Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | Ina Barina
Ilustrasi bendera merah putih (freepik.com)

Tahun 1998 menjadi tahun paling bersejarah dalam dunia politik Indonesia. Orde baru yang tercap sebagai pemerintahan yang otoriter pada waktu itu, berhasil digulingkan oleh aksi-aksi para aktivis negara. Pasca 21 Mei 1998 dimana Presiden Soeharto mengundurkan diri dari posisinya, menjadi tanda runtuhnya orde baru dan tonggak awal reformasi.

Dimulainya masa reformasi, melahirkan anak-anak reformasi yang biasa kita ketahui seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Mahkamah Konstitusi (MK) dan juga Sistem Pemerintahan Demokrasi. Ketiga elemen tersebut merupakan anak kandung reformasi yang nyawanya kini berada diujung tanduk.

Isu-isu pelemahan akan ketiga anak kandung reformasi tersebut telah lama menjadi perbincangan di kalangan para pengamat politik Indonesia. Mulai dari kekuasaan MK yang dikaderi oleh pihak-pihak berkepentingan, jalannya sistem demokrasi yang dinilai terus melenceng dari yang seharusnya, hingga pelemahan KPK yang mengundang banyak perhatian pasca disahkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019.

Pasca 23 tahun reformasi, Indonesia tengah berada dalam masa kritis. Berbagai isu terus menyebar dalam membentuk kebencian hingga membaranya mosi tidak percaya oleh rakyat kepada para pemimpinnnya. Jalannya pemerintahan di negara ini telah dinilai melenceng dari amanat reformasi. Hal tersebut tidak saja berlaku kepada para rakyat biasa, namun juga kepada para elite. KPK yang dinilai sebagai elite politik, kini telah ikut menjadi korban atas dikorupsinya reformasi di negara ini.

Indonesia seolah bisa digambarkan oleh 3 kata yaitu bobrok, konspirasi, dan provokasi. Masa kritis ini telah mengundang banyak gerakan yang terus menyudutkan pemerintahan. Tetapi pergerakan yang semakin dibatasi, menciptakan atmosfir pembungkaman yang semakin menebal. Satu per satu gerakan mulai padam, tersiram oleh percikan konspirasi yang menyisakan rasa takut dalam membantu menjaga nyawa reformasi di era ini.

Nyawa reformasi seolah tengah ada diujung tanduk, menunggu detik-detiknya untuk padam. Apakah ini Indonesiaku? Apakah ini Tanah Airku? Kawan-kawan sendiri yang dapat menyimpulkan. Bagaimana seharusnya kita bersikap dalam menghadapi padamnya bara reformasi dan bobroknya negara yang semakin menyulut kesengsaraan rakyat. Pasca 23 Tahun Reformasi, Indonesia tengah mati suri.

Ina Barina