Tahun 1998 menjadi tahun paling bersejarah dalam dunia politik Indonesia. Orde baru yang tercap sebagai pemerintahan yang otoriter pada waktu itu, berhasil digulingkan oleh aksi-aksi para aktivis negara. Pasca 21 Mei 1998 dimana Presiden Soeharto mengundurkan diri dari posisinya, menjadi tanda runtuhnya orde baru dan tonggak awal reformasi.
Dimulainya masa reformasi, melahirkan anak-anak reformasi yang biasa kita ketahui seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Mahkamah Konstitusi (MK) dan juga Sistem Pemerintahan Demokrasi. Ketiga elemen tersebut merupakan anak kandung reformasi yang nyawanya kini berada diujung tanduk.
Isu-isu pelemahan akan ketiga anak kandung reformasi tersebut telah lama menjadi perbincangan di kalangan para pengamat politik Indonesia. Mulai dari kekuasaan MK yang dikaderi oleh pihak-pihak berkepentingan, jalannya sistem demokrasi yang dinilai terus melenceng dari yang seharusnya, hingga pelemahan KPK yang mengundang banyak perhatian pasca disahkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019.
Pasca 23 tahun reformasi, Indonesia tengah berada dalam masa kritis. Berbagai isu terus menyebar dalam membentuk kebencian hingga membaranya mosi tidak percaya oleh rakyat kepada para pemimpinnnya. Jalannya pemerintahan di negara ini telah dinilai melenceng dari amanat reformasi. Hal tersebut tidak saja berlaku kepada para rakyat biasa, namun juga kepada para elite. KPK yang dinilai sebagai elite politik, kini telah ikut menjadi korban atas dikorupsinya reformasi di negara ini.
Indonesia seolah bisa digambarkan oleh 3 kata yaitu bobrok, konspirasi, dan provokasi. Masa kritis ini telah mengundang banyak gerakan yang terus menyudutkan pemerintahan. Tetapi pergerakan yang semakin dibatasi, menciptakan atmosfir pembungkaman yang semakin menebal. Satu per satu gerakan mulai padam, tersiram oleh percikan konspirasi yang menyisakan rasa takut dalam membantu menjaga nyawa reformasi di era ini.
Nyawa reformasi seolah tengah ada diujung tanduk, menunggu detik-detiknya untuk padam. Apakah ini Indonesiaku? Apakah ini Tanah Airku? Kawan-kawan sendiri yang dapat menyimpulkan. Bagaimana seharusnya kita bersikap dalam menghadapi padamnya bara reformasi dan bobroknya negara yang semakin menyulut kesengsaraan rakyat. Pasca 23 Tahun Reformasi, Indonesia tengah mati suri.
Baca Juga
-
Indonesia Open 2025: Semifinal, Fajar/Rian Bersiap Lawan Juara All England!
-
Indonesia Open 2025: Match Sengit, Jafar/Felisha Terhenti di Babak Kedua
-
Indonesia Open 2025: Laga Pembuka, Adnan/Indah Amankan Tiket Perempat Final
-
Indonesia Open 2025: Jadi Andalan, Dejan/Fadia Terhenti di Babak Awal
-
Indonesia Open 2025: Langkah Rinov/Pitha Terhenti di Babak Awal
Artikel Terkait
-
Diam-diam Dewan Pengawas Mulai Selidiki Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan KPK Lili Siregar
-
Makin Membingungkan! KPK Tak Bisa Meminta Hasil TWK ke BKN, Cuma Bisa Koordinasi
-
Terpapar Covid-19, 36 Pegawai KPK Jalani Isolasi Mandiri
-
KPK Terima Duit Ratusan Juta Hasil Pembayaran Denda dari Para Terpidana Korupsi
-
Mangkir Pemeriksaan soal TWK, Komnas HAM Tunggu BIN dan BAIS hingga Akhir Pekan Ini
Kolom
-
Dekonstruksi Stereotip Gender Perempuan: Antara Menjadi Cantik atau Pintar
-
Desain Kebijakan yang Lemah: Pelajaran dari Program Makan Bergizi Gratis
-
Tragedi Sunyi Pendidikan Indonesia: Saat Nikel Lebih Viral dari Siswa SMP Tak Bisa Baca
-
Raja Ampat di Simpang Jalan: Kilau Nikel atau Pesona Alam?
-
Gunakan Aplikasi Pengawas saat Ujian Daring, Yakin Siswa 100% Jujur?
Terkini
-
Gigit Jari! Indonesia Open 2025 Buktikan Bulutangkis Indonesia Merosot Tajam?
-
Ulasan Novel The Manor of Dreams: Perseteruan Keluarga Demi Sebuah Warisan
-
Balap Liar Bukan Tren Keren: Psikologi UNJA Ajak Siswa Buka Mata dan Hati
-
Review Film My Sunny Maad: Realita Cinta yang Nggak Seindah Harapan
-
Disebut Muncul di Film 28 Years Later, Sutradara Beberkan Penampilan Cillian Murphy