Kisah Perempuan Temukan Bahagia dalam Kesendirian di Film I Am What I Am

Hernawan | Anggia Khofifah P
Kisah Perempuan Temukan Bahagia dalam Kesendirian di Film I Am What I Am
I Am What I Am (IMDb)

Dalam dunia yang dipenuhi ekspektasi tentang cinta, pernikahan, dan kebahagiaan yang harus dicapai dalam suatu rentang usia tertentu, 'I Am What I Am' hadir sebagai angin segar.

Film ini menawarkan perspektif berbeda melalui kisah seorang perempuan yang merasa nyaman dalam kesendiriannya dan menolak tunduk pada tekanan sosial.

Dengan balutan humor yang menggelitik dan sentuhan drama yang subtil, film ini menjadi tontonan slice of life yang layak untuk disaksikan.

Sinopsis: Sebuah Kisah tentang Hidup di Luar Ekspektasi Masyarakat

Disutradarai oleh Shinya Tamada dan ditulis oleh Atsushi Asada, 'I Am What I Am' mengisahkan kehidupan Kasumi Sobata (diperankan oleh Toko Miura), seorang perempuan Jepang yang berusia 30 tahun dan nyaman hidup sendiri.

Berbeda dari kebanyakan orang di sekelilingnya, Kasumi tidak tertarik pada romansa, pernikahan, atau kehidupan yang dipenuhi target ambisius.

Sayangnya, pandangan ini sering kali membuatnya dianggap aneh oleh orang-orang di sekitarnya, termasuk keluarganya sendiri.

Sejak awal film, kita sudah disuguhi realita yang dihadapi Kasumi. Dalam sebuah acara makan malam bersama rekan kerja, para pria yang hadir sibuk bertanya tentang tipe pria ideal dan percintaan.

Kasumi, yang merasa tidak tertarik dengan topik ini, memilih meninggalkan tempat itu dan menikmati semangkuk ramen sendirian.

Tapi bukan hanya rekan kerja, keluarganya juga tidak kalah berisik. Ibunya yang obsesif ingin melihatnya menikah bahkan sampai mengatur perjodohan yang canggung dan memalukan.

Review: Sebuah Perjuangan Melawan Stigma

Ketika menonton film ini, aku langsung bisa merasa relate dengan tekanan sosial yang dialami Kasumi. Apalagi dalam budaya Asia, di mana konsep keluarga dan pernikahan dianggap sebagai sesuatu yang harus dipenuhi dalam kehidupan seseorang.

Film ini menyajikan kritik terhadap norma yang menganggap bahwa setiap orang harus menikah dan memiliki pasangan untuk dianggap 'lengkap'. Bahkan ketika Kasumi dengan tegas menyatakan bahwa dia tidak memiliki ketertarikan seksual atau romantis terhadap siapa pun, orang-orang tetap berusaha 'memperbaiki' dirinya.

Momen yang paling menyakitkan untuk ditonton adalah ketika salah satu kenalan Kasumi jatuh cinta padanya, meskipun dari awal dia sudah menjelaskan bahwa dirinya aseksual dan aromantik.

Alih-alih memahami, orang tersebut justru merasa tertolak secara pribadi dan menganggapnya aneh. Situasi ini mencerminkan realita yang sering dialami oleh mereka yang identitasnya tidak sesuai dengan norma masyarakat.

Persahabatan yang Menguatkan

Di tengah berbagai tekanan yang dialaminya, Kasumi menemukan sedikit kelegaan ketika bertemu kembali dengan teman lamanya, Maho (Atsuko Maeda).

Berbeda dengan Kasumi yang lebih pendiam, Maho adalah mantan aktris film dewasa yang memiliki kepribadian ceria dan pemberani.

Kehadirannya memberi dorongan semangat bagi Kasumi untuk lebih percaya diri dalam menjalani kehidupannya.

Interaksi antara Kasumi dan Maho menjadi salah satu aspek yang paling aku nikmati dalam film ini. Persahabatan mereka terasa begitu tulus dan memberikan warna di tengah tema film yang cenderung serius.

Bersama, mereka berbagi momen bahagia, termasuk saat Kasumi menulis ulang kisah Cinderella dengan versi yang lebih memberdayakan untuk pertunjukan di tempatnya bekerja.

Menghadirkan Representasi yang Jarang Ditemui

Salah satu alasan utama aku merekomendasikan film ini adalah karena keberaniannya dalam mengangkat tema aseksualitas dan aromantisisme, sesuatu yang masih jarang dibahas dalam film-film mainstream.

'I Am What I Am' tidak hanya berusaha menggambarkan realita hidup seorang aseksual atau aromantik, tetapi juga memberikan pemahaman kepada penonton tentang pentingnya menghargai pilihan hidup orang lain.

Selain itu, film ini juga berhasil menampilkan protagonis perempuan yang kuat tanpa harus berteriak lantang atau berkonflik secara agresif.

Kasumi adalah bentuk 'pemberontakan' yang halus tetapi kuat terhadap norma-norma sosial yang menekan individu untuk mengikuti jalan hidup tertentu.

Penutup: Sebuah Film yang Mengajak Kita untuk Menerima Perbedaan

Secara keseluruhan, 'I Am What I Am' adalah film yang menyegarkan, menyentuh, dan membuka wawasan. Dengan alur yang santai dan sinematografi yang indah, film ini menawarkan pengalaman menonton yang reflektif sekaligus menghibur.

Meskipun beberapa bagian terasa agak lambat, terutama bagi mereka yang terbiasa dengan film beralur cepat, namun setiap adegan terasa bermakna dan mengundang empati.

Buat kamu yang pernah merasa berbeda atau merasa tidak cocok dengan ekspektasi sosial yang ada, film ini adalah pengingat bahwa tidak ada satu cara yang benar dalam menjalani hidup.

Bahwa kebahagiaan tidak selalu berarti menikah, punya pasangan, atau mencapai standar kesuksesan yang ditentukan oleh masyarakat.

'I Am What I Am' mengajarkan kita untuk menerima diri sendiri dan menghargai perbedaan tanpa perlu merasa bersalah.

Kalau kamu penasaran dengan kisah lebih lengkapnya, film ini bisa ditonton gratis di JFF Theater, ya!

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak