Film Mengejar Restu (2025) hadir sebagai salah satu drama keluarga Indonesia yang paling emosional di akhir tahun ini. Disutradarai oleh Puadin Redi dalam debut penyutradaranya yang mengesankan, film ini diproduksi oleh Manara Pictures dan tayang perdana di bioskop Indonesia pada 11 Desember 2025.
Dengan durasi 107 menit, Mengejar Restu sudah tersedia di jaringan bioskop seperti Cinema XXI sejak kemarin, dan tiketnya mulai dijual sejak 6 Desember. Bagi penonton yang mencari cerita yang menyentuh hati tentang cinta, tanggung jawab, dan kekuatan perempuan, film ini wajib ditonton—siapkan tisu, karena air mata hampir pasti mengalir.
Perjuangan Dania Memilih Antara Cinta dan Amanah Pesantren

Cerita film ini berpusat pada Dania (Dhini Aminarti), seorang istri yang hidup dalam harmoni sempurna bersama suaminya, Faiz (Dimas Seto). Pasangan ini, yang kebetulan juga pasangan nyata di kehidupan asli, menggambarkan kebahagiaan rumah tangga yang sederhana namun penuh kasih sayang.
Akan tetapi, segalanya berubah ketika Faiz menerima amanat keluarga besar untuk meneruskan usaha warisan ayahnya. Keputusan ini membawa Dania ke pusaran dilema besar: di satu sisi, ia harus tetap setia pada nilai-nilai tradisi keluarga suami yang kental dengan norma sosial dan agama; di sisi lain, ia harus memperjuangkan kebahagiaan inti keluarganya sendiri, termasuk anak-anak mereka.
Tanpa spoiler, plotnya berkembang menjadi misteri yang perlahan terkuak, di mana setiap rahasia keluarga menjadi ujian bagi ikatan pernikahan mereka. Sutradara Puadin Redi menekankan bahwa film ini "bukan tentang peristiwa, tapi perasaan," dan memang, narasi lebih fokus pada konflik internal daripada aksi dramatis.
Tema utama Mengejar Restu adalah benturan antara cinta individu dan kewajiban kolektif, khas dalam budaya Indonesia yang masih kuat memegang adat keluarga besar.
Film ini mengeksplorasi bagaimana perempuan sering menjadi penopang utama di tengah tekanan patriarki, di mana "restu" dari orang tua atau mertua menjadi simbol persetujuan yang tak tergoyahkan.
Dania bukan sekadar korban; ia digambarkan sebagai figur kuat yang belajar untuk berbicara atas nama dirinya sendiri, meski dengan hati yang hancur.
Elemen agama juga hadir secara halus melalui peran konsultan spiritual, yang menambah lapisan kedalaman tanpa terasa menggurui. Ini membuat film terasa relevan bagi penonton urban yang sering bergulat dengan ekspektasi keluarga versus aspirasi pribadi.
Dibandingkan film drama keluarga sebelumnya seperti Imperfect atau Milly & Mamet, Mengejar Restu lebih introspektif, kurang bergantung pada humor ringan, dan lebih condong ke realisme emosional.
Review Film Mengejar Restu

Secara akting, ensemble cast menjadi salah satu kekuatan terbesar. Dhini Aminarti dan Dimas Seto, sebagai pasangan utama, membawa chemistry autentik yang sulit ditiru. Syuting bareng pasangan nyata ini terasa seperti rahasia sukses: tatapan mereka penuh keintiman, dan adegan konflik terasa mentah, seolah menggali luka pribadi.
Dhini, khususnya, menonjol dengan penampilan yang rentan namun tangguh—ia berhasil menyampaikan rasa frustrasi Dania tanpa berlebihan, membuatku ikut merasakan beban emosionalnya. Dimas Seto, biasanya dikenal di peran romantis, kali ini menunjukkan sisi gelap karakternya dengan nuansa penyesalan yang mendalam.
Citra Kirana sebagai adik ipar Dania menambahkan dinamika segar; perannya yang ambisius tapi peduli menciptakan ketegangan yang alami.
Pemain pendukung seperti Hengki Tornando (sebagai ayah mertua yang otoriter) dan Baby Zelvia (sebagai ibu mertua yang bijak) melengkapi narasi dengan kehadiran karismatik. Anantya Kirana, putri Citra, juga muncul dalam peran kecil yang manis, menambah sentuhan keluarga nyata. Secara keseluruhan, casting bertabur pasangan selebriti ini bukan gimmick, melainkan elemen yang memperkaya kedalaman emosi.
Dari segi sinematografi, Mengejar Restu memanfaatkan lokasi syuting di pedesaan Jawa yang hijau untuk kontras dengan ketegangan indoor. Pengambilan gambar close-up pada wajah karakter menangkap mikroekspresi dengan indah, sementara transisi antar adegan menggunakan fade-out lembut yang mencerminkan alur perasaan.
Soundtrack asli, dengan melodi piano yang melankolis, semakin memperkuat klimaks emosional—terutama di adegan konfrontasi keluarga yang bikin bulu kuduk merinding. Kurasa, ada sedikit kekurangan di pacing: bagian tengah terasa agak lambat, di mana eksplorasi backstory keluarga bisa dipangkas untuk menjaga momentum.
Beberapa dialog juga terasa klise, seperti frasa "restu itu segalanya," yang meski relevan, kurang inovatif. Meski begitu, ini tak mengurangi impact keseluruhan; film ini lebih unggul dalam membangun empati daripada kejutan pada plot.
Mengejar Restu bukan sekadar film keluarga biasa; ini adalah cermin bagi masyarakat Indonesia yang masih bergulat dengan transisi modernitas versus tradisi. Puadin Redi berhasil menyajikan cerita yang relatable, didukung akting prima dan produksi solid, meski dengan sedikit ruang untuk polesan skenario. Bagi pasangan atau keluarga, ini bisa jadi bahan diskusi pasca-tayang. Rating dariku: 8/10. Segera tonton di bioskop terdekat—karena cerita seperti ini lebih kuat di layar lebar, di mana tangis dan tawa terasa lebih nyata.