Scroll untuk membaca artikel
Munirah | Felix
Hukum

Melihat perkembangan saat ini, ketika dunia transaksi terus berevolusi, regulasi terkait perlindungan konsumen sangatlah diperlukan, mengingat dengan adanya payung hukum yang jelas akan mempermudah para konsumen dalam mempertahankan haknya dalam melakukan transaksi.

Terlebih lagi, melihat bahwa transaksi sekarang sangat mudah dilakukan hanya dari satu klik dan melalui satu perangkat, kita sudah bisa melakukan transaksi ke seluruh dunia membuat isu ini semakin relevan untuk dibahas yakni apakah penegakan hukum benar terjadi atau masih berupa teori saja.

Beruntungnya Indonesia sudah memiliki berbagai regulasi yang mengatur isu ini sebut saja Kitab Undang-undang Hukum Pidana, UU Informasi dan Transaksi Elektronik dan UU Perlindungan Konsumen.

Namun masih terlihat bahwa belum terjadinya penegakan hukum yang konkret terutama mengenai isu ini. Misalnya di Indonesia, sebenarnya telah terdapat berbagai cara yang disediakan oleh negara untuk mempertahankan hak konsumen dalam bertransaksi, yang mana hal itu telah mencerminkan adanya upaya yang dilakukan Indonesia dalam penegakan hukum di bidang ini.

Salah satunya adalah dengan hadirnya Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), yang tugasnya adalah untuk menerima klaim dari para konsumen jika terdapat hak yang dilanggar oleh pelaku usaha dalam suatu proses transaksi.

Dalam melakukan tugasnya BPSK memiliki tanggung jawab yang harus dilakukan dan dipatuhi. Di antaranya seperti tercantum dalam Pasal 52 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa tugas dan wewenang badan penyelesaian sengketa konsumen meliputi: melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen,dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi, memberikan konsultasi perlindungan konsumen, melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku, melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam Undang-undang ini, menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen, melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen, memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen, memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap Undang-undang ini, meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi,saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf g dan huruf h, yang tidak bersedia memenuhi panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen, mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan; k.memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen, memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;m.menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini.

Serta Juncto. Pasal 3 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 350/MPP/Kep/12/2001 yang menyatakan bahwa Pemerintah Pusat membentuk BPSK di provinsi khusus Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan kabupaten/kota. Pembentukan BPSK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh Gubernur kepada Pemerintah Pusat melalui Menteri disertai kesanggupan penyediaan pendanaan.

Namun permasalahannya adalah walaupun BPSK telah diberikan kewenangan dan tanggung jawab, masih ditemukan kasus yang memperlihatkan bahwa penegakan hukum yang seharusnya terjadi tidak terimplementasi dengan baik.

Yakni dalam kasus BPSK dari Kabupaten Batubara, Sumatera Utara dimana kasus ini bermula ketika ada konsumen yang saat itu sebagai debitur tidak puas dengan Bank BNI, kemudian ia mengajukan hal itu kepada BPSK, pada akhirnya BPSK memenangkan konsumen tersebut.

Pihak Bank BNI merasa terdapat kelalaian yang dilakukan oleh BPSK dan tidak menjunjung tinggi keadilan dalam mengadili sengketa tersebut. Setelah proses berjalan, majelis Pengadilan Negeri Tanjung Balai Memenangkan Bank BNI yang tertulis di dalam Putusan No. 25/Pdt.Sus-BPSK/2017/PN-Tjb.

Ketika inti daripada sengketa ini adalah bahwa hakim menyatakan bahwa bPSK Batubara tidaklah berwenang untuk mengurus terkait kasus ini, sebab ini merupakan kasus wanprestasi yang termasuk ke dalam lingkup perdata yang tidak termasuk di dalam tanggung jawab dan wewenang BPSK.

Bahkan kasus ini kemudian dijadikan yurisprudensi, atau kasus rujukan bagi kasus sengketa yang terjadi nantinya yang melibatkan bank dan terdapat unsur pinjam memin antara kreditur dan debitur.

Bahkan kasus ini menjadi sorotan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dimana Kepala Departemen Perlindungan Konsumen OJK Anto Prabowo mengatakan, bahwa BPSK telah melanggar karena tidak melakukan sesuai dengan UUPK dan Undang-Undang dari Kementerian Perdagangan.

Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa BPSK Batubara itu bahkan menangani kasus yang terdapat di Jambi, Padang dan Pekanbaru, padahal wewenang BPSK Batubara hanyalah di kabupaten kota saja.

Serta berdasarkan data yang telah didapatkan sampai agustus 2016, dimana ada 274 kasus dari perbankan, 168 kasus yang berasal dari perusahaan pembiayaan dan 51 kasus lainnya berasal dari perusahaan asuransi yang diurus oleh BPSK seluruh Indonesia.

Sedangkan yang menjadi sorotan disini, ialah bahwa BPSK Batubara sendiri menangani 198 kasus yang bersumber dari dunia perbankan, 35 kasus dari pengaduan pembiayaan, dua kasus dari perusahaan asuransi.

Sehingga jika dijumlahkan total kasus yang ditangani BPSK di Indonesia berjumlah sebanyak 493 kasus. Sedangkan jumlah total kasus yang ditangani oleh BPSK Batubara berjumlah 235 kasus, yang jika dihitung mendapat data bahwa sekitar 48 persen kasus yang ada itu ditangani sendiri oleh BPSK Batubara yang jelas hal ini telah menyalahi kewenangan dan tanggung yang diberikan.

Melihat dari kasus diatas, dengan demikian, diperoleh suatu gambaran bahwa penegakan hukum di Indonesia terutama berkaitan dengan perlindungan konsumen haruslah terus ditegakkan dan dibenahi. Mengingat kejadian seperti diatas, jelas merugikan para konsumen, dan memperlihatkan bahwa lembaga yang ada masih belum bekerja secara efisien dan optimal, terlihat dengan masih tidak teraturnya sistem yang ada.

Sehingga isu ini menjadi sebuah urgensi untuk segera diselesaikan, mulai dari membenahi lembaga dan sistem kerja BPSK itu sendiri, bahwa harus terdapat suatu sistem yang bekerja untuk mengatur laporan kasus yang masuk agar proses bekerja juga menjadi efisien.

Kemudian dari sisi hukum sendiri, haruslah dibuat regulasi yang lebih spesifik yakni mengatur sistem kerja BPSK itu sendiri, mengingat regulasi yang ada baik itu di UUPK maupun UU Kementerian Perdagangan masih mengatur cakupan yang luas.

Apalagi jika dikaitkan dengan kesadaran konsumen, dimana masih banyak konsumen yang tidak mengetahui adanya BPSK dan manfaatnya sebab kinerjanya masih belum terlihat dan dirasakan secara nyata padahal pelakunya terus meningkat mengingat sekarang sudah sangat mudah untuk melakukan transaksi dan jangkauan serta dampaknya sangat luas.

Apabila hal ini tidak segera dibenahi maka konsumen yang akan menjadi korban utamanya. Sehingga perlu dilakukan perbaikan dan memastikan bahwa penegakkan hukum benar telah diimplementasikan dengan baik.

Dibuat Oleh: Felix Pratama Tjipto (International Business Law - Universitas Prasetiya Mulya)

REFERENSI

Adhitya Himawan. (12 November 2016). “OJK Kritik Kinerja BPSK Batubara Menyimpang dari Ketentuan UU”. Diakses pada 30 Juni 2021. Dari https://amp.suara.com/bisnis/2016/11/12/095504/ojk-kritik-kinerja-bpsk-batubara-menyimpang-dari-ketentuan-uu

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 06/M-DAG/PER/2/2017 Tahun 2017 tentang Badan Penyeselesaian Sengketa Konsumen, diakses pada 30 Juni 2021, https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/128661/permendag-no-06m-dagper22017-tahun-2017

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, diakses pada 30 Juni 2021, https://gatrik.esdm.go.id/assets/uploads/download_index/files/e39ab-uu-nomor-8-tahun-1999.pdf

(9 Juli 2017). Wanprestasi Bukan Kewenangan BPSK, Diakses pada 30 Juni 2021, https://litigasi.co.id/hukum-bisinis/8/wanprestasi-bukan-kewenangan-bpsk

Siti Afifiyah. "UU Perlindungan Konsumen Masih Soal Pengaturan Pelaku Usaha". Diakses 2 Juli 2021. https://www.tagar.id/uu-perlindungan-konsumen-masih-soal-pengaturan-pelaku-usaha

Seno Tri Sulistiyono., Choirul Arifin. (Sabtu, 12 November 2016). "BPSK Batubara Tangani Sengketa Keuangan di Luar Wilayah Kerja Bikin OJK Meradang". Diakses 30 Juni 2021. https://www.tribunnews.com/bisnis/2016/11/12/bpsk-batubara-tangani-sengketa-keuangan-di-luar-wilayah-kerja-bikin-ojk-meradang.

Felix