaitu sama-sama memiliki mimpi besar yang ingin segera diwujudkan.
Namun ketika bergelut dengan lika-liku dunia perkuliahan, keadaan memaksa mereka untuk berani bertarung dengan masalah kehidupan yang tak ada habisnya. Tak jarang harapan dan impian mereka harus dipatahkan berkali-kali oleh realita yang tak sesuai dengan rencana.
Namun diantara banyaknya hal buruk yang terjadi, kehadiran sosok Bu Lira yang merupakan dosen konseling dari Ogi, Ranjau, Arko, Juwisa, dan Sania menjadi angin segar. Mereka berlima memang satu jurusan. Kalau Gala jurusan apa? Cari tahu sendiri, ya.
BACA JUGA: Profil Pelajar Pancasila serta Ciri-cirinya Secara Gamblang
Karakter Bu Lira sangat cerdas, kuat, tegas, dan berprinsip. Cara Bu Lira ketika mengajar memang sedikit nyeleneh, tapi penuh filosofi. Hal inilah yang membuat sosoknya menjadi panutan bagi para mahasiswanya ketika mereka mulai kehilangan arah untuk menghadapi kenyataan hidup.
Yang paling saya salut dari hubungan keenam mahasiswa UDEL ini adalah bagaimana usaha mereka untuk saling menguatkan ketika salah satunya sedang terpuruk. Selain itu, mereka ternyata tengah menjalankan peran yaitu sebagai penjaga mimpi untuk satu sama lain.
Meskipun jalannya terjal dan harus berbelok-belok, tapi Ogi dan kawan-kawannya terus berusaha, karena mereka percaya bahwa tidak akan ada tantangan yang tidak bisa ditaklukkan di dunia ini.
Pesan penting yang saya dapatkan ketika selesai membaca buku ini adalah, jika kita ingin meraih impian maka jangan lupa untuk selalu berada dalam lingkungan yang menghargai dan mendukung kita mewujudkan mimpi tersebut.
Saya merekomendasikan buku ini untuk kalian yang mulai ragu dengan eksistensi dari mimpi yang selama ini kalian usahakan. Saya harap setelah membaca buku ini, kalian bisa menemukan mimpi kecil itu dan mewujudkannya di waktu yang tepat.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS