Buku Tekukur Hitam Kesayangan Pangeran adalah bagian dari Seri Fabel Nusantara yang berfokus pada kisah-kisah dari berbagai daerah di Indonesia. Kali ini, cerita berpusat pada kisah seekor tekukur hitam, burung peliharaan kesayangan seorang pangeran dari Istana Yogyakarta.
Pangeran sangat mencintai burung ini, namun suatu hari, burung tersebut ditinggal selamanya oleh pangeran. Kisah ini pun berkembang menjadi kisah bernilai kebijaksanaan dan pesan moral, khas cerita rakyat Nusantara.
Suatu hari, Raja mengumumkan bahwa dia akan memilih seekor burung tekukur sebagai hadiah untuk anaknya, sang pangeran yang telah beranjak dewasa. Para burung tekukur mulai kasak-kusuk menebak-nebak siapa gerangan yang akan dipilih oleh Raja.
Sontak mereka sibuk bersolek agar dipilih oleh Raja. Berbeda dengan Tekukur Hitam. Saat semua tekukur heboh, Tekukur Hitam hanya merenung di sudut pohon. Ia merasa minder, bulunya yang hitam kusam tak akan dipilih oleh Raja.
Saat tiba hari pemilihan, para tekukur hadir ke istana. Satu persatu tekukur menunjukkan suara merdunya di hadapan Raja. Namun, Raja akhirnya memilih Tekukur Hitam sebagai hadiah untuk anaknya, sebab ia yang kicauannya paling merdu dibandingkan dengan teman-temannya yang lain.
Tekukur Hitam sangat senang. Ia tak menyangka akan menjadi pemenangnya. Ketika tinggal di istana, Tekukur Hitam ditaruh di dalam sangkar emas yang besar dan luas. Makanannya pun enak-enak. Berupa biji-bijian terbaik dan buah-buahan yang manis dan segar.
Suatu hari teman-temannya berkunjung ke istana, tetapi Tekukur Hitam merasa gengsi untuk menemuinya. Ia menyebut dirinya adalah burung istana, sementara teman-temannya adalah burung-burung liar, bukan burung bangsawan seperti dirinya.
Sejak tinggal di istana, Tekukur Hitam menjadi sombong. Setiap kali teman-temannya berkunjung, ia selalu mencela temannya hingga mereka kembali ke hutan dengan perasaan sedih.
"Itu masa lalu. Sekarang, aku bukanlah bagian dari kalian. Kalian adalah burung-burung liar. Lihatlah, bulu kalian saja kusam dan kotor. Berbeda denganku. Buluku amat bersih dan mengilat." (Halaman 15).
Suatu hari, Pangeran pergi ke pulau seberang untuk melakukan perjanjian perdagangan dengan kerajaan di seberang. Berhari-hari Tekukur Hitam merasa kesepian. Istana sepi. Ia kelaparan. Tempat makan Tekukur Hitam kosong. Orang yang biasa membersihkan kandang dan memberinya makan pun, tak kelihatan.
Ternyata, di hari yang menyedihkan itu tersiar kabar bahwa Pangeran meninggal dunia dalam perjalanan ke pulau seberang. Perahunya dihantam gelombang besar, dan Pangeran tak terselamatkan.
Tekukur Hitam akhirnya dikembalikan ke hutan. Raja tak mau memeliharanya, sebab setiap kali melihat dan mendengar kicauan Tekukur Hitam, Raja menjadi sedih dan teringat kepada Pangeran. Raja memerintahkan pengawal agar Tekukur Hitam dibebaskan kembali ke tempatnya semula.
Di hutan itu, Tekukur Hitam menunduk malu saat bertemu dengan teman-temannya yang ia hina saat menjadi burung istana. Lalu dengan perasaan sedih, ia menceritakannya semua kepada mereka.
"Kalian tidak marah kepadaku? Kalian masih mau berteman denganku? Aku benar-benar minta maaf atas perbuatanku dahulu." (Halaman 30).
Tekukur Hitam bersyukur, sebab ternyata teman-temannya mau memberi maaf untuknya dan masih sayang terhadapnya.
Kisah fabel ini menyadarkan kita bahwa saat kita terbang ke langit, ingatlah suatu saat kita akan kembali ke bumi. Sehingga saat terbang ke langit, kita tidak menyombongkan diri dan merendahkan para makhluk yang ada di bumi. Dengan arti lain, jika kita sedang kaya, janganlah bertindak sombong. Ingat, roda kehidupan ini berputar. Jika saat ini kita berada di atas, sadarlah suatu hari nanti kita akan berada di bawah.
Identitas Buku
Judul: Seri Fabel Nusantara Yogyakarta - Tekukur Hitam Kesayangan Pangeran
Penulis: Dian K.
Ilustrator: Diva Stevina
Penerbit: Bhuana Ilmu Populer
Cetakan: II, 2023
Tebal: 32 Halaman
ISBN: 978-623-04-1357-5