Saat Persahabatan, Cinta, Bersatu di Lapangan Tenis dalam Film Challengers

Hikmawan Firdaus | Athar Farha
Saat Persahabatan, Cinta, Bersatu di Lapangan Tenis dalam Film Challengers
Foto Film Challengers (IMDb)

Film terbaru, "Challengers", seperti angin segar buat penonton yang agak jenuh dengan film horor. Ya, lagi tayang di bioskop-bioskop Tanah Air sejak 26 April, dengan bintang-bintang ternama: Zendaya, Mike Faist, dan Josh O'Connor. Film ini disutradarai oleh Luca Guadagnino, yang dulunya pernah bikin film "Call Me By Your Name".

Filmnya mengisahkan perjalanan tiga karakter utama: Tashi Duncan (Zendaya) , Patrick Zweig (Josh O’Connor), dan Art Donaldson (Mike Faist). Patrick dan Art adalah sahabat sejak kecil, terikat oleh kesukaan mereka pada tenis. Patrick dan Art nggak hanya bermain bersama sebagai pasangan ganda putra, tetapi juga tinggal bersama di asrama SMA.

Suatu ketika, Patrick dan Art bertemu dengan Tashi Duncan, atlet tenis, di Junior Open 2006. Tashi rupanya bikin Patrick dan Art terpana. Ketiganya akhirnya saling mengenal dan hubungan mereka bertiga akhirnya diuji oleh jarak; Patrick memilih jadi atlet profesional, sementara Tashi dan Art memilih kuliah di Stanford University.

Singkat cerita, Tashi menikah dengan Art. Tashi juga sudah mengakhiri karirnya karena mengalami cedera parah. Sementara itu, Art, yang pernah jadi atlet pun, kembali mencoba mengembalikan kepercayaan dirinya dibantu oleh Tashi untuk tanding di turnamen tenis kelas bawah.

Di turnamen itu, Tashi dan Art malah bertemu dengan Patrick. Pertemuan kali ini menguji kembali hubungan yang terjalin di masa lalu, lalu memunculkan konflik dan pertanyaan tentang masa depan mereka.

Ulasan:

Pesona film ini nggak hanya terletak pada penampilan bintangnya, tetapi juga dalam penggarapan cerita yang kuat. Melalui penulisan di tangan Justin Kuritzkes, alurnya cukup asyik diikuti. Sementara itu, cerita cinta yang rumit antara Tashi, Art, dan Patrick, menjadi pusat dari konflik, yang bikin aku betah duduk berlama-lama. Dan scene pertandingan tenisnya sangat mendebarkan. 

Ketiga bintang utama, berakting sangat meyakinkan. Namun, yang membuat "Challengers" berhasil adalah hasil dari arahan Luca Guadagnino. Dengan gaya visual khas dan pilihan musik yang bagus-bagus, sang sutradara berhasil menciptakan film, yang biarpun salah satu scene dibubuhi adegan panas, tapi nggak bisa dipungkiri alurnya cukup menggigit, apalagi pas pertandingan. 

Omong-omong terkait kehadiran adegan atau scene yang bersifat sensitif atau eksplisit. Penting untuk kamu ingat, ya, bahwa penggunaan adegan semacam itu, biasanya memang dari narasi yang disajikan oleh si pembuat film. Yang bertujuan untuk, dalam beberapa hal misalnya; untuk menggambarkan karakter kayak gimana, bisa juga untuk memperkuat tema, atau menyoroti aspek-aspek tertentu dari potongan romansanya. 

Nah, pada "Challengers", mungkin adanya adegan ‘panas itu’ menjadi bagian dari upaya untuk mengeksplorasi hubungan antara tiga karakter utama, atau sebagai bagian dari representasi realistis dari kehidupan mereka. Meskipun adegan-adegan semacam itu dapat menimbulkan reaksi yang beragam dari penonton. Begitulah, biasanya ini semacam keputusan kreatif dari tim produksi.

Buatku yang kadang-kadang suka geli sendiri nonton adegan panas dalam film, kebanyakan pasti aku komentari, jika adegan itu nggak perlu-perlu banget. Ya, penting bagi para pembuat film untuk memperlakukan subjek ini dengan sensitivitas dan pertimbangan yang matang. Dan kalau bisa, ratingnya benar-benar diperhatikan dan kasih peringatan kepada calon penonton (Jaga-jaga kali saja ada yang bawa bocil).

Okelah kalau begitu, menurutku, "Challengers" itu bagus dan nggak rugi waktu ataupun duit kalau nonton film ini. Skor dariku:7,5/10. 

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak