Mengutip dari laman Wikipedia, psikosomatik menurut etimologi berasal dari kata psiko atau psyche yang berarti jiwa dan soma yang berarti badan. Jadi psikosomatik ini adalah ilmu yang mempelajari kaitan antara jiwa dan badan manusia. Dengan kata lain, psikosomatik adalah sebuah gangguan fisik yang disebabkan oleh pikiran dan emosi, gangguan ini dapat terjadi pada semua orang tak terbatas usia.
Mengutip dari laman Alodokter, psikosomatik pada umumnya diawali dengan masalah kesehatan mental seperti stres, depresi, dan cemas, jika ketiganya dialami secara berlebihan dapat menyebabkan gangguan psikosomatik. Orang yang mengalami gangguan psikosomatik biasanya mengalami gejala berupa sakit fisik seperti mudah lelah, sakit kepala, jantung berdebar, dan nyeri dada.
Meskipun belum dapat dipastikan namun gangguan fisik tersebut dapat disebabkan karena saat kita merasa stres atau takut yang berlebihan, maka aktivitas listrik saraf otak ke berbagai bagian tubuh meningkat.
Setiap orang mengalami gejala psikosomatik yang berbeda-beda, ada sebagian orang yang saat mengalami mengalami stres atau cemas berlebihan akan merasa sakit pada bagian tubuh tertentu seperti kepala atau dada. Ada pula orang-orang yang mengalami gejala berupa mual atau muntah.
Mengutip dari laman Alodokter, cara menangani gangguan psikosomatik adalah dengan melakukan psikoterapi, terapi ini dapat membantu meredakan rasa cemas atau stres yang berlebihan, mengendalikannya, dan cara menanganinya bila cemas atau stres datang. Caranya dengan mencari tau apa saja yang dapat menyebabkan cemas dan stres tersebut muncul kemudian menghindarinya.
Selain itu juga terdapat jenis obat-obatan yang dapat dikonsumsi untuk mengurangi gejalanya seperti antidepresan, tentunya sebelum mengonsumsi obat ini anda terlebih dahulu harus berkonsultasi dengan dokter. Gangguan psikosomatik memang tidak terlihat seperti penyakit fisik lainnya, namun jika anda atau orang disekitar anda mengalami hal ini, cobalah untuk berkonsultasi dengan psikiater.
Bagaimanapun, gangguan pada psikis juga sama bahayanya dengan penyakit fisik, jika psikis kita sakit maka kondisi fisik juga akan ikut menurun. Hal tersebut dapat memicu penyakit lain atau menurunkan tingkat produktifitas.
Baca Juga
-
Sapu Bersih Kemenangan di MotoGP Qatar 2025, Strategi Marc Marquez Jitu
-
Pecco Bagnaia Sebut 2 Kesalahan di MotoGP Qatar 2025: Tak Boleh Terulang
-
Puncak Klasemen Direbut Sang Kakak Lagi, Alex Marquez Tak Sakit Hati
-
MotoGP Qatar 2025: Jorge Martin Cedera Lagi, Maverick Vinales Kena Penalti
-
Sprint Race MotoGP Qatar 2025: Ujian untuk Pecco Bagnaia
Artikel Terkait
-
Psikis Afghanistan Turun, Timnas Indonesia U-17 Siap Sapu Bersih Grup C?
-
Psikiater Bukan Bertugas Ngasih Kata-Kata Seperti yang Viral di X, Ini Bedanya dengan Psikolog
-
Sedih! Dokter Cerita: Istri Sakit Jantung, Suami Malah Bawa ke Psikiater
-
Lolly Stres dan Gelisah, Psikiater: Vadel Jadi Penopang Mental Anak Nikita Mirzani
-
Dampak Psikis Dipermalukan di Publik: Dialami Penjual Es Teh yang Hadiri Dakwah Gus Miftah
Health
-
Digital Fatigue dan Mental Overload: Saat Notifikasi Jadi Beban Psikologis
-
5 Tips Atasi Lelah setelah Mudik, Biar Energi Balik Secepatnya!
-
Mengenal Metode Mild Stimulation Dalam Program Bayi Tabung, Harapan Baru Bagi Pasangan
-
Kenali Tongue Tie pada Bayi, Tidak Semua Perlu Diinsisi
-
Jangan Sepelekan Cedera Olahraga, Penting untuk Menangani secara Optimal Sejak Dini
Terkini
-
Film Angkara Murka: Bukan Horor Biasa
-
Pesan Stefano Cugurra untuk Wasit Persib vs Bali United, Semoga Bisa Adil!
-
Hailee Steinfeld Akhirnya Kembali Bermusik Lewat Soundtrack Film Sinners
-
Novel The Drowning Woman: Saat Sebuah Pertolongan Menjadi Pengkhianatan
-
Review Anime Zenshu, Potret Industri Animasi Jepang yang Sesungguhnya