Sekar Anindyah Lamase | M. Fuad S. T.
Pelatih Timnas Indonesia U-22 Indra Sjafri saat memimpin latihan tim jelang SEA Games 2025 di Stadion Madya, Jakarta, Selasa (11/11/2025). (Suara.com/Adie Prasetyo Nugraha)
M. Fuad S. T.

Timnas Indonesia U-22 proyeksi SEA Games mendapatkan hasil minor di laga uji coba pertama mereka melawan Mali. Bertarung melawan tim tamu dari benua Afrika, Ivar Jenner dan kolega bertekuk lutut dengan skor cukup mencolok, tiga gol tanpa balas.

Laman match report transfermarkt.com menuliskan, tiga gol kemenangan Mali diciptakan oleh Seikou Doucoure di menit ke-5, Wilson Samake di menit ke-33 dan ditutup oleh Moulaye Haidara di menit ke-90+1.

Bukan hanya perkara kemasukan tiga gol, pada pertandingan tersebut tim besutan Indra Sjafri itu juga kembali kebobolan melalui gol dari sundulan. Memanfaatkan tendangan sudut dari sisi kanan pertahanan Indonesia, umpan kiriman Hamidou Makalou meluncur mulus tanpa hadangan dan diterima Seikou Doucoure dengan sangat baik.

Tak perlu bersusah-payah, sundulan Doucoure langsung mngoyak jala gawang yang dijaga oleh Cahya Supriadi dan membuat tim tamu unggul bahkan di menit-menit awal pertandingan.

Tentunya kita bertanya-tanya, jika dibandingkan dengan tim yang dilatih oleh STY, mengapa tim asuhan Indra Sjafri ini terkesan lebih mudah dijebol oleh skema bola atas dari lawan?

Bahkan, di Piala Asia U-20 bulan Februari lalu, setidaknya 4 gol yang bersarang di gawang anak asuh Indra Sjafri, diciptakan melalui sundulan pemain Iran dan Uzbekistan.

Jika ada pertanyaan seperti ini, mungkin jawaban yang paling tepat mengapa gol sundulan begitu mudah diciptakan ke gawang anak asuh coach Indra terletak pada cara antisipasi bola atas yang dikirimkan oleh pemain lawan.

Dari berbagai video yang berseliweran di beragam platform, kebanyakan anak asuh Indra Sjafri tak berupaya untuk melakukan gangguan atau bahkan memutus jalur bola yang dikirimkan melalui udara.

Seperti misal, di pertandingan uji coba melawan Mali sendiri Timnas Indonesia juga melakukan hal serupa. Pada video yang diunggah oleh kanal YouTube Indosiar (15/11/2025), setidaknya ada 8 pemain outfield Indonesia yang berada di sekitaran kotak kecil penalti.

Jika ditotal, bahkan ada 10 pemain yang berada di kotak penalti Indonesia, termasuk penjaga gawang Cahya Supriadi. Sementara Mali, terkonfirmasi hanya ada 5 pemain yang berada di sekitaran kotak kecil dan total hanya memiliki 7 pemain di kotak penalti.

Namun banyaknya jumlah pemain Indonesia ini tak disertai dengan cara antisipasi bola-bola atas yang tepat. Terlihat dalam momen itu, ketika bola diluncurkan oleh Makalou, tak ada satu pun pemain Indonesia yang berusaha untuk melompat dan memberikan gangguan. Apalagi sampai memotong jalur luncuran bola.

Secara total, dari sedemikan banyaknya pemain Indonesia yang berada di sekitar jalur bola, hanya Kadek Arel saja yang melompat dan membantu Cahya Supriadi memberikan gangguan pemain Mali, sementara selebihnya hanya menjadi penonton pertarungan.

Hal inilah yang tentunya menjadi problem besar dari waktu ke waktu tim-tim asuhan coach Indra. Ketika ada tim lawan yang memainkan lontaran bola-bola atas, mereka kebanyakan hanya menonton dan tak memberikan gangguan atau mungkin memotong lajur bola, sehingga pada akhirnya bola-bola atas itu meluncur dengan mulus menemui sasarannya untuk kemudian memberikan mimpi buruk kepada mereka. 

Sangat disayangkan memang jika Timnas U-22 kembali kebobolan melalui cara ini. Pasalnya, dari pertandingan yang sudah-sudah, mereka juga berkali-kali tercabik dengan cara ini. Sehingga secara logika, jikapun ada evaluasi dari coach Indra, maka seharusnya sudah tak ada lagi kebobolan dengan cara seperti ini di tim yang diasuh oleh Indra Sjafri. 

CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS