Teringat kisah masa lalu yang membekas membuat seseorang menjadi emosional terutama saat berada di dalam situasi yang sama. Biasanya pengalaman buruk dalam kehidupan yang sulit dilupakan akan membuat seseorang mengalami kesedihan yang berkepanjangan.
Kesedihan inilah yang kemudian membuat mereka membuat definisi sendiri atas dasar perasaan yang dialaminya. Dengan ekspresi kesedihan, mereka bercerita tentang kejadian dalam kehidupannya kepada sahabat, teman dan rekan kerja seolah sedang berada dalam situasi ketika mengalami kejadian tersebut.
Diskusi terbuka non formal akan terjadi saat tema sudah ditentukan secara spontan. Untuk memberikan frasa tentang kesedihan yang memilukan dan menakutkan, mereka menggunakan istilah trauma secara berlebihan dan tidak tepat sehingga mengurangi nilai pengalaman emosional yang sebenarnya.
Penggunaan istilah trauma dalam pembicaraan kita seringkali tidak bisa menggambarkan respons emosional dalam menjelaskan kejadian traumatis yang sebenarnya terjadi.
BACA JUGA: Wajib Waspada, Ini 5 Dampak Buruk Badan Terlalu Kurus yang Harus Dipahami
Biasanya mereka akan menunjukkan ekspresi menderita atau bahkan sebaliknya ekspresi datar yang tidak kelihatan menderita ketika mendengarkan dan mengucapkan istilah trauma.
Antusias yang tinggi untuk bercerita tentang kejadian yang dianggap traumatis kadang-kadang tidak sesuai dan selaras dengan pengetahuan tentang kesehatan mental.
Pemahaman yang kurang tepat tentang istilah trauma menyebabkan kesulitan dalam memahami gejala dan rekomendasi pengobatan yang tepat dalam menghadapi dan mengatasi trauma. Beberapa orang termasuk kita mungkin memberikan definisi yang tidak tepat bagi istilah trauma.
Tetapi dalam situasi tertentu, menghindari dan memutus sebuah pembicaraan dengan topik hangat dalam sebuah komunitas pasti tidak mudah, bukan sebuah keputusan yang dianggap bijak. Menentukan sikap untuk mengikuti alur pembicaraan dengan diskusi atau sekedar mendengarkan adalah sebuah pilihan.
Bisakah kita meluruskan arah pembicaraan mencapai definisi yang tepat untuk istilah trauma? Bagaimanakah harus memberikan tanggapan ketika ada seseorang atau bahkan kita sendiri mengucapkan istilah trauma secara tidak tepat ?
Menyadur tulisan How to Avoid Policing the Term "Trauma", Amanda Ann Gregory, Psychology Today, 2023, melakukan pendekatan inklusif berikut ini :
BACA JUGA: Jangan Sampai Salah! Begini Cara Mengukur Berat Badan Ideal yang Benar
1. Jangan memberikan koreksi
Untuk mendapatkan respons emosional secara jelas dan lebih terbuka, dengarkan apa yang sedang disampaikan oleh mereka tentang pengalaman traumatis yang dialami. Jangan memberikan kalimat korektif tentang istilah trauma dengan definisi klinis yang membingungkan.
2. Mendengarkan secara aktif
Benar-benar menjadi pendengar tanpa memberikan penilaian dan umpan balik akan menciptakan pengalaman membangun komunikasi dan menunjukkan bahwa kita hadir sepenuhnya.
3. Penasaran
Ajukan pertanyaan lebih banyak untuk menggali informasi dengan tulus, tanpa korektif dan mengawasi. Berhentilah mengajukan pertanyaan jika mereka keberatan untuk menjawabnya.
4. Memberikan validasi
Memberikan penegasan melalui penggunaan frasa yang tepat untuk menunjukkan bahwa emosi dan pengalaman mereka adalah valid dan penting.
5. Ungkapkan kepedulian
Membagikan aspek trauma berdasarkan pengalaman atau respons serupa untuk menciptakan koneksi yang aman, bukan untuk membuat perbandingan.
BACA JUGA: 5 Dampak Negatif Penggunaan Fake Nails, Bisa Sebabkan Infeksi pada Kuku!
6. Ungkapkan terima kasih
Memenuhi definisi klinis trauma atau tidak, mereka telah berbagi cerita. Mereka sudah menganggap bahwa kita dapat dipercaya. Gunakan frasa terbaikmu untuk mengungkapkan rasa terima kasih.
7. Niatkan sebelum memberikan edukasi
Istilah trauma digunakan secara tepat atau tidak tepat, tetapi kita tidak memiliki hak untuk mengawasi istilah tersebut. Gunakan penilaian terbaik kamu jika memutuskan untuk memberikan edukasi sebagai langkah terakhir menutup diskusi.
Itulah sikap dalam menghindari penggunaan istilah trauma.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Kaum Intelektual Kudu Ngerti kalau 'Literasi bukan Sekadar Calistung' Mulu
-
Karakteristik Schadenfreude dalam Psikologi Massa Sound Horeg
-
Tokoh Perempuan di Balik Sukses Ki Hajar Dewantara Pertahankan Taman Siswa
-
Tumbuhkan Jiwa Patriot lewat Pendidikan Karakter Ki Hajar Dewantara
-
Clue Kemandirian Finansial di Balik Terputusnya 'Galak Gampil'
Artikel Terkait
-
2 Anak Korban Pemukulan Raden Indrajana Trauma Hingga Berhenti Sekolah
-
7 Fakta Kamu Memiliki Jiwa yang Tangguh dan Mandiri, Merasakannya?
-
Pernah Alami KDRT, Wulan Guritno Ungkap sang Anak Mengalami Trauma hingga Sekarang
-
MUI Kecam Aksi Pembakaran Al-Qur'an oleh Politisi Swedia Rasmus Paludan
-
Sikap Bunda Corla di Depan Sandiaga Uno Jadi Sorotan: Nggak Sopan!
Health
-
Kopi Bikin Awet Muda? Studi Harvard Buktikan Manfaat Tak Terduga
-
Bukan Sekadar Benci Hari Senin: Menguak Mitos 'Monday Blues'
-
Waspada! Apa yang Kita Makan Hari Ini, Pengaruhi Ingatan Kita 20 Tahun Lagi
-
Rayakan Hari Lari Sedunia: Langkah Kecil untuk Sehat dan Bahagia
-
Ilmuwan Temukan 'Sidik Jari' Makanan Ultra-Proses dalam Darah dan Urin
Terkini
-
Review Anime Jibaku Shounen Hanako-kun, Misteri Tujuh Mitos di Sekolah
-
4 OOTD Keren ala Kang You Seok Buat yang Suka Gaya Low Effort Tapi Stylish!
-
Fuad Sule Ungkap Motif Hijrah ke Liga Indonesia, Persis Solo Pilihan Tepat?
-
Wajib Masuk List! Ayu Watanabe Rilis Manga Baru 'Kokoro, Ai ni Arazu'
-
4 Drama China yang Dibintangi Shen Yujie, Terbaru Coroner's Diary