Berada di dalam kereta sesaat setelah jam pulang kantor bagaikan sebuah pertaruhan mematikan bagi siapa pun. Sebagai budak korporat sekaligus perantau, tentunya aku cukup terlatih menghadapi berbagai situasi dalam perjalanan pulang hampir setiap hari. Namun, walaupun demikian, kadang-kadang aku suka membayangkan skenario gila, misalnya setiap aku hendak turun dari kereta, ketika berdesak-desakan dengan banyak penumpang lainnya, aku ingin berteriak seperti orang aneh atau bertingkah seperti orang yang kesurupan gorila. Tujuannya cuma satu, agar orang-orang secepatnya menyingkir dan aku bisa berjalan dengan lebih leluasa, tanpa harus menghirup berbagai macam aroma.
Begitulah yang sering kupikirkan, bahkan sore ini, ketika aku masih berada di dalam gerbong, masih lama ke tujuan, rencana-rencana semacam itulah yang kerap berlalu-lalang, meskipun sebenarnya belum pernah benar-benar kulakukan.
Akan tetapi, berkat seorang pemuda baik hati yang melihat kakiku sedikit terpincang-pincang, di perjalanan pulang kali ini, aku jadi punya tempat duduk. Melegakan tentunya, sebab agak jarang aku bisa mengalami situasi yang membuat hatiku merasa lebih baik setelah menghabiskan delapan jam bekerja dengan segala macam dramanya. Tidak setiap hari memang, hanya ada hari-hari ketika aku mengalami banyak kemalangan berturut-turut dan sungguh, itu sangat menguji iman dan takwa. Sekali lagi, sore ini, aku bersyukur.
Aku mengelus mata kakiku yang agak perih. Ya, di kantor tadi, aku sedikit mengalami insiden memalukan. Terjatuh akibat tak melihat papan tanda lantai basah. Aku yang sedang membawa beberapa berkas dengan terburu-buru, jatuh terpelanting. Awalnya, sangat malu, tapi berubah menjadi horor tatkala aku sadar soal berkas-berkas yang kubawa juga ikut berjatuhan. Beberapa karyawan lain membantuku, tapi tetap saja, ada beberapa berkas yang jadi basah dan kotor. Setelahnya, aku harus mencetak sebagian berkasnya lagi.
Merasa harus melupakan semua kejadian tersebut, aku mengalihkan pikiran dengan menonton beberapa video pendek di media sosial. Namun, itu tak lama, sebab ponselku sudah menunjukkan tanda-tanda baterai sekarat, dan ternyata memang tinggal lima persen. Oh, ya sudah. Tidak apa-apa. Aku pun mengalihkan pandangan ke arah lain.
Mataku bertemu dengan seorang bapak-bapak yang membawa boneka di dalam paper bag. Aku bisa tahu isinya, karena kepala bonekanya menyembul, alias paper bag-nya kekecilan. Itu adalah boneka Hello Kitty. Ah, aku jadi ingat dulu sekali, bapakku yang bekerja sebagai tukang es, kalau sehabis berjualan, ia akan pulang dengan membawa ciki yang harganya lima ratus perak, dan ada hadiahnya. Hadiahnya gantungan Hello Kitty. Aku jadi membayangkan sebahagia apa anak si bapak ketika menerima hadiah tersebut. Mungkin persis seperti aku dahulu.
Melirik ke arah lain, aku menemukan seorang wanita paruh baya yang membawa kresek berisi beberapa kotak ayam goreng. Aku bisa tahu, karena kresek tersebut berwarna oranye dan menampilkan merek ayam goreng kesukaanku. Tiba-tiba aku jadi lapar dibuatnya. Kira-kira, untuk siapa saja berkotak-kotak ayam goreng itu? Sebuah pertanyaan muncul.
Mungkin keluarganya? Geng arisannya? Atau, untuk tetangga-tetangganya? Entah. Satu yang pasti, ada yang sedang menunggu kedatangan ayam-ayam goreng tersebut.
Selesai kepo dengan urusan orang lain, aku hampir saja tertidur. Entah kenapa perjalanan pulang kali ini terasa begitu lambat. Pengap yang sebelumnya terasa tersamarkan, kini menjadi lebih terasa. Aku tidak bisa benar-benar tidur, meskipun ingin. Dan tepat pada saat itulah, seorang wanita muda di sebelahku tak sengaja menjatuhkan tasnya yang berisi beberapa snack kucing. Tampaknya ada yang lebih mengantuk dariku.
“Maaf, Kak,” katanya. Aku hanya mengangguk. Ia memungut snack-snack kucing yang berserakan, sementara aku dan penumpang yang lain hanya menonton. Percayalah, aku tidak memiliki ketertarikan untuk membantunya dan aku yakin, ia pun merasa maklum untuk itu. Kami semua lelah. Kami semua ingin secepatnya pulang ke rumah. Tak ada waktu untuk membantu seseorang yang sudah seharusnya bisa membantu dirinya sendiri.
Akhirnya, sampai. Aku dan para penumpang keluar dari gerbong. Aku bisa bernapas dengan udara yang lebih melegakan. Namun, saat terus melangkah, aku merasakan hati ini sedikit tersangkut. Sendirian, melewati gang demi gang, kemudian sampai di depan rumah yang kusewa dua tahun belakangan, kupandangi pintunya dengan senyum yang canggung. Tidak ada yang menungguku di sini.
Mungkin aku harus pelihara kucing?
Aku masuk dan hawa dingin yang menenangkan menyambut. Nyaris tak ada suara, kontras sekali dengan suasana belasan menit yang lalu. Saat aku masih berada di dalam kereta.
Aku pergi ke dapur untuk mengambil air minum, lalu berpikir soal memesan ayam goreng. Yang pedas atau yang original, ya? Mana yang lebih enak?
CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Artikel Terkait
-
Putri Sheila Marcia Menang GADIS Sampul 2025, Tudingan Negatif Ramai Muncul
-
Ramai Isu dengan Ridwan Kamil, Aura Kasih Malah Sibuk Urus Perwalian Anak
-
Australia Barat, Destinasi Liburan Keluarga yang Nyaman untuk Semua Generasi
-
Misa Pontifikal Natal di Katedral Jakarta, Keluarga Jadi Pesan Utama
-
3 Langkah Cerdas Menyiapkan Dana Pendidikan Anak
Cerita-fiksi
Terkini
-
4 Moisturizer Jepang Terbaik yang Efektif untuk Melembabkan Kulit
-
Ramai Penonton, Kreator Ragu Rilis Heated Rivalry Season 2 pada 2026
-
Keren! Sunoo ENHYPEN Raih Penghargaan Bergengsi atas Dedikasi Sosialnya
-
Kegigihan Nelayan Pati di Balik Rasa dan Mutu Laut Terbaik
-
Joey Pelupessy Dirumorkan Gabung Persib, Direktur I.League Beri Restu?