Review Film 'Inshallah A Boy', Peraih Segudang Penghargaan Prestisius

Hayuning Ratri Hapsari | Athar Farha
Review Film 'Inshallah A Boy', Peraih Segudang Penghargaan Prestisius
Film 'Inshallah a Boy' (IMDb)

"Inshallah a Boy", sebuah film yang menyoroti isu-isu sosial, seperti ketidaksetaraan gender dan hukum waris patriarkal. Disutradarai oleh Amjad Al Rasheed, film ini sudah tayang di bioskop Indonesia (tertentu) sejak 20 Maret. 

"Inshallah a Boy" telah meraih sejumlah penghargaan prestisius: di Festival Film Cannes, film ini memenangkan Gan Foundation Award dan Rail d'Or Award untuk kategori Best Feature Film.

Pada Camerimage Film Festival, sutradara Amjad Al Rasheed diakui dengan Director’s Debut Award, menegaskan bakat dan inovasinya dalam penyutradaraan.

Penghargaan Best Actress di Thessalonki International Film Festival, Yunani, menjadi bukti kehebatan akting Mouna Hawa dalam peran utama sebagai Nawal.

Sementara di Golden Rooster Awards, Mouna Hawa juga meraih penghargaan Best Actress. Di Asia Pacific Awards, film ini menerima penghargaan Best Performance, itu berarti, diakuinya keunggulan artistik dari seluruh pemain. 

Dalam kepenulisan skenario, Mystic Film Festival memberikan penghargaan Best Screenplay for a Narrative Feature. Di Rotterdam Arab Film Festival, Mouna Hawa kembali menyita perhatian dengan memenangkan penghargaan Best Actress, dan penghargaan terakhir, Women’s Jury Award dan Grand Jury Award di ajang Paysages de Cineastes Festival.

Cerita film ini berpusat pada Nawal, seorang janda yang berjuang untuk melawan ketidakadilan yang dihadapinya setelah kematian mendadak suaminya.

Di Yordania, di mana hukum waris masih diatur oleh norma-norma patriarkal yang kuat, Nawal menemukan dirinya dalam situasi yang sulit.

Meskipun telah membayar rumahnya sendiri, hukum menentukan bahwa harta waris sebagian besar akan dikuasai oleh keluarga suaminya karena Nawal nggak memiliki seorang anak laki-laki.

Dalam upaya untuk melindungi dirinya dan putrinya dari eksploitasi ini, Nawal memutuskan untuk berpura-pura hamil seorang anak laki-laki. Asli, menarik banget. 

Review Film 'Inshallah A Boy'

Dalam film "Inshallah a Boy", aku mau bahas kesetaraan gender, hukum waris, dan hubungan gender, yang menjadi tema utama yang diperdebatkan sepanjang film berlangsung.

Film ini menggambarkan dengan jelas dampak dari hukum waris patriarkal terhadap kehidupan seorang perempuan, Nawal, yang harus berjuang untuk mempertahankan hak-haknya setelah kematian suaminya.

Dalam konteks hukum waris, Nawal menemukan dirinya terjebak dalam situasi yang nggak adil, harta warisnya, termasuk rumah yang telah dia bayar sendiri, diambil alih oleh keluarga suaminya karena dia nggak memiliki anak laki-laki.

Hal ini mencerminkan realitas yang masih terjadi bahwa perempuan sering kali diberikan bagian yang lebih kecil atau diabaikan sama sekali dalam pewarisan harta keluarga hanya karena jenis kelamin mereka.

Film ini dengan kuat menyuarakan kebutuhan akan reformasi hukum waris untuk menciptakan kesetaraan gender yang lebih besar dalam hal warisan.

Selain itu, film ini juga menggambarkan dinamika hubungan gender yang rumit. Nawal, sebagai perempuan yang terpinggirkan oleh hukum dan norma sosial, harus mengambil langkah ekstrem dengan berpura-pura hamil seorang anak laki-laki untuk melindungi dirinya dan putrinya.

Tindakan ini menyoroti tekanan yang dialami perempuan dalam masyarakat yang menganut norma patriarkal, nilai dan kepentingan mereka sering kali diabaikan atau dikompromikan.

Namun, meskipun menghadapi tekanan dan ketidakadilan, Nawal menunjukkan keteguhan dan keberanian dalam memperjuangkan hak-haknya. Ini merupakan perwakilan dari kekuatan perempuan yang bertahan dan mengambil peran aktif dalam mengubah realitas mereka. 

Dengan menggambarkan kompleksitas dalam isu-isu ini, "Inshallah a Boy" mengajak penonton untuk merenungkan dan mengkritisi norma-norma sosial yang telah tertanam dalam budaya (yang ada dalam film). 

Nah, dari teknisnya, aku suka akting Mouna Hawa. Dia ngasih penampilan yang kuat sebagai Nawal, bisa menggambarkan keputusasaan, keteguhan, dan kekuatan dalam karakternya. Sementara itu, Sutradara Amjad Al Rasheed secara cermat membangun atmosfer yang sarat emosi.

Kerennya lagi, nggak ada karakter yang sepenuhnya baik atau buruk; setiap karakter memiliki latar belakang dan motivasi mereka sendiri.

Film ini juga berhasil menggambarkan konflik internal yang dialami Nawal saat dia terlibat dalam penipuan (pura-pura hamil anak laki-laki). Ini menambah kedalaman pada karakternya. 

Jadi, secara objektif, menurutku ini film sangat layak ditonton. Skor dariku: 8,5/10. Buruan nonton sebelum turun layar, ya. 

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak