Pernah nggak Sobat Yoursay merasakan sakit yang tak bisa dijelaskan? Badan bawaannya jompo tiap hari, nyeri sendi, merasa seakan otak dan tubuh enggan diajak bekerja sama buat bangkit? Setelah check up ke dokter, ternyata hasilnya normal.
Lantas, ketika berusaha menjelaskan rasa tidak nyaman dan kelelahan berkepanjangan tersebut ke orang sekitar, mereka dengan entengnya malah menghakimi, "Ah, palingan cuma karena perasaanmu saja". Paling parah kita hanya dianggap banyak alasan, malas, atau sedang mangkir dari tanggung jawab. Padahal sebenarnya situasinya memang lagi tidak baik-baik saja.
Terkait hal tersebut, ada sebuah buku yang membahas tentang fenomena di atas. Yakni buku berjudul 'Mereka Bilang Aku Malas.'
Buku yang ditulis oleh Miranda Malonka dan Hetih Rusli ini membahas tentang penyakit-penyakit tak kasat mata (invisible illness) yang sering kali menjadi gejala dari gangguan mental. Hal tersebut lalu dikorelasikan dengan produktivitas kerja yang sering kali terhambat karena adanya invisible illness tersebut.
Berbicara tentang produktivitas dan rasa lelah, memang dua hal tersebut saling berkaitan. Rasa lelah adalah hal yang wajar dan akan dialami oleh semua orang. Tetapi yang menjadi masalah ketika rasa lelah itu terus menerus hadir.
Kadang rasa lelah diperparah dengan perasaan nyeri dan pusing berulang. Jika sudah begini, ada baiknya seseorang perlu menghubungi profesional agar tahu penyebab dan akar masalahnya.
Bisa jadi kelelahan berulang adalah gejala dari chronic fatigue syndrome (sindrom kelelahan berulang), fibromyalgia, autoimun, gerd, tiroid, lupus, hingga depresi. Semua penyakit ini memiliki ciri khas yang sama berupa kelelahan berkepanjangan.
Selain penyakit di atas, penulis juga menyinggung berbagai stigma negatif yang melekat pada perempuan sebagai pelaku yang rentan mengalami penyakit akibat gangguan hormonal, seperti PMS, baby blues, hingga depresi post partum.
Hal-hal tersebut dibahas lewat narasi dan wawancara mendalam bersama beberapa dokter dan psikiater yang juga pernah menjadi penyintas. Bagi saya, ini bagian yang cukup inspiratif karena dibahas melalui sudut pandang para ahli sekaligus mereka yang juga pernah mengalami hal tersebut.
Ada pula beberapa testimoni beberapa penyintas yang mampu bangkit setelah sebelumnya mengalami beberapa penyakit yang cukup menguras energi mental.
Ini bisa menjadi motivasi bagi pembaca yang mengalami hal serupa. Meskipun keadaan terlihat memburuk, tetapi dengan penanganan yang tepat, seseorang bisa kembali menjalani kehidupan yang lebih baik.
Namun, perlu diingat bahwa buku ini sebenarnya dikemas sebagai panduan untuk penanganan praktis. Bukan berarti dapat dijadikan sebagai acuan untuk self-diagnose terhadap diri sendiri jika mengalami ciri-ciri seperti yang dibahas.
Jika kebetulan mengalami gejala serupa yang dibahas dalam buku, penulis amat menekankan kepada pembaca agar segera mengonsultasikan ke para ahli. Bukan menduga-duga dan malah mendiagnosis diri sendiri.
Bahkan dalam sudut pandang saya sebagai pembaca, buku ini lebih memihak kepada orang-orang yang berada dalam circle terdekat bagi para penyintas. Tujuannya agar kita sebagai keluarga, teman, atau sahabatnya mampu mengambil sikap yang tepat dalam mendukung mereka.
Khususnya untuk menghilangkan stigma negatif terhadap para penyintas yang seakan terlihat kurang produktif. Apalagi jika mengingat bahwa penyakit-penyakit yang dibahas dalam buku ini sering kali tidak terlihat di permukaan. Khususnya mengenai permasalahan mental.
Pemahaman yang baik akan memudahkan kita menjadi kelompok yang supportif, tidak mudah menghakimi, dan menjadi tempat sandaran bagi orang-orang yang butuh pertolongan.
Jadi, bagi Sobat Yoursay yang ingin mengetahui lebih dalam mengenai beberapa gangguan kesehatan yang kerap menghambat produktivitas kerja, Mereka Bilang Aku Malas bisa menjadi salah satu rekomendasi bacaan yang menarik!
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS