Timnas Indonesia U-19 wanita harus kembali merasakan kekalahan telak di ajang Piala AFF U-19. Bertanding di fase empat besar turnamen, Claudia Alexandra Scheunemann dan kolega harus merasakan gelontoran tujuh gol Thailand. Meskipun bertanding di depan pendukung sendiri di Stadion Jakabaring Gelora Sriwijaya Palembang, Timnas Indoensia U-19 wanita harus kandas dengan skor 1-7.
Tak hanya kalah dengan skor yang sangat telak, anak asuh Rudy Eka Priyambada tersebut juga harus merasakan pengalaman pahit dengan dikartumerahnya Fani, kiper Timnas Indonesia saat pertandingan baru memasuki menit keempat. Mencoba menghadang pergerakan pemain Thailand yang lepas dari jebakan offside, Fani yang meluncurkan sleding tekel dengan kaki kanannya, membuat sang pemain lawan terjatuh.
Wasit Le Thi Ly dari Vietnam yang memimpin pertandingan, langsung menghunus kartu merah dan memberikannya kepada Fani karena menilai hal tersebut sebagai pelanggaran berat dari sang kiper. Kita tentu bertanya-tanya, apakah keputusan sang wasit sudah tepat dengan memberikan kartu merah kepada Fani? Ataukah memang hal itu lebih dikarenakan Thailand merupakan anak emas AFF, sehingga keputusan sang wasit cenderung memihak kepada Pasukan Gajah Perang?
Tentu kita harus menjawabnya secara objektif dan berdasarkan regulasi yang ada. Berdasarkan Law 12 FIFA tentang Fouls and Misconduct, sejatinya apa yang diputuskan oleh sang wasit sudah tepat. Terlepas dari minimnya kontak yang dilakukan oleh kedua pemain, pemberian kartu merah kepada Fani sendiri diatur dalam pembahasan Deying a Goal or an Obvious Goal-Scoring Opportunity atau DOGSO.
Dalam penentuannya, hukuman kartu merah bisa diberikan dengan melihat empat hal, yakni jarak antara penyerang dengan gawang, arah penyerang yang menguntungkan, penguasaan bola, lokasi serta jumlah pemain bertahan. Dan jika dilihat, dalam posisi one on one antara pemain Thailand dan Fani, setidaknya keempat hal tersebut sudah terpenuhi semuanya.
Sebagai orang terakhir di pertahanan, posisi Fani sangat tak menguntungkan karena jika dia dilewati, maka peluang terciptanya gol sangatlah terbuka lebar. Terlebih, Fani juga melakukan pelanggaran di area yang menguntungkan lawan, sehingga mau tak mau wasit harus memberikan kartu merah langsung kepada kiper Persis Solo tersebut.
Sekarang, setelah mengetahui penjelasannya, silakan teman-teman berpendapat.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.
Baca Juga
-
Fakta Mengenaskan! Jikapun Menang dari Laos, Indonesia Tetap Saja Sulit Lolos ke AFC U-23
-
Tak Ada Indonesia, Marwah Persepakbolaan Asia Tenggara di AFC U-23 Berada di Pundak 2 Tim Ini
-
Ironis! Hanya Indonesia, Tim Semifinalis yang Gagal Lolos ke Putaran Final AFC U-23
-
FIFA Matchday Lawan Lebanon dan Minimnya Taktik yang Dimiliki oleh Patrick Kluivert
-
Laga Kontra Lebanon dan Statistik Menipu yang Mulai Merambah Timnas Indonesia Senior
Artikel Terkait
-
Takjub Marselino Ferdinan Disorot Pencari Bakat Internasional dan Disebut Mirip James Maddison
-
Profil Persikad Depok, Klub Kakak Andre Onana Semasa Berkarier di Liga Indonesia
-
Philippe Troussier Remehkan Timnas Indonesia, Lebih Waspadai Thailand dalam Misi Vietnam ke Piala Dunia 2026
-
Welber Jardim Halim Jadi Sorotan Asia Tenggara, Media Vietnam Dibikin Ketar Ketir
-
AFF U-19: Dibantai 1-7, Warganet Malah Galfok Nama Pencetak Gol Thailand
Hobi
-
Cahya Supriadi Sukses Bikin Pelatih Korea Selatan Angkat Topi
-
Fakta Mengenaskan! Jikapun Menang dari Laos, Indonesia Tetap Saja Sulit Lolos ke AFC U-23
-
Tak Ada Indonesia, Marwah Persepakbolaan Asia Tenggara di AFC U-23 Berada di Pundak 2 Tim Ini
-
Ironis! Hanya Indonesia, Tim Semifinalis yang Gagal Lolos ke Putaran Final AFC U-23
-
Erick Thohir Limpahkan Tanggung Jawab soal Timnas Indonesia U-23 ke Dirtek
Terkini
-
Daily Style Goals: 4 Inspo Outfit ala Sophia KATSEYE yang Selalu On Point!
-
Cabut Gugatan, Paiman Raharjo Kini Bidik Roy Suryo Cs Lewat Jalur Pidana
-
Kritik Sosial Lewat Medsos: Malaka Project Jadi Ajak Gen Z Lebih Melek Politik
-
Sunkiss oleh Wendy Red Velvet: Merangkul Perubahan Hidup Tanpa Rasa Takut
-
Dijenguk Yusril di Penjara, Delpedro Marhaen Merasa Jadi Korban Kriminalisasi