Baru-baru ini, media sosial dihebohkan dengan pernyataan politikus PSI Ade Armando yang menyebut Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebagai perwujudan dinasti politik sesungguhnya. Pernyataan tersebut menuai pro dan kontra dari berbagai kalangan, termasuk warga masyarakat DIY sendiri.
Lantas, benarkah DIY merupakan perwujudan dinasti politik? Jika demikian, bagaimana sejarahnya?
Sejarah Keistimewaan Yogyakarta
Menyadur dari Dikpora.jogjaprov.go.id, keistimewaan DIY merupakan warisan sejarah yang telah ada sejak zaman Kerajaan Mataram Islam.
Pada masa itu, Yogyakarta merupakan salah satu pusat pemerintahan kerajaan. Setelah runtuhnya Kerajaan Mataram Islam pada tahun 1755, Yogyakarta dan Surakarta menjadi dua kerajaan yang berdiri sendiri.
Pada tahun 1945, Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Namun, Yogyakarta dan Surakarta masih menjadi kerajaan yang berdaulat. Hal ini diakui oleh pemerintah Indonesia melalui Perjanjian Linggarjati pada tahun 1947.
Pada tahun 1950, Yogyakarta dan Surakarta bergabung dengan Republik Indonesia. Namun, keistimewaan kedua kerajaan tersebut tetap diakui oleh pemerintah. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar 1945, khususnya pada Pasal 18.
Pada tahun 1958, pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta. Undang-undang tersebut mengatur secara lebih detail mengenai keistimewaan Yogyakarta.
Menurut penjelasan Kundha Kabudayaan (Dinas Kebudayaan) Budaya.jogjaprov.go.id, Keistimewaan Yogyakarta meliputi berbagai bidang, seperti pemerintahan, peradilan, dan keuangan.
Dalam bidang pemerintahan, misalnya, Gubernur DIY harus dijabat oleh seorang sultan. Sementara itu, dalam bidang peradilan, Yogyakarta memiliki pengadilan sendiri yang disebut Pengadilan Tinggi Agama Yogyakarta.
Polemik Tuduhan Dinasti Politik
Pernyataan Ade Armando yang menyebut DIY sebagai perwujudan dinasti politik menuai berbagai tanggapan. Sebagian orang setuju dengan pernyataan tersebut, sementara sebagian lain tidak setuju.
Mereka yang setuju dengan pernyataan tersebut berpendapat bahwa sistem pemerintahan di DIY yang menetapkan Gubernur DIY harus dijabat oleh seorang sultan merupakan bentuk dinasti politik. Mereka menilai bahwa hal ini tidak sesuai dengan prinsip demokrasi.
Sementara itu, mereka yang tidak setuju dengan pernyataan tersebut berpendapat bahwa sistem pemerintahan di DIY merupakan warisan sejarah yang telah ada sejak zaman Kerajaan Mataram Islam. Mereka menilai bahwa hal ini tidak perlu dipermasalahkan.
Sebenarnya, sulit untuk mengatakan secara pasti apakah DIY merupakan perwujudan dinasti politik atau bukan. Hal ini karena ada berbagai faktor yang perlu dipertimbangkan, seperti sejarah, budaya, dan politik.
Namun, satu hal yang pasti adalah bahwa sistem pemerintahan di DIY merupakan sesuatu yang unik dan berbeda dari daerah lain di Indonesia. Sistem pemerintahan ini telah ada sejak zaman Kerajaan Mataram Islam dan telah diakui oleh pemerintah Indonesia.