Buat kamu yang sudah mengikuti seri Laut Pasang dari awal, novel Lembar Terakhir ini benar-benar jadi penutup yang emosional banget.
Di buku ketiga ini, cerita berfokus pada Apta, karena ia satu-satunya yang tersisa setelah kepergian keluarganya yang lain. Tragedi tsunami yang meluluhlantakkan Banyuwangi bukan cuma mengambil nyawa orang-orang yang ia sayangi, tapi juga mencuri banyak bagian dari dirinya.
Hal yang menarik di Lembar Terakhir adalah bagaimana trauma Apta digambarkan. Kita bakal ketemu lagi sama beberapa tokoh dari buku sebelumnya, tapi kali ini semuanya dilihat dari kacamata Apta yang berubah total.
Dia jadi pemurung, gampang marah, dan jelas terlihat belum selesai dengan lukanya. Kadang, hal-hal kecil saja seperti bau masakan, suara, atau momen tertentu langsung mengembalikan ingatan ke masa-masa ia masih punya keluarga lengkap.
Meskipun Apta terlihat seperti menutup diri, dia tidak benar-benar sendiri. Masih ada Bu Anjani, ibu angkat yang walaupun bukan ibu kandung, kasih sayangnya tulus sekali.
Bu Anjani digambarkan sebagai sosok perempuan kuat yang sabar dan konsisten nemenin Apta, meski sering kali dihadapkan dengan sikap Apta yang dingin dan kadang kasar.
Tapi kasih sayang Bu Anjani tidak goyah. Dia selalu hadir dan menemani Apta, sehingga membuat hubungan emosional mereka menjadi salah satu kisah haru di sini.
Selain itu, hadir juga Kinan, gadis yatim piatu yang bekerja merawat Apta atas permintaan Bu Anjani. Kinan ini unik. Meskipun keras kepala, ia masih punya empati tinggi.
Awalnya canggung, banyak adu argumen, tapi pelan-pelan tumbuh rasa percaya, bahkan keintiman emosional yang memberi Apta alasan baru buat bertahan hidup.
Chemistry mereka ditulis dengan sangat natural dan tidak dipaksakan. Interaksi antara keduanya terasa mengalir apa adanya, tanpa kesan dibuat-buat. Setiap kali mereka muncul bersama dalam satu adegan, selalu ada sentuhan humor ringan yang sukses bikin pembaca tersenyum sendiri.
Ada juga kehadiran teman-teman lama Apta seperti Aryo dan Arimbi. Mereka datang beberapa kali untuk menjenguk Apta, dan kehadiran mereka memberi sedikit warna di tengah gelapnya dunia yang lagi Apta jalani.
Walaupun porsinya nggak banyak, tapi cukup untuk menunjukkan bahwa Apta masih punya tempat di hati orang-orang.
Hal yang bikin novel ini makin kuat adalah gaya narasinya. Lilpidu tahu betul cara merangkai kata-kata yang tidak hanya indah tapi juga mengena.
Perasaan Apta dari rasa marah, kecewa, hampa, sampai perlahan mulai menerima kenyataan ditulis dengan peka dan mendalam. Beban berat yang dirasakan Apta akan terasa oleh pembaca.
Setiap awal bab juga dibuka dengan quotes yang bagus-bagus sekali, alurnya juga rapi banget. Tidak bertele-tele, tapi juga tidak terburu-buru. Setiap bagian memiliki ruang yang pas untuk berkembang.
Emosinya terjaga dengan rapi dan tidak meledak-ledak. Tapi hal itu yang membuat rasa sedihnya semakin terasa. Pelan tapi pasti, novel ini mengajak kita menyelami apa itu kehilangan, dan bagaimana seseorang bisa tetap hidup meski rasanya dunia sudah hancur.
Secara keseluruhan, Lembar Terakhir adalah penutup yang manis sekaligus menyakitkan dari seri Laut Pasang. Buat kalian yang suka cerita emosional yang penuh harapan, buku ini menjadi salah satu bacaan yang wajib banget dibaca.
Apalagi kalau kamu udah baca dua buku sebelumnya, jangan sampai ketinggalan kisah terakhir Apta yang begitu menyayat, tapi juga menyembuhkan. Siapkan tisu, dan mungkin juga pelukan hangat setelah menutup lembar terakhirnya.