Scroll untuk membaca artikel
Rendy Adrikni Sadikin | Innayatul
Ilustrasi ASN. [Antara]

Dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi tonggak baru dalam pelaksanaan manajemen ASN di Indonesia karena di dalam undang-undang tersebut telah diatur pelaksanaan merit system atau sistem merit.

Pada dasarnya prinsip sistem merit mensejajarkan aspek kompetensi (competence), kualifikasi (qualification), prestasi kerja (performance), adil (fairness), dan terbuka (open) (BKN, 2018). Sistem merit juga dapat diartikan sebagai sistem prestasi kerja melalui pemberian penghargaan pada prestasi kerja dengan mengutamakan keahlian, keterampila, efektifitas, dan efisiensi (Mahmudi, 2015).

Dalam pengangkatan jabatan dengan sistem merit seharusnya menjadi nilai yang dijunjung tinggi untuk mendapatkan profesionalitas ASN dan membawa harapan bagi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan lebih baik karena ASN yang terpilih adalah yang benar-benar berkompeten.

Salah satu bentuk pelaksanaan sistem merit dalam manajemen ASN ini adalah seleksi terbuka untuk pengisian jabatan pimpinan tinggi (JPT). Seleksi terbuka pada pengisian JPT ini menarik untuk dikaji terkait dengan urgensi dari pelaksanannya itu sendiri. Menurut Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan menyatakan bahwa seleksi terbuka bertujuan untuk melaksanakan peremajaan pejabat di lingkungan pemerintah (Republika.co.id, 2021).

Selain itu, spoil system juga menjadi alasan diterapkannya seleksi terbuka bagi para ASN yang ingin mengisi jabatan pimpinan tinggi (JPT) (KASN, 2018). Adanya politisasi birokrasi dalam lingkup administrasi, seperti keterlibatan pejabat politik dalam pengangkatan jabatan karier ASN dapat memperburuk pelaksanaan manajemen ASN.

Intervensi politik dapat menghambat ASN untuk tetap netral tidak berpihak dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Dwimawanti (2009) bahwa selama proses penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia selalu terdapat intervensi pejabat politik yang membuat posisi birokrasi menjadi tidak netral pada pengaruh politik yang masuk ke dalam pemerintahan. Terutama di daerah yang dinilai masih rentan adanya intervensi politik dalam pengisian jabatan.

Eko Prasojo, mantan Wakil Menteri PAN RB menyampaikan bahwa intervensi politik ini membentuk ASN untuk bekerja sesuai dengan loyalitas pimpinannya. Sementara daerah mempunyai porsi yang besar untuk jumlah ASN yaitu sekitar 80 persen sehingga perlu dijaga kenetralannya agar dapat bekerja optimal (Detik.com, 2017). Kondisi tersebut lah yang mendorong dilaksanakannya seleksi terbuka pada pengisian jabatan pimpinan tinggi (JPT).

Pelaksanaan seleksi terbuka untuk pengisian JPT menempatkan panitia seleksi (pansel) pada posisi penting. Pansel dibentuk oleh Sekretaris di masing-masing instansi pemerintah seperti Sekjen, Sesmen, Sestama, atau Sekda selaku pejabat yang berwenang harus membentuk panitia seleksi untuk melaksanakan seleksi secara terbuka.

Nantinya, pansel akan memilih tiga calon untuk masing-masing jabatan, untuk selanjutnya diserahkan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) yakni Menteri, Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK), Gubernur, dan Bupati/Wali Kota. Berbeda dengan pejabat pimpinan tinggi muda dan madya, nama calon akan diserahkan kepada Presiden untuk dipilih dan ditetapkan salah satunya.

Dalam perjalanannya, pengisian jabatan pimpinan tinggi (JPT) ini tidak selalu berjalan mulus. Pasalnya banyak ASN yang enggan untuk mengikuti lelang jabatan tersebut. Seperti yang baru-baru ini terjadi, sebanyak 239 ASN yang ada di DKI Jakarta tidak bersedia mendaftar seleksi terbuka JPT di Pemprov DKI Jakarta padahal mereka telah memenuhi persyaratan (Republika.co.id, 2021).

Melihat kondisi tersebut tentu bukan tanpa sebab mengapa para ASN tidak bersedia mengikuti seleksi terbuka. Enggan memangku tanggung jawab yang lebih besar dinilai sebagai salah satu penyebab para ASN di DKI Jakarta tidak bersedia mengikuti seleksi terbuka. Seperti yang disampaikan Teguh P. Nugroho, Kepala Ombudsman Jakarta Raya bahwa terdapat kekhawatiran dengan tanggung jawab yang harus  dijalankan oleh ASN yang nantinya mengisi jabatan tinggi. Ditambah dengan besaran TPP yang mereka dapatkan juga sudah cukup tinggi (Paat, 2021).

Menanggapi hal tersebut, Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta telah menegur para ASN tersebut dan nantinya akan ada sanksi bagi ASN karena tidak dapat memberikan alasan jelas serta tidak melaporkan pada pimpinannya.

Hambatan lain yang muncul dalam proses seleksi terbuka JPT berdasarkan penelitian sebelumnya diantaranya adanya anggapan bahwa panitia seleksi (pansel) tidak kompeten, kedekatan dengan pimpinan menentukan lolos tidaknya dalam seleksi, serta tidak bersedia untuk ikut seleksi karena merepotkan dengan beragam syarat kelengkapan dan prosedurnya. Selain itu, kekhawatiran diberhentikan sebelum jabatan berakhir karena target kinerja tidak dapat dicapai dan biaya besar untuk pelaksanaannya juga mendorong terhambatnya seleksi terbuka (Jannah, 2021).

Lalu, bagaimana jika masih terdapat instansi pemerintah yang tidak melaksanakan seleksi secara terbuka?

Tidak dilaksanakannya seleksi terbuka dapat memicu timbulnya jual beli jabatan di kalangan pejabat pemerintah. Dalam hal ini Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan seleksi terbuka basis merit system. Jika berkaca pada kasus yang terjadi di tahun 2015 yaitu di beberapa kementeriaan diduga tidak melaksanakan seleksi secara terbuka untuk pergantian jabatan eselon I dan II maka KASN telah bertindak tegas dengan mengirimkan surat panggilan kepada sekretaris masing-masing kementerian untuk dimintai keterangan.

Surat panggilan dikeluarkan karena keempat instansi pemerintah, yaitu Kementerian Koordinator Perekonomian, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Badan Kepegawaian Negara (BKN), dan Kementerian Perhubungan tersebut dinilai tidak mematuhi UU ASN untuk melaksanakan sistem merit. Selanjutnya, akan ada sanksi pembatalan jika terbukti tidak sesuai prosedur seperti yang ada pada Peraturan Menteri PANRB Nomor 13 Tahun 2014 yang mengatur tentang Tata Cara Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi (Detik.com, 2019).

Sejalan dengan perannya yang begitu besar dalam pengawasan pengelolaan manajemen ASN maka tidak seharusnya KASN ini dibubarkan seperti isu beberapa waktu belakangan ini. Pembubaran KASN memicu kesulitan pada penciptaan birokrasi yang profesional melalui sistem merit. Seharusnya ada peraturan pemerintah yang lebih mengatur KASN untuk membuat peran KASN dapat lebih optimal tanpa dihadapkan pada kasus intervensi politik yang marak terjadi pada pengisian jabatan (Detik.com, 2017).

Dari penjelasan yang sudah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa seleksi terbuka penting untuk dilakukan mengingatkan pentingnya penciptaan ASN yang profesional, terampil, dan berkompeten untuk meningkatkan peran birokrasi dalam memberikan pelayanan publik.

Melihat hambatan yang masih menghadang dalam pelaksanaan seleksi terbuka maka pemerintah harus mencari solusi yang adaptif untuk menarik minat ASN agar mau mengikuti lelang jabatan tersebut. Selain itu, lembaga pengawas penerapan sistem merit yaitu KASN juga telah melaksanakan tugasnya dalam hal evaluasi dan pemantauan pelaksanaan seleksi terbuka di instansi pemerintah.  

Referensi:

BKN. (2018). Dikotomi Sistem Merit dan Politisasi Birokrasi dalam Pengangkatan Jabatan ASN. BKN.go.id https://www.bkn.go.id/wp-content/uploads/2014/06/05.Policy-Brief-Mei-2018.pdf

Detik.com. (2017). Pengisian Jabatan di Daerah Dinilai Masih Rawan Intervensi Politik. News.detik.com https://news.detik.com/berita/d-3416357/pengisian-jabatan-di-daerah-dinilai-masih-rawan-intervensi-politik

Detik.com. (2015). Dianggap Tak Terbuka, Seleksi Pejabat di 4 Kementerian Ini Terancam Batal. Finance.detik.com https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-2808847/dianggap-tak-terbuka-seleksi-pejabat-di-4-kementerian-ini-terancam-batal

Dwimawanti, Ida H. (2009). Netralitas Birokrasi dan Kualitas Pelayanan Publik. Civil Service Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS Puslitbang BKN, 3.

Jannah, Lina M. (2021). Menjaga Sistem Merit dalam Seleksi Jabatan Pimpinan Tinggi. Mediaindonesia.com https://mediaindonesia.com/fokus/410212/menjaga-sistem-merit-dalam-seleksi-jabatan-pimpinan-tinggi

KASN. (2018). Sudah Siapkah Instansi Pemerintah Menerapkan Sistem Merit. Policy Brief, 1(3).

Mahmudi. (2015). Manajemen Kinerja Sektor Publik (Edisi Ketiga). Yogyakarta: UPP STIM YKPM.

Paat, Yustinus. (2021). Ombudsman Sudah Menduga Ratusan ASN DKI Enggan Ikut Lelang Jabatan. Beritasatu.com https://www.beritasatu.com/megapolitan/773145/ombudsman-sudah-menduga-ratusan-asn-dki-enggan-ikut-lelang-jabatan

Republika.co.id. (2021). Banyak ASN DKI Enggan Promosi Jabatan, DRPD Bentuk Pansus. Republika.co.id https://www.republika.co.id/berita/qtsnyj409/banyak-asn-dki-enggan-promosi-jabatan-dprd-bentuk-pansus-part1

Innayatul