Ulasan Film Ayla: The Daughter of War, Cinta Tanpa Syarat di Tengah Medan Perang

Hayuning Ratri Hapsari | Rosetiara Sahara
Ulasan Film Ayla: The Daughter of War, Cinta Tanpa Syarat di Tengah Medan Perang
Ayla: The Daughtet of War (IMDb)

“Ayla: The Daughter of War” adalah film drama Turki-Korea Selatan, yang dirilis pada 2017, berdasarkan kisah nyata mengharukan tentang hubungan antara seorang tentara Turki dan seorang gadis kecil yatim piatu selama Perang Korea.

Disutradarai oleh Can Ulkay, film ini menggambarkan pengorbanan dan ikatan kemanusiaan yang terbentuk di tengah kekejaman perang.

Sinopsis

Ceritanya dimulai pada tahun 1950 ketika Sersan Suleyman Dilbirligi (Ismail Hociouglu),seorang tentara Turki yang tergabung dalam pasukan PBB, yang ditugaskan untuk membantu Korea Selatan.

Tanpa sengaja, Suleyman menemukan seorang gadis kecil (Kim Seol) yang terlantar dan trauma berat setelah kehilangan orang tuanya, di medan perang.

Gadis ini, yang berusia 5 tahun, kemudian diberi nama Ayla oleh Suleyman. "Ayla" sendiri berarti "bulan" dalam bahasa Turki, sesuai dengan keadaan ketika Suleyman menemukannya di bawah sinar bulan.

Tanpa ragu, Suleyman membawa Ayla ke markas pasukan Turki dan merawatnya layaknya putrinya sendiri. Meskipun ada perbedaan bahasa, mereka mengembangkan hubungan yang sangat erat.

Selama 15 bulan, Ayla menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari Suleyman, meskipun mereka tidak bisa berkomunikasi dengan bahasa yang sama.

Suleyman juga selalu melakukan segala upaya untuk melindungi Ayla dari ancaman perang dan memperlakukannya dengan penuh kasih sayang, layaknya ayah pada anaknya.

Namun, ketika tugas militer selesai dan pasukan Turki harus kembali ke negaranya, aturan resmi memaksa Suleyman untuk meninggalkan Ayla di Korea. Terlepas dari berbagai upaya Suleyman untuk membawanya ke Turki, perpisahan tidak dapat dihindari.

Plot film berlanjut dengan memperlihatkan bagaimana perpisahan ini berdampak mendalam pada keduanya. Suleyman kembali ke Turki dengan hati yang hancur, dan Ayla harus tinggal di panti asuhan Korea.

Meskipun hidup terpisah selama beberapa dekade, kenangan mereka satu sama lain tetap hidup. Puluhan tahun kemudian, keduanya akhirnya dipertemukan kembali dalam sebuah momen penuh haru setelah 60 tahun berpisah, berkat bantuan media Korea yang melacak keberadaan Ayla.

Ulasan Film Ayla: The Daughter of War

Film ini begitu menarik, karena alih-alih terjebak dalam klise perang yang penuh aksi dan kekerasan, film ini lebih menggali hubungan emosional antara manusia ditengah situasi yang sulit.

Sutradara Can Ulkay, juga berhasil menyampaikan pesan-pesan emosional yang mendalam. Salah satu pesan yang sangat mengesankan dari film ini adalah bagaimana rasa kemanusiaan tidak memandang ras, suku, atau kepercayaan.

Suleyman memberikan kasih sayang yang tulus pada Ayla dan memperlakukan Ayla seperti anaknya sendiri, meskipun mereka berasal dari ras yang berbeda.

Saya merasa pesan ini sangat relevan, terutama dalam dunia yang sering kali terpecah oleh perbedaan ras, kepercayaan, dan budaya.

Film ini mengingatkan kita bahwa pada dasarnya, kemanusiaan adalah nilai yang kita semua miliki dan kita dapat berbagi, tidak peduli siapa kita atau dari mana kita berasal.

Dari segi akting, Ismail Haciouglu sebagai Suleyman memberikan performa yang solid dan penuh perasaan. Ia berhasil mengekspresikan rasa tanggung jawab dan kasih sayang yang ia miliki terhadap Ayla.

Tidak ada momen yang terasa berlebihan dalam penampilannya, dan setiap tindakan, meskipun kecil, memiliki bobot emosional yang kuat.

Sedangkan Kim Seol yang memerankan Ayla juga memberikan penampilan yang luar biasa, meski dengan dialog yang sangat minim. Ekspresi dan gesturnya mampu menceritakan lebih banyak daripada kata-kata.

Tak bisa dipungkiri, hubungan antara kakter yang mereka mainkan, menjadi inti yang membuat film ini begitu memarik. Kita akan sering melihat bagimana Suleyman melakukan apa pun untuk menjaga Ayla dan membuat Ayla nyaman berada di sisinya, mulai dari mengajarkan bahasa, sampai memperlakukan Ayla selayaknya anaknya sendiri.

Di sisi lain, Ayla perlahan mulai membuka dirinya karena kasih sayang dan perhatian yang dia dapat dari Suleyman. Chemistry mereka berdua benar-benar membuat kita, sebagai penonton, terlarut dalam kisahnya.

Namun, meskipun hubungan mereka sangat emosional dan penuh kasih, film ini juga tidak menghindar dari realitas pahit bahwa Suleyman pada akhirnya tidak dapat membawa Ayla bersamanya.

Keputusan untuk tidak menyajikan akhir bahagia langsung setelah perang berakhir adalah keputusan yang sangat brillian, hal ini menambahkan lapisan kompleksitas pada narasi.

Dari segi visual, film ini juga memberikan gambaran yang cukup akurat mengenai kondisi medan perang Korea pada masa itu, meskipun hampir seluruh narasinya berfokus pada hubungan Ayla dan Suleyman. 

Kesimpulannya, Ayla: The Daughter of War memang layak sekali untuk ditonton. Film ini berhasil menyampaikan pesan yang mendalam tentang pentingnya memelihara rasa empati terhadap sesama, tidak peduli dari mana mereka berasal.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak