Scroll untuk membaca artikel
Sekar Anindyah Lamase | Desyta Rina Marta Guritno
Marco Bezzecchi memakai penyumbat telinga khusus (Instagram/marcobez72)

MotoGP dikenal sebagai ajang balap motor paling bergengsi di dunia, dengan daya tarik luar biasa, baik dari sisi kecepatan maupun teknologi. Namun, di balik performa luar biasa dari pembalap dan adrenalin yang tinggi yang ditawarkan, ada satu hal yang tak bisa dihindari dari dunia ini, yakni kebisingan ekstrem.

Bagaimana tidak, melansir dari situs resmi MotoGP, motogp.com, motor-motor prototipe yang digunakan oleh para pembalap dibekali dengan mesin menghasilkan hingga 250 horsepower, dan melaju dengan kecepatan puncak yang bisa menembus 350 kilometer per jam. Dengan spesifikasi sedahsyat itu, suara yang dihasilkan pun bukan main-main, yakni mencapai tingkat kebisingan sekitar 130 desibel.

Jika satu motor saja sudah sekeras itu, bayangkan ketika ada 22 motor berpacu secara bersamaan di lintasan. Suasana paddock dan grid pun menjadi sangat bising, lebih dari cukup untuk membuat telinga orang awam terasa berdengung.

Sebagai perbandingan, knalpot motor standar yang digunakan di jalan raya biasanya mengeluarkan suara sekitar 90–95 desibel. Artinya, kebisingan di MotoGP berada jauh di atas batas kenyamanan pendengaran manusia.

Bahkan, suara setinggi 130 desibel sudah masuk ke dalam kategori yang bisa menyebabkan rasa sakit pada telinga bila terdengar secara langsung dan dalam durasi tertentu.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan batas waktu aman untuk terpapar suara keras setiap harinya. Untuk tingkat kebisingan dari sepeda motor biasa, paparan maksimal yang masih dianggap aman adalah sekitar satu jam lima belas menit per hari.

Namun, pada tingkat kebisingan seperti yang dihasilkan oleh motor MotoGP, batas toleransi harian tubuh terhadap suara tersebut sangatlah singkat, yakni kurang dari satu detik.

Faktanya, para pembalap, mekanik, teknisi, dan seluruh kru tim harus berada di lingkungan super bising ini selama berjam-jam, bahkan dalam rentang tiga hari berturut-turut setiap pekannya, mulai dari sesi latihan Jumat, kualifikasi dan sprint Sabtu, hingga balapan utama hari Minggu.

Untuk itu, penggunaan pelindung telinga bukan sekadar pilihan, melainkan keharusan. Baik pembalap maupun kru teknis wajib menggunakan penyumbat telinga khusus saat berada di area lintasan dan pit.

Perangkat ini dirancang untuk meredam suara antara 20 hingga 30 desibel, cukup untuk menurunkan intensitas kebisingan ke tingkat yang lebih bisa ditoleransi oleh pendengaran manusia. Selain penyumbat telinga, pembalap juga dibantu dengan helm yang mereka gunakan yang juga bisa meredam suara.

Selain fungsi utamanya dalam menjaga kesehatan telinga agar terhindar dari kerusakan jangka panjang, penyumbat telinga juga memiliki manfaat lain yang tak kalah penting, yakni mengurangi kelelahan psikologis.

Berada di lingkungan bising dalam waktu lama bukan hanya melelahkan secara fisik, tapi juga bisa menguras energi mental. Penyumbat telinga membantu mengurangi tekanan psikologis ini, membuat pembalap dan kru bisa tetap fokus menjalankan tugas mereka dengan optimal.

Dengan kata lain, pelindung telinga dalam dunia MotoGP bukan hanya alat pelindung, tapi juga bagian dari upaya menjaga kesehatan orang-orang yang ada di dalam kompetisi ini.

Lantas, pembalap siapa saja yang harus menggunakan penyumbat telinga ini, adakah kriteria khusus? Semua pembalap yang berkompetisi di MotoGP menggunakan alat ini. Entah mereka rookie atau yang sudah bertahun-tahun berada di ajang ini.

Hal ini membuktikan bahwa olahraga MotoGP bukan sekadar balapan biasa, karena segala sesuatunya diperhatikan dan diperhitungkan dengan sangat detail. Selain menyusun strategi untuk menang, para pembalap dan tim wajib menggunakan serangkaian alat pengaman untuk keselematan mereka.

CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Desyta Rina Marta Guritno