Bagi saya pribadi, salah satu hal yang kadang bikin muak saat membaca buku pengembangan diri adalah ketika diterbangkan dengan kata-kata motivasi setinggi langit atau harapan tidak realistis yang digembor-gemborkan penulis.
Meskipun sebagai manusia, kita sesekali memang butuh asupan motivasi. Tapi jika kadarnya terlalu banyak, atau narasinya tidak masuk akal dan bermodal hanya keyakinan serta mimpi besar, rasanya nggak make sense.
Tapi, kali ini saya menemukan buku motivasi yang cukup menarik. Yakni 'The Amazing Winner' karya Erni Julia Kok.
Buku ini sebenarnya membahas tentang cara praktis memenangkan perlombaan apapun dalam kehidupan. Meskipun terdengar klise, tapi penulis berhasil mengemasnya dalam bentuk story-telling yang menarik.
Erni memulainya dengan kisah fabel tentang dunia hewan yang terdapat di sebuah hutan. Yakni kisah tentang lomba maraton yang harus diikuti oleh warga satwa untuk menentukan pemenang.
Lantas pada bagian selanjutnya disambung dengan pembelajaran apa yang bisa dipetik dari kisah yang disajikan.
Bagi saya, di sinilah sisi menariknya karena pendekatan lewat kisah yang disajikan penulis terasa tidak menggurui.
Dari segi konten, sebenarnya buku ini agak mirip dengan judul buku Who Moved My Cheese karya Spencer Johnson. Keduanya sama-sama menggunakan teknik bercerita dengan memanfaatkan kisah fabel untuk memotivasi pembaca.
Kelebihan dari hal seperti ini adalah cerita yang tidak membosankan untuk disimak karena kita selalu dibuat penasaran dengan kelanjutannya.
Meskipun Erni mengangkat kisah perlombaan lari antara kura-kura dan kelinci yang sudah populer, tetapi penulis memberikan beberapa improvisasi untuk menyesuaikan dengan nilai yang ingin dibawakan.
Yakni tentang rahasia agar seseorang dapat menjadi pemenang sejati dalam kehidupan. Jika diibaratkan dengan sebuah perlombaan, setiap orang tentu pernah menghadapi hal ini dalam kehidupannya.
Entah kita menjadi seperti sosok kelinci yang kepedean dengan kemampuan berlarinya, atau menjadi si kura-kura yang awalnya sering insecure.
Memang sih, kura-kura dan kelinci adalah tokoh yang nggak apple to apple untuk disandingkan dalam perlombaan lari. Secara logis, tentu kita akan berpikir bahwa perlombaan semacam itu akan dimenangkan oleh sosok seperti kelinci.
Ibarat kehidupan dan seluruh problematikanya, seringkali kita menganggap bahwa seseorang yang terlahir banyak privilese mampu mengalahkan mereka yang biasa-biasa saja.
Tetapi kisah Rao si kura-kura dan Linci si kelinci memberi kita pelajaran bahwa adanya strategi, rencana, hingga kebaikan akal budi dapat menjadi kekuatan yang besar. Hal itu bahkan bisa mengalahkan bakat yang sering dianggap sebagai faktor penentu utama kesuksesan.
Jika menengok analogi lomba maraton yang digunakan penulis, hidup itu sebenarnya mirip dengan perlombaan ini. Kita semua sedang berlari dalam rute masing-masing. Menempuh perjalanan kehidupan yang amat panjang. Sukses tidaknya kita menjalaninya ditentukan oleh banyak faktor.
Di antara yang dijelaskan oleh penulis dalam bagian kedua buku ini adalah pentingnya menyiapkan diri, menetapkan tujuan, memperbesar keyakinan, punya mental pemenang, jejaring yang luas, memanfaatkan pendelegasian tugas, hingga kecerdasan dalam merespons situasi.
Semua faktor tersebut dimuat dalam kisah perlombaan antara Rao dan Linci yang cukup seru untuk disimak. Kesannya memberi motivasi tanpa disengaja karena pesan moral tersebut bisa dinalar sendiri oleh pembaca setelah menyimak kisahnya.
Penulis cukup memberi penegasan sebagai tanggapan dari isi cerita sekaligus membantu pembaca untuk menyimpulkan pembelajaran yang bisa dipetik.
Nah, jika Sobat Yoursay tertarik untuk membaca buku yang menginspriasi tanpa bersifat menggurui, The Amazing Winner bisa menjadi bacaan yang menarik untuk disimak!
Baca Juga
-
Ironi Kasus Keracunan Massal: Ketika Petinggi Badan Gizi Nasional Bukan Ahlinya
-
Harga Buku Mahal, Literasi Kian Tertinggal: Alasan Pajak Buku Perlu Subsidi
-
Public Speaking yang Gagal, Blunder yang Fatal: Menyoal Lidah Para Pejabat
-
Headline, Hoaks, dan Pengalihan Isu: Potret Demokrasi tanpa Literasi
-
Polemik Bu Ana, Brave Pink, dan Simbol yang Mengalahkan Substansi
Artikel Terkait
-
Ulasan Buku Surat Kecil untuk Ayah, Anak Tak Boleh Membenci Orang Tua
-
Kisah Cinta Lugu Zaman Dulu dalam Novel Jodoh Karya Fahd Pahdepie
-
Sabar Paling Dalam: Buku yang Menenangkan saat Hidup Terasa Berat
-
TBR Menumpuk, Waktu Membaca Tak Cukup: Dilema Setiap Pembaca Buku
-
Buku Everything about Overthinking: Pola Berpikir Berlebih dan Cara Mengatasinya
Ulasan
-
Dari Utas viral, Film Dia Bukan Ibu Buktikan Horor Nggak Lagi Murahan
-
Review The Long Walk: Film Distopia yang Brutal, Suram, dan Emosional
-
Menyikapi Gambaran Orientasi Seksualitas di Ruang Religius dalam Film Wahyu
-
Review Film Janji Senja: Perjuangan Gadis Desa Jadi Prajurit TNI!
-
Review Film Dilanjutkan Salah, Disudahi Perih: Drama Romansa Penuh Dilema
Terkini
-
Rumah Tangga Retak? Sabrina Unfollow Deddy Corbuzier Bikin Curiga
-
Stop Percaya Mitos! Dokter Kulit Bongkar 5 Salah Kaprah Soal Jerawat yang Bikin Makin Parah
-
ID Liputan Dikembalikan, Ekspresi Diana Valencia Jadi Sorotan
-
Pratama Arhan dan Azizah Salsha Resmi Bercerai, Warganet JustruMerayakan
-
Polusi Plastik Mengancam Pesisir, Bagaimana Partisipasi Publik Jadi Solusi?