Sobat Yoursay, apa yang ada di pikiran kalian kala hujan turun? Merepotkan karena bikin kalian perlu menjadwal ulang rencana bepergian, menyedihkan sebab membuat kalian ingat kenangan patah hati, menyenangkan karena kalian suka aromanya, atau malah biasa saja? Jawabannya tentu bermacam-macam.
Namun, mari sejenak mengilas ke masa kecil kita. Buat saya sendiri, hujan artinya main air. Apalagi dahulu saya tinggal di kota khatulistiwa, di mana air hujan langsung ditampung di gentong besar sebagai sumber air minum. Jadi kalau hujan deras turun saya dan teman-teman amat gembira menyambutnya. Para orang tua kami saat itu tak keberatan kami hujan-hujanan, asalkan tidak berkeliaran jauh dari rumah.
Tentu saja kondisi masa kecil saya dan masa kini berbeda jauh. Banyak saya amati para orang tua zaman sekarang justru melarang anak-anak mereka mandi hujan. Alasan yang sering dipakai adalah khawatir anak-anak menjadi sakit.
Padahal sebagaimana dilansir oleh laman hellosehat, mandi air hujan diketahui dapat memberikan beberapa manfaat positif bagi anak-anak, baik dari segi kesehatan maupun perkembangan anak.
Manfaat tersebut di antaranya: menambah pengetahuan, melatih kemampuan sensorik dan motorik, merangsang kreativitas dan imajinasi, meningkatkan kekebalan tubuh, bahkan mengurangi stress dan rasa cemas.
Oleh karena itu, saya merasa senang sekali saat membaca buku cerita anak berjudul ‘Udan-udanan’ karya Iin Nuraini dan Nai Rinaket, yang diterbitkan oleh Lingkarantarnusa pada Februari 2023 lalu. Buku setebal 23 halaman ini berukuran sebesar majalah, dengan ilustrasi penuh warna. Dari judulnya tentu sobat bisa menduga bahasa yang dipakai di dalam buku. Ya, betul, ini merupakan buku cerita berbahasa Jawa Tengah.
Tak hanya berbahasa Jawa dengan dialek Yogyakarta, ceritanya pun dilengkapi dengan aksara Jawa hanacaraka. Menurut saya ini adalah sebuah upaya idealis untuk mengingatkan anak-anak pada akar budaya dan bahasa daerah. Andaipun terbaca oleh anak-anak dari daerah lain, maka diharapkan dapat menyemai benih toleransi akan keragaman.
Alur ceritanya sendiri mengisahkan tiga bersaudara Galih, Malik, dan Aksa, yang berangkat ke masjid untuk shalat Asar. Ketika mereka hendak pergi langit terlihat mendung tebal. Mereka lalu membekali diri dengan sebuah payung. Sesuai perkiraan, seusai shalat hujan turun amat lebat.
Pada mulanya Galih mencegah adiknya pulang. Sebagai anak sulung, ia khawatir bakal dimarahi oleh ibu apabila nekat pulang dalam kondisi hujan. Di luar dugaan Galih, adik-adiknya membandel dan lari begitu saja menerabas hujan. Tentu saja Galih tak bisa membiarkan mereka begitu saja.
Cerita dan ilustrasinya menyuguhkan kepolosan, dan keceriaan khas anak-anak. Suasana serta situasi pada saat hujan turun pun tergambarkan dengan jenaka. Membuat saya yang membacanya jadi tergugah ingin hujan-hujanan juga.
Buku cerita anak ini cocok dibaca baik oleh anak-anak langsung, maupun dibacakan bersama para orang tua, di waktu luang. Bagi yang tidak mengerti bahasa Jawa, tak perlu cemas. Ada halaman khusus berisi terjemahan cerita, berikut nomor halamannya.
Akhir kata saya ucapkan, selamat membaca, sobat.