Scroll untuk membaca artikel
Candra Kartiko | Komarudin Rizaldi
ilustrasi orang gemuk. [Pexels.com/ThatsPhotography]

Sebuah penelitian baru menggunakan pencitraan molekuler dengan 18F-flubatine PET/MRI telah mengungkapkan respons yang berbeda terhadap isyarat makanan di otak individu dengan obesitas dibandingkan dengan individu dengan berat badan normal.

Studi ini tidak hanya menyoroti mekanisme biologis obesitas, tetapi juga membuka pintu bagi pengobatan yang ditargetkan. Temuan ini mengungkapkan bahwa neuroreseptor di otak bisa menjadi target utama untuk perawatan obesitas, membuka peluang pengembangan perawatan obat baru dan intervensi perilaku yang lebih efektif.

BACA JUGA: Jangan Terlalu Banyak, Berikut 3 Efek Mengkonsumsi Daging Berlebihan

Penelitian ini dilakukan menggunakan teknik pencitraan 18F-flubatine PET/MRI pada sekelompok peserta dengan obesitas dan sekelompok peserta dengan berat badan normal. Hasilnya menunjukkan bahwa volume distribusi total 18F-flubatine lebih tinggi di otak peserta obesitas saat melihat foto makanan. Hal ini menandakan bahwa neuroreseptor di otak individu gemuk merespons isyarat makanan dengan cara yang berbeda.

Hasil penelitian ini sangat penting dalam pemahaman tentang obesitas dan menawarkan wawasan berharga tentang kemungkinan intervensi medis potensial. Dalam dunia yang lebih dari satu miliar orang menderita obesitas, epidemi obesitas global telah menjadi tantangan besar bagi sistem perawatan kesehatan di seluruh dunia. Oleh karena itu, penelitian ini memberikan harapan baru dalam pencarian solusi untuk mengatasi masalah ini.

BACA JUGA: 5 Penyebab Badan Terlalu Kurus, Faktor Genetik hingga Gangguan Kesehatan!

Dr. Swen Hesse, seorang ilmuwan klinis dan profesor di Departemen Kedokteran Nuklir di Universitas Leipzig di Leipzig, Jerman, menjelaskan, "Sistem kolinergik otak adalah bidang minat yang unik saat mempelajari obesitas. Perubahan kolinergik dalam penghargaan otak dan jaringan perhatian tampaknya memainkan peran penting dalam cara orang memutuskan makanan apa yang paling diinginkan. Dalam penelitian kami, kami bertujuan untuk mengukur perubahan reseptor asetilkolin nikotinik 42 yang ditemukan dalam sistem kolinergik sebagai respons terhadap isyarat makanan berkalori tinggi,".

Studi ini tidak hanya melibatkan analisis pencitraan, tetapi juga melibatkan penilaian perilaku makan dengan menggunakan skala analog visual dan Three-Factor Eating Questionnaire (TFEQ). Hasilnya menunjukkan bahwa ada perbedaan signifikan dalam total volume distribusi 18F-flubatine saat melihat foto makanan antara peserta dengan obesitas dan kontrol berat badan normal. Peserta dengan obesitas juga menunjukkan korelasi antara distribusi volume total di hipotalamus dan ukuran rasa malu dan nukleus accumbens.

BACA JUGA: Mengulas 5 Manfaat Masker Lumpur untuk Kecantikan Kulit Wajah, Apa Saja?

Prof. Osama Sabri, profesor, direktur, dan ketua Departemen Kedokteran Nuklir di Universitas Leipzig, menyatakan, "Kami mengantisipasi bahwa hasil penelitian kami akan membuka jalan bagi perawatan obat baru dan intervensi perilaku untuk memerangi obesitas secara efektif di seluruh dunia. Selain itu, teknologi pencitraan yang digunakan dalam penelitian ini menjanjikan untuk mengidentifikasi biomarker yang dapat membantu stratifikasi pasien dan memfasilitasi pendekatan pengobatan yang dipersonalisasi dalam waktu dekat,".

Dengan temuan yang menarik ini, penelitian ini memberikan sumbangan besar bagi pengetahuan tentang obesitas dan memberikan harapan bagi pengembangan perawatan yang lebih efektif. Melalui pemahaman yang lebih baik tentang mekanisme biologis obesitas, diharapkan akan tercipta pendekatan pengobatan yang lebih personal dan terarah, sehingga membantu individu yang menderita obesitas untuk mencapai penurunan berat badan yang berkelanjutan dan hidup yang lebih sehat.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Komarudin Rizaldi

Baca Juga