Kisah Cinta Dua Insan yang Tak Terungkap dalam Novel Habibie Ya Nour El Ain

Hikmawan Firdaus | Fathorrozi 🖊️
Kisah Cinta Dua Insan yang Tak Terungkap dalam Novel Habibie Ya Nour El Ain
Buku Novel Habibie Ya Nour El Ain (Doc.Pribadi/Fathorrozi)

Selamat malam, Barra. Namaku Nilam. Aku adalah santri tingkat enam di Pesantren Nurul Ilmi. Kita tadi bertemu di pesantren putri. Kamu bertanya di mana letak kantor pesantren, dan aku menunjuk pesantren putra.

Sebelumnya, maafkan kalau aku tadi kurang sopan. Aku agak terkejut saja. Aku menulis surat ini sebagai permintaan maaf atas ketidaksopanan itu. Semoga pesantren ini menyenangkan bagimu.

Salam,

Nilam

Inilah surat Nilam atas respons pada pertemuan pertama dengan santri baru berambut panjang bernama Barra Sadewa. Surat itu hanya ditulis oleh Nilam dan disimpan, tidak dilayangkan kepada laki-laki yang namanya tertera dalam surat tersebut.

Dan di tempat yang berbeda, di pesantren putra, Barra Sadewa juga menulis surat tentang kesan pertamanya di pesantren dan awal pertemuannya bersama Nilam. Surat itu juga ia simpan sendiri, menjadi koleksi pribadi.

Pada pagi pertama itu banyak hal berkelebat di pikiranku. Dulu, aku berpikir pesantren ini adalah penjara. Tempat aku harus menyesali diri karena suatu hari pernah dengan gagah berani berkata kepada guru agamaku, bahwa aku tidak percaya Tuhan itu ada. Tapi, kemudian aku bertanya sendiri. Sebenarnya yang tidak ada itu Tuhan ataukah aku?

Nilam, aku ingin sekali menyebutmu cantik, tapi aku takut, kata cantik itu tidak cukup menggambarkan rona dirimu. Kamu lebih dari itu. Kamu seperti sebuah dunia tempat hal-hal positif menyatu. Matamu yang cemerlang, tatapanmu yang malu dan sopan, gestur tubuhmu yang menimbulkan rasa hormat dan segan. Kamu seperti bukan dari dunia ini. (Halaman 46).  

Novel Habibie Ya Nour El Ain ini menceritakan kisah Nilam yang merupakan anak bungsu dari Kiai Syarifuddin Aftar yang merupakan pengasuh Pondok Pesantren Nurul Ilmi Padang. Barra Sadewa merupakan santri baru yang sangat nakal di SMA.

Selain itu, Barra juga tidak pernah menjalankan kewajibannya sebagai seorang muslim, yakni salat. Kepada guru agamanya, ia juga mengaku tidak percaya kepada Tuhan. Akhirnya si kepala sekolah mendesak Barra untuk nyantri selama dua minggu di Pesantren Nurul Ilmi. Dengan harapan, Barra akan menjadi pribadi yang lebih baik, mengenal Tuhan, dan mampu mematuhi ajaran Islam.

Saat tiba di Pesantren Nurul Ilmi, Barra tidak mau bahkan melawan ketika pengurus pesantren hendak memotong rambutnya yang gondrong. Ia menepis tangan pengurus yang memegang gunting itu dengan dalih bahwa ia bukan santri, ia hanya belajar sebentar selama dua minggu di pesantren.

Di pondok itu, Barra merasa dihargai, disayangi, dan diterima. Sedikit demi sedikit ia pun berubah. Terlebih di pesantren itu Barra bertemu dengan Nilam, salah satu santri yang merupakan putri pengasuh. Pertemuan yang hanya terjadi beberapa kali tanpa ada pembicaraan panjang, telah membuat keduanya jatuh cinta sedemikian dalam tanpa pernah terungkap satu-sama lain. Bahkan, setelah bertahun-tahun kemudian. Keduanya hanya menulis surat yang tidak pernah terkirim.

Novel ini ditulis dengan sudut pandang Nilam, tetapi sesekali Maya Lestari GF bercerita dari sudut pandang Barra, melalui surat-surat yang ditulisnya untuk Nilam.

Novel yang ditulis dengan tata bahasa yang indah ini dapat menghipnotis para pembaca untuk tidak melewatinya lembar demi lembar. Novel berlatar pesantren ini sungguh nikmat, asyik dan menyenangkan.

Selamat membaca!

Identitas Buku

Judul: Habibie Ya Nour El Ain

Penulis: Maya Lestari GF

Penerbit: DAR! Mizan (Mizan Pustaka)

Cetakan: I, Desember 2016

Tebal: 240 Halaman

ISBN: 978-602-420-298-9

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak