Masih ingat sosok pria berkepala plontos yang kerapkali menjadi notulen pada program televisi Indonesia Lawak Klub (ILK) di Trans 7? Ya, ia adalah Maman Suherman atau yang akrab disapa Kang Maman.
Kang Maman inilah yang menuangkan kisah atau kenangan bersama sosok bapak ke dalam bukunya yang berjudul Bapakku Indonesia.
Buku dengan tebal 151 halaman ini, terdiri dari 25 bab yang memuat kisah pendek tentang sosok seorang Bapak, panutan keluarga Kang Maman.
Membaca buku ini, seperti mendengarkan seorang kawan yang menceritakan bapaknya yang sangat dikagumi oleh si anak dan menyisakan kesan yang mendalam pada hidupnya.
Terdapat kisah bahagia seperti saat Kang Maman diarak keliling kampung saat menang lomba cerdas cermat. Ada juga kisah tentang Kang Maman dan adiknya yang hampir meninggal saat usia mereka masih kecil.
Kisah Kang Maman yang hampir meninggal ini gara-gara penyakit typus yang menderanya. Itu pun sebab ia antre menonton televisi sambil berdiri. Lalu dilarikan ke Rumah Sakit Pelamonia.
Saat Kang Maman sakit, ia pernah bahkan sering mendengar bapaknya berdoa, "Kalau harus dipanggil duluan, jangan anakku, ya Allah. Saya saja. Sembuhkan dan sehatkan kembali anakku."
Cukup lama Kang Maman dirawat. Bahkan sempat dinyatakan meninggal, namun cinta dan keajaiban, membawa Kang Maman hidup kembali. Hidup hingga sekarang menjadi sosok Kang Maman yang kita kenal.
Sementara adik Kang Maman, Iwan, yang waktu itu belum genap berusia 3 tahun, suatu ketika berjalan-jalan bersama adik Kang Maman yang lain, Dadang yang berumur 6 tahun. Keduanya lalu melewati sebuah sumur tanpa pembatas pinggiran.
Dadang iseng menimba air dari sumur yang hanya berupa tanah berlubang itu. Dan Iwan juga ingin mencobanya. Namun, bukan berhasil menimba, Iwan justru terpelanting dan tercebur masuk ke dalam sumur.
Karena kaget adiknya masuk sumur, Dadang berlari-lari mencari bapaknya, dan menunjuk-nunjuk ke arah sumur. Tanpa pikir panjang, tanpa tahu anak siapa, sang bapak langsung loncat masuk ke sumur yang kurang-lebih sedalam 3 meter. Bapak Kang Maman akhirnya berhasil menolong anak yang tercebur itu, dan berusaha membopong ke atas kepalanya.
Begitu tahu anak yang ditolongnya itu adalah anaknya sendiri dan sudah tidak bergerak, sang bapak pun lemas dan tidak berdaya untuk memanjat naik ke atas sumur. Akhirnya, beberapa anak buah bapaknya Kang Maman ikut turun ke sumur, dan usaha mereka berhasil.
Sesampainya di atas, sang bapak masih lemas karena melihat Iwan sudah tidak bergerak. Seorang anak buahnya lantas mengangkat badan Iwan dengan kaki di atas, kepala di bawah. Air deras keluar dari mulut dan hidung Iwan.
"Ma, lapar...," begitu kalimat yang keluar dari mulut Iwan setelah batuknya reda.
Bapak Kang Maman yang sudah lemas, mendadak kembali bangkit energinya, dan segera memeluk erat tubuh Iwan.
Selain itu, buku ini sangat cocok dengan momen Agustusan. Di bagian awal buku ini, Kang Maman membukanya dengan tajuk Tidak Bhinneka, Bukan Indonesia. Ia meluapkan kebanggaannya menjadi warga negara Indonesia. Terbukti, saat ia merasakan lapar di perjalanan, warga Indonesia mengulurkan tangan membantunya terlepas dari lapar.
Semua mereka lakukan tanpa repot bertanya siapa namanya, dari mana berasal, merah atau birukah benderanya. Mereka satu dan dipersatukan oleh aksara. Aksara yang membentuk kata, kalimat dan mewujud dalam sumpah pemuda. Satu Tanah Air, Satu Bangsa, Satu Bahasa: INDONESIA.
Inilah ulasan terkait buku karya Kang Maman dengan judul Bapakku Indonesia. Pada intinya, buku ini banyak memuat kisah Kang Maman yang belum banyak diketahui publik. Membacanya berulang kali, kita akan semakin menyayangi sosok bapak.
Identitas Buku
Judul: Bapakku Indonesia
Penulis: Maman Suherman (Kang Maman)
Penerbit: Pop (Imprint KPG)
Cetakan: I, April 2018
Tebal: 151 hlm
ISBN: 978-602-424-842-0
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.