Berbicara mengenai Indonesia, tidak akan terlepas dari keanekaragaman budaya, suku yang tersebar di seluruh penjuru daerah. Masing-masing daerah membawa cerita dan keanekaragaman budayanya sendiri. Salah satunya adalah kearifan lokal atau tradisi Jimpitan yang berasal dari daerah Jawa. Jimpitan sudah dilangsungkan dari generasi ke generasi.
Jimpitan sendiri dapat kita temui di berbagai daerah Jawa terutama daerah Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur. Kata jimpitan sendiri sebenarnya diambil dari kata jumputan yang dapat diartikan sebagai kegiatan pengambilan barang yang kecil dengan ibu jari dan ujung jari telunjuk.
Tata Cara Melaksanakan Tradisi Jimpitan
Pada mulanya, jimpitan diidentikan dengan pengumpulan beras dari satu ke rumah ke rumah lainnya. Seiring waktu berjalan, budaya ini berubah di mana masyarakat mengumpulkan uang untuk menggantikan peran beras dalam tradisi ini.
Uang dikumpulkan dengan menggunakan gelas atau kaleng yang diletakkan di gerbang rumah masing-masing warga dengan nominal seikhlasnya. Nantinya, warga yang bertugas pada hari itu untuk melakukan ronda malam, akan mengumpulkan uang tersebut yang kemudian dapat digunakan sebagai sumber pendanaan kegiatan kampung secara mandiri. Selain itu, jimpitan juga digunakan untuk biaya pembangunan dan perawatan daerah.
Pelaksanaan jimpitan sendiri dilakukan secara berkelanjutan. Di mana penentuan petugas yang akan mengumpulkan uang ditentukan dari hasil demokrasi. Orang yang mendapat tanggung jawab tersebut harus dapat melaporkan uang jimpitan yang ia kumpulkan kepada warga setempat.
Skema pelaporan itu sendiri dapat dibagi menjadi beberapa tahapan seperti dari awal pelaksanaan jimpitan, yang dilakukan secara rutin baik itu per minggu, bulan dan hingga akhirnya dibuat laporan akhir.
Hasil yang didapatkan dari pengumpulan tersebut sebelum digunakan harus dimusyawarahkan terlebih dahulu dengan sesama warga sebelum digunakan. Misalnya dapat digunakan untuk perayaan acara peringatan HUT RI, juga bisa digunakan sebagai simpan pinjam oleh warga.
Manfaat Jimpitan menurut Para Ahli dan Peneliti
Terdapat berbagai manfaat dari kearifan lokal jimpitan ini. Salah satunya disebutkan oleh Prapto Yuwono, seorang ahli kebudayaan Jawa, di mana menurut beliau, tradisi ini dapat mendorong solidaritas warga dalam menghadapi kesulitan dalam hal perekonomian.
Berikutnya, Achmad Charris Zubair yang adalah dosen Fakultas jurusan Filsafat dari Universitas Gadjah Mada. Ia menuturkan bahwa budaya ini mendorong gotong royong yang memang merupakan landasan nilai yang bertumbuh di masyarakat, yang diimplementasikan dalam kearifan lokal ini.
Selain itu, berdasarkan pemaparan penelitian yang dilakukan oleh Henni Catur Ariati dengan rekannya, ditemukan pula bahwa dari pelaksanaan jimpitan ini jadi semakin menumbuhkan partisipasi dan kemandirian warga, di mana budaya jimpitan ini juga dapat menjadi kontributor besar akan swadaya masyarakat terkait penanganan isu publik karena nilai-nilai tersebut ditumbuhkan dengan pelaksanaan proses tradisi jimpitan.
Nilai Pancasila yang terkandung dalam Kearifan Lokal Jimpitan
Dari pelaksanaan budaya jimpitan, dapat juga terlihat adanya perwujudan dari nilai-nilai Pancasila. Dalam sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, terimplementasi dengan dilakukannya prosesi doa pada saat ingin memilih petugas yang berwenang untuk memulai dan mengakhiri pertemuan jimpitan, agar diberikan kelancaran oleh Tuhan. Selain itu mengingat dalam pelaksanaan jimpitan ini, masyarakat tidak membedakan agama dan kepercayaan antara satu dengan lainnya, namun justru masyarakat saling bersikap rukun dan harmonis terlepas dari adanya perbedaan yang ada.
Implementasi dari sila kedua, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, dapat dilihat dari keadilan pada saat pemilihan petugas. Pemilihan ditentukan secara adil oleh masyarakat, juga hasil dari jimpitan dibagikan secara adil. Semua juga harus berkontribusi tanpa memandang status, latar belakang satu individu dengan yang lainnya. Selain itu perwujudan sila kedua juga tercermin dengan diwujudkannya nilai toleransi. Sebab walaupun adanya perbedaan antar masyarakat, semua masyarakat toleransi dan tidak membedakan. Namun, mereka justru bekerjasama dalam mensukseskan jimpitan ini dan juga jika ada warga yang tidak bisa mengumpulkan, masyarakat lainnya toleransi untuk menunggu pada hari lainnya. Ini jelas mewujudkan nilai budaya kemanusiaan yang adil dan beradab yang dalam hal ini juga bertoleransi.
Pengaplikasian sila ketiga, Persatuan Indonesia, bisa kita lihat dengan adanya partisipasi aktif dari masyarakat yang bekerjasama dan bersatu untuk sama-sama menyukseskan kegiatan jimpitan ini, baik dengan menjadi petugas, memberikan donasi uang, dan lainnya.
Sila keempat Pancasila, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/ Perwakilan, teraplikasikan ketika masyarakat secara bermusyawarah menentukan petugas kegiatan jimpitan dengan menghargai hak satu orang dengan yang lainnya, dan masyarakat juga menghargai pendapat berbicara terutama dalam mencari solusi atas penyelesaian masalah yang timbul pada saat menyelenggarakan jimpitan.
Terkait sila kelima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, diwujudkan dengan pembagian hak dan kewajiban secara adil kepada seluruh masyarakat tanpa terkecuali. Hak pada jimpitan ditemui pada saat setiap masyarakat secara adil diberikan kesempatan untuk memilih pimpinan jimpitan, sedangkan kewajibannya untuk secara adil ikut serta dalam kearifan lokal jimpitan.
Nilai Umum yang Tumbuh di Masyarakat dalam Budaya Jimpitan
Tidak hanya nilai Pancasila saja yang teraplikasi dalam jimpitan, namun banyak nilai lain yang bertumbuh di masyarakat, yang diaplikasikan melalui pelaksanaan jimpitan ini. Termasuk di dalamnya nilai ikhlas. Hal itu terlihat ketika masyarakat harus secara ikhlas membagikan sedikit dari apa yang mereka miliki untuk berkontribusi dalam acara jimpitan.
Tidak hanya itu, individu yang bertugas untuk menjadi pemimpin dan mengumpulkan hasil jimpitan harus mengikhlaskan waktunya yang tidak diberi gaji untuk mengambil satu persatu hasil jimpitan tersebut.
Nilai kejujuran dan tanggung jawab juga diuji dalam pelaksanaan jimpitan ini. Sebab petugas harus secara jujur dan bertanggung jawab untuk tidak menggunakan hasil pengumpulan uang jimpitan di luar dari yang telah diputuskan warga. Petugas atau pemimpin juga bertanggung jawab membuat laporan secara rutin sebagai bentuk pertanggungjawaban yang kemudian dilaporkan kepada warga.
Terakhir, nilai gotong royong teraplikasi ketika semua masyarakat saling bergotong royong untuk mencari solusi ketika permasalahan muncul dalam pelaksanaan jimpitan, juga apabila dana yang dikumpulkan tidak cukup untuk menyelenggarakan kegiatan. Masyarakat nantinya bekerja sama untuk mencari dana dalam menyukseskan kegiatan yang ingin diselenggarakan.
Dengan demikian, dapat terlihat banyaknya keunggulan dari pelaksanaan kearifan lokal jimpitan yang harus terus diselenggarakan, mengingat teknologi yang terus berkembang dan berpotensi membuat masyarakat lupa akan tradisi ini.
Sebab kegiatan pengumpulan uang semacam ini kini dimudahkan dengan adanya digitalisasi, walaupun hasil yang didapat tentunya berbeda dari melakukan jimpitan secara langsung. Oleh sebab itu, budaya dan tradisi ini harus terus dilestarikan dari satu generasi ke generasi lainnya agar nilai-nilai yang bertumbuh di masyarakat akan terus teraplikasikan.
Ditulis oleh:
Felix Pratama Tjipto (International Business Law 6A - 13501810018 Universitas Prasetiya Mulya), dengan Bimbingan Dosen: Dr. Naupal S. S, M.Hum.
Tag
Artikel Terkait
-
Rekam Jejak Hendrar Prihadi Sebelum jadi Cawagub Jawa Tengah
-
Seni Menyampaikan Kehangatan yang Sering Diabaikan Lewat Budaya Titip Salam
-
Menhub Proyeksikan 110,67 Juta Orang Wara Wiri Selama Libur Nataru
-
KPK Sebut Pimpinan Baru Punya PR Tunggakan Perkara hingga Terobosan Hukum
-
Cek Fakta: Ahmad Luthfi Sebut Jumlah Penduduk Muslim di Jawa Tengah Capai 97 Juta Jiwa, Benarkah?
Kolom
-
Seni Menyampaikan Kehangatan yang Sering Diabaikan Lewat Budaya Titip Salam
-
Indonesia ke Piala Dunia: Mimpi Besar yang Layak Diperjuangkan
-
Wapres Minta Sistem Zonasi Dihapuskan, Apa Tanggapan Masyarakat?
-
Ilusi Uang Cepat: Judi Online dan Realitas yang Menghancurkan
-
Dukungan Jokowi dalam Pilkada Jakarta: Apa yang Bisa Kita Pelajari?
Terkini
-
BLak-blakan! Soyeon (G)I-DLE Sebut Eks Member dan Sindir HYBE di MAMA 2024
-
Dilibas Tottenham Hotspur 4-0, Era Keemasan Manchester City Telah Berakhir?
-
Ulasan Novel 'Tari Bumi', Kehidupan Perempuan Bali di Tengah Tekanan Kasta
-
WayV Bertransformasi Jadi Bad Boy di Teaser MV Lagu Terbaru 'Frequency'
-
Berpisah dengan Ducati, Bos Pramac Sampaikan Pesan Kesan yang Positif