Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Ahmad Zubairi
Sardar Azmoun, penyerang timnas Iran (Instagram.com/sardar_azmound)

Di Grup B Piala Dunia 2022 yang diselenggarakan di Qatar, tak hanya tentang siapa yang menghuni grup tersebut. Lebih dari itu, ada bangku politik yang membara. Semacam pertemuan yang kian mengkristalkan dua kubu untuk kembali berperang dan saling tikam berlumuran darah karena masa lampau yang diterjang dengan kaki kiri yang tidak mulia. Di sana, ada Wales, Iran, Inggris dan Amerika Serikat.

Sekali lagi, di grup ini, tidak hanya menyajikan pertarungan sebagaimana pertempuran di atas lapangan seperti biasanya. Lebih dari itu, selain menjual teknis sepak bola, dari segi memori atau sejarah, juga sangat seksi dan bahkan sangat menarik untuk selalu dibahas walaupun tidak secara keseluruhan. Yakni motif politik.

Iran dan Amerika Serikat yang Politiknya sangat Lengket

Kau pasti paham, yang paling menegangkan adalah Iran kontra Amerika Serikat. Keduanya, punya cerita yang sangat histeris. Sudah berkisar 40 tahun lebih Iran dan Amerika telah mengalami kerenggangan soal politik. Sejak revolusi Iran utamanya, tentu saja sangat tidak terhitung berapa konflik yang terjadi. Dan pastinya, sudah ada ribuan nyawa yang telah melayang sejak revolusi Shah Iran yang menggulingkan presiden Mohammad Reza Pahlevi yang dituding sebagai sosok boneka Amerika Serikat pada 1979 silam. 

Dan benar saja, tuah konflik yang mencekam itu akhirnya berlanjut ke Piala Dunia 1998. Yang kala itu, Prancis sebagai tuan rumah. Di babak penyisihan grup tepatnya, Iran bersua dengan Amerika Serikat. Urusan jabat tangan, terjadi negosiasi yang alot dan menegangkan. Jabat tangan yang dimaksud, adalah sebelum pertandingan dimulai. 

Khamenei, selaku pemimpin tertinggi Iran pada waktu itu, membantah untuk jabat tangan sebelum kickoff. Khamenei memberi instruksi kepada penggawa Iran agar tidak menyalami pemain Amerika Serikat. Tak berhenti di situ, tiket pertandingan sebanyak 40 ribu yang disediakan, 7 ribu di antaranya, panitia pelaksana kecolongan. 7 ribu tiket tadi dibeli oleh kelompok terorisme untuk menonton pertandingan kedua tim, dan untuk menyebarluaskan propaganda politik. 

Ajang Balas Dendam

Pertandingan penyisihan yang tidak sesederhana seperti biasanya, yang menegangkan itu, akhirnya dimenangkan oleh Iran dengan skor 2:1. Tekel-tekel keras tersaji. Walaupun berada di bawah kendali "sportivitas". Iran unggul melalui Hamid Estili melalui tandukannya. Amerika sempat menyamakan kedudukan. Namun, lagi-lagi, Iran mampu merobek gawangnya. Hingga kemenangan akhirnya berpihaklah ke pangkuan Iran. 

Apakah Amerika Serikat akan membalas dendamnya di Qatar nanti? Atau justru Iran yang akan kembali membuat taring-taring Amerika Serikat tak lagi tajam? 

Ahmad Zubairi