Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | Budi
Ilustrasi Belajar Online (Pixabay)

Saat ini kita mungkin sudah bosan mendengar istilah Corona, atau bahkan sudah tidak percaya lagi dengan siapa si Corono itu. Seakan bahwa Corona sudah menjadi sesuatu yang tidak pantas lagi untuk dibahas dan keberadaannya pun lumrah terjadi dalam kehidupan masyarakat. Barang tentu, dampaknya begitu besar terhadap segala sektor kehidupan manusia salah satunya dalam dunia pendidikan dengan menurunnya semangat belajar peserta didik.

Sebelum pandemi melanda, mungkin saja dulu kita menganggap bahwa pembelajaran online adalah hal yang tak mungkin terjadi atau tidak terprediksikan. Akan tetapi, perubahan terjadi secara drastis pada dunia pendidikan. Lalu, pembelajaran online sudah terkesan biasa-biasa saja dan praktiknya mampu mengubah pola semangat belajar anak.

Belajar Daring, Tepatkah?

Pada faktanya, pembelajaran secara online tidaklah memberikan solusi yang tepat. Masih ada anak yang tidak mampu mengaksesnya, karena kurangnya sarana dan prasarana, serta yang tidak kalah penting, yakni kondisi psikologis seorang anak. Apabila kondisi psikologis tidak dapat terkontrol dengan baik, maka tentu pembelajaran online pun bisa menimbulkan kesia-siaan saja.

Dengan adanya pembelajaran online saat ini, hal itu juga tidak lepas dari pengaruhnya terhadap pengembangan karakter seorang anak. Sebelumnya anak dapat menikmati pembelajaran secara tatap muka di lembaga pendidikan serta dapat merasakan bagaimana hubungan interaksi langsung antarpara murid dan juga guru. Akan tetapi, untuk kali ini harus meratapi nasib dan menerima keadaan bahwa pembelajaran mesti dilakukan secara online di rumah.

Kondisi demikian tentu tidak hanya berdampak pada pertumbuhan kecerdasan intelektual seorang anak, tetapi juga sangat mempengaruhi pada pendidikan sosial dan karakternya. Padahal, mestinya pendidikan karakter mampu dirawat sejak dini agar tidak menimbulkan kerugian pada masa yang akan datang.

Dampak buruk yang lain dari pembelajaran online ini, yakni anak cenderung mengalami kebosanan. Bosan dalam belajar yang akhirnya dapat berujung putus sekolah. Perihal anak hanya merasakan seperti hari-hari biasa karena belajarnya dari rumah yang hanya menggunakan smartphone, namun tetap saja tidak mendukung. Seakan timbul kesan bahwa tidak ada perbedaan ketika waktu libur sekolah dengan masa pembelajaran online sekarang ini.

Kondisi itu juga jelas sangat kurang pengawasan dari tenaga pendidik. Tenaga pendidik yang sulit mengukur tingkat pengetahuan siswa, apalagi sampai mengukur pendidikan karakter. Padahal, sejatinya seorang tenaga pendidik diharapkan mampu melahirkan anak-anak bangsa yang memiliki kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional/karakter secara baik dan mumpuni.

Semangat Belajar Menurun

Parahnya, juga anak rentan putus sekolah jika tidak mampu beradaptasi dengan pembelajaran online. Anak yang belajar dari rumah dapat memicu untuk terus-menerus mengambil peran dalam membantu pekerjaan orang tua. Negatifnya, lambat laun anak dapat melalaikan proses pembelajaran karena lebih terfokus pada pekerjaan. Apalagi kalau orang tuanya bersikap apatis dan membiarkan hal seperti itu, jelas semakin terpuruklah semangat belajar seorang anak.

Di daerah saya sendiri, yakni desa Todang-Todang, ada anak yang justru tidak memperhatikan lagi sekolahnya karena lebih terfokus untuk membantu orang tua. Itu juga disebabkan oleh akses jaringan yang sangat terbatas, anak harus rela keluar dari rumah menuju ke puncak dengan jarak antara 100-500 m untuk bisa mendapatkan akses jaringan.

Hal yang terkadang bikin sebal ketika tiba-tiba hujan, maka tentu pembelajaran akan berhenti secara paksa karena tidak ada tempat berteduh. Kondisi anak sekolah sekarang sudah mulai bosan dengan sistem pembelajaran online.

Seperti yang telah disinggung diawal bahwa sekolah bukan hanya tempat untuk mengasah kecerdasan intelektual saja, tetapi sekolah harus mampu menjadi wadah menumbuhkan kemampuan emosional/karakter. Akan tetapi, kondisi berkata lain. Justru semakin hari semangat belajar anak terus berkurang dan berkurang.

Oleh karena itu, perlu dan harus diperhatikan dengan baik. Pemerintah mesti hadir dan mampu menjadi juru kunci solusi yang tepat. Walaupun pandemi masih melanda, tetapi pemberlakuan sistem pembelajaran online perlu juga memperhatikan kondisi wilayah dan letak geografisnya, apakah sudah dapat dijangkau oleh fasilitas sarana dan prasarana dengan baik atau tidak.

Pemerintah tidak boleh menyamaratakan penerapan pembelajaran online secara utuh pada setiap daerah karena penyebaran Corona pasti akan berbeda pula. Selain itu, yang paling penting juga bagaimana cara untuk tetap dapat merawat semangat belajar anak dengan baik dan nyaman.

Budi