Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | Suhendrik Nur
ilustrasi wanita (Pexels/ἐμμανυελ)

Pernah nggak, tiba-tiba jam dua pagi, mata masih segar, tapi bukan karena kopi_melainkan karena otakmu tiba-tiba rajin banget? Semua yang seharusnya sudah selesai dipikirkan siang tadi malah balik lagi. Mulai dari salah ucap di chat grup, pertanyaan eksistensial tentang hidup, sampai skenario masa depan yang lebih liar dari plot drama Korea.

Tapi, gimana kalau overthinking (OVT) ini bukan musuh, melainkan fenomena yang bisa kita kelola? Bukan untuk bikin kita makin stres, tapi justru buat lebih mengenali diri sendiri. Mari kita lihat dari beberapa sudut pandang yang mungkin belum kamu sadari.

1. OVT sebagai Mesin Waktu: Nostalgia atau Hukuman?

Kamu pernah nggak, tiba-tiba keinget momen bodoh dari lima tahun lalu, terus langsung cringe sendirian? Kayak waktu kamu salah manggil dosen "ayah" di kelas, atau waktu kamu sok asik tapi malah garing.

OVT sering ngajak kita jalan-jalan ke masa lalu, bukan sekadar buat nyesel, tapi buat refleksi. Mungkin saat itu kita ngerasa malu, tapi sekarang kita bisa ketawa. Bisa jadi, momen yang dulu kita anggap aib, sekarang cuma jadi anekdot lucu. Jadi, kalau otak udah mulai muter-muter di timeline lama, coba tanyain ke diri sendiri: “Oke, ini pelajaran apa buatku sekarang?”

2. OVT sebagai Simulator Masa Depan: Persiapan atau Kecemasan?

Ada dua tipe OVT soal masa depan: yang bikin kita jadi lebih siap, dan yang cuma bikin capek sendiri. Misal, kalau kamu lagi overthinking soal wawancara kerja, mungkin itu cara otakmu buat nyiapin diri. Tapi kalau yang dipikirin malah kemungkinan alien tiba-tiba invasi bumi dan bikin semua kerjaan nggak relevan, ya... mungkin itu udah kebablasan.

Boleh sih mikirin kemungkinan terburuk, tapi jangan lupa buat nyiapin solusi juga. Kalau enggak, OVT cuma jadi horror movie yang kita tulis sendiri tanpa ending yang jelas.

3. OVT sebagai Cermin: Siapa Aku di Antara Kekacauan Pikiran Ini?

Kadang OVT bukan soal kejadian, tapi lebih ke pertanyaan eksistensial: Aku ini siapa? Mau jadi apa? Kenapa aku bisa mikirin ini semua?

Di malam yang sepi, kita ketemu sama diri sendiri yang paling jujur. Nggak ada distraksi, nggak ada basa-basi. OVT bisa jadi refleksi, asal kita nggak tenggelam di dalamnya. Kalau udah mulai terlalu berat, mungkin tandanya kita butuh istirahat dari pikiran sendiri sebentar.

4. OVT sebagai Ritual Malam: Siklus atau Kebiasaan?

Kalau diperhatiin, topik overthinking kita biasanya muter di situ-situ aja. Entah itu soal hubungan, pekerjaan, atau mimpi yang belum kesampaian. Bisa jadi ini petunjuk dari alam bawah sadar: Hei, mungkin ini masalah yang harus kamu selesain dulu!

Daripada cuma muter-muter di kepala, coba catat. Bikin jurnal, rekam suara sendiri, atau bahkan jadikan bahan cerita. Siapa tahu, dari OVT yang menyebalkan ini, justru lahir sesuatu yang berarti.

Jadi, OVT Itu Harus Dilawan atau Dikelola?

Orang sering bilang: "Jangan overthinking!" Ya, seakan-akan itu bisa dikontrol kayak volume musik di HP. Faktanya, OVT itu wajar, manusiawi, dan kadang bahkan bermanfaat. Yang penting bukan menghindari, tapi mengelola.

Kalau OVT udah mulai melelahkan, tarik napas, sadari bahwa pikiran itu cuma lewat. Nggak semua yang dipikirin harus ditindaklanjuti. Kadang, yang kita butuhin cuma menerima bahwa beberapa pertanyaan memang nggak butuh jawaban saat ini.

Jadi, kalau nanti malam OVT datang lagi, coba ajak ngobrol baik-baik. Siapa tahu, dia bukan musuh, tapi cuma bagian dari dirimu yang sedang butuh didengar.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Suhendrik Nur